WONOSARI, (KH)— Tak dapat dipungkiri, usaha jasa angkutan umum saat ini berada dalam kondisi kolaps. Hasil yang didapat menurut sebagian besar kru bus tak dapat menutup biaya operasional.
Bahkan, sebagian yang lain menyebut jika tak ada usaha lain guna menopang bisnis yang jaya di era 90-an ini dipastikan tak dapat bertahan. Berbagai cara dan rekayasa dilakukan guna keberlangsungannya, karena tak sedikit Perusahaan Otobus (PO) menyerah gulung tikar.
Tetapi, meski hasil angkutan sangat minim, Budiyono, warga Sumber Mulyo ini memberanikan diri melakukan inovasi. Yakni dengan menambahkan fasilitas AC pada armnadanya melayani trayek Yogya-Wonosari.
Degan pemberian fasilitas AC, maka pihaknya selain ingin memberikan layanan lebih baik kepada penumpang pada jalur trayek, hal ini diproyeksikan untuk merambah jasa layanan antar pariwisata. Dengan demikian dikatakan dapat membantu eksistensi dan Keberlangsungan usaha bidang jasa angkutan itu.
“Dengan begini malah dapat bertahan. Memang berkat adanya AC dan fasilitas audio dampak minat dan peningkatan penumpang ada meski tidak seberapa, karena penumpang berangkat dan pulang terpancang waktu, tidak mesti menunggu kami, tinggal bus mana yang lewat” ujar Budiyono, Senin, (26/4/2016).
Sementara ini, guna dapat melayani trayek Yogya-Wonosari, pihaknya mengandalkan ijin yang dibeli dari PO yang tidak beroperasi lagi, yakni Jaya Sehati dan Pulungsari. Sedangkan ijin untuk perjalanan wisata sifatnya insindentil atau sesuai kebutuhan.
Budiyono merupakan orang yang pertama kali menyediakan Bus AC untuk angkutan jalur Yogya-Wonosari asal Gunungkidul. Selain dua armada miliknya, terdapat satu bus AC lagi yang melayani jalur serupa milik PO lainnya.
Biaya operasional (Solar) bus medium atau ¾ yang ia gunakan ini dianggap lebih efisien ketimbang bus ukuran besar. Pasar Menegah ke bawah yang dibidik untuk layanan wisata justru membuat usahanya lebih bergairah.
“Dalam memberikan layanan perjalanan wisata, kita lebih murah dibanding harga secara umum. sedangkan untuk tarif trayek, dari harga Rp. 10 ribu pada umumnya, kita hanya selisin lebih Rp. 2 ribu saja,” terang dia.
Dia berencana, apabila prosedur dan syarat dari pemberi ijin trayek mudah akan membuat ijin sendiri dengan nama baru. Menurutnya, keberadaan banyak ijin yang masih berlaku tetapi tidak beroperasi seakan-akan tidak ada manfaatnya.
“Harapannya syaratnya mudah, saat ini dari 70-an ijin yang ada tidak lebih dari 30-san saja yang beroperasi,” harapnya.
Hal ini sesuai penutran Suprapto selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Unit Pelayanan Teknis Terminal Dhaksinarga beberapa waktu lalu, hasil yang minim membuat jumlah armada angkutan yang beroperasi jauh lebih sedikit dari ijin yang beredar.
Sejak mengawali fasilitas bus AC sekitar dua tahun yang lalu, usaha angkutan umum dan wisata dengan armada yang sama ini, ia mengaku mendapat hasil. Bahkan jika memungkinkan akan menambah satu armada lagi. (Kandar)