Karawitan, dalam ruang dan waktu tertentu, sebagai seni pertunjukan yang mandiri dalam makna tidak sedang sebagai pengiring seni pertunjukan lain, sering disebut klenengan. Klenengan adalah alunan orkestra gamelan-lengkap (instrumental) yang disuarakan oleh para penabuh dan vokalis (sindhen, gerong). Untuk keperluan tertentu seperti ewuh dan atau tarub (perayaan pernikahan di antara wangsa manusia; diwakili penokohan Jaka Tarub – Nawangwulan), alunan karawitan terkadang dilaksanakan dengan instrumen terbatas, tidak lengkap, hanya: gender, slenthem, gambang, siter, rebab, suling, gong, dan kendhang saja, dinamakan gadhon. Sementara itu istilah cokekan atau siteran merujuk pada alunan gendhing karawitan yang terbatas pada instrumen: kendhang, siter, dan gong saja; terkadang hanya siter dan vokalis thok. Seperti dua orang tukang mbarang masuk-keluar kampung, bapak-ibu, yang lelaki manggul dan memainkan siter, sementara yang perempuan nyindheni. Ada lagi yang disebut uyon-uyon, yaitu alunan gendhing karawitan yang lebih menonjolkan vokal dengan latar instrumen gamelan yang lirih (lirihan). Di lain waktu, jenis instrumen gamelan apa yang akan ditabuh kala pertunjukan karawitan bisa sangat luwes bergantung permintaan yang punya gawe. Jika perlu, dicampur dengan instrumen musik diatonis.
Gambaran tentang bagian tubuh karawitan di atas mengukuhkan bahwa ia (sebagai tubuh tunggal) atau mereka (sebagai organ-kolektif) berhubungan dengan kata lelemesan: sifat instrumen dan gendhing karawitan itu luwes dalam segi garap.