Pantang Menyerah, Pasangan Tuna Netra Berkebun Pisang dan Jahe

oleh -1347 Dilihat
oleh
disabilitas
Bambang Darmanto dan Yeni Lanjar. (foto: KH)

PATUK, (KH),– Semangat hidup terus menyala. Ungkapan tersebut pantas disematkan untuk pasangan tuna netra Bambang Darmanto (56) dan istrinya Yeni Lanjar (46), warga Padukuhan Waduk, Kalurahan Pengkol, Kapanewon Patuk, Gunungkidul. Meski memiliki keterbatasan dalam hal penglihatan, mereka tak mau pasrah dan pantang berpangku tangan.

Aktivitas mereka akhir-akhir ini berkebun Pisang dan Jahe. Dari usaha bercocok tanam itu, hasilnya digunakan untuk menyambung hidup.

“Ya terkadang dikirim anak, ada juga dari tetangga,” kata Bambang beberapa waktu lalu.

Ia bercerita, berkebun Pisang dan membudidayakan Jahe bukanlah kegiatan usaha yang dijalani pertama kali. Sebelumnya, mereka membuka jasa pijat refleksi dan membikin telur asin.

Semenjak pandemi COVID-19 merebak, usaha jasa pijat dan pembuatan telur asin yang diandalkan Bambang dan istrinya turut terdampak. Orang yang meminta dipijat sepi. Demikian juga telur asin yang ia bikin menurun permintaannya.

Dari usaha menanam Pisang dan budidaya Jahe Bambang telah mendapatkan hasil. Sebelum dipanen, ia sering dikasih tahu oleh tetangga jika buah pisang miliknya telah masak. Buah pisang terkadang dibeli tetangga, terkadang dibeli oleh pedagang atau tengkulak.

Bambang berkisah, ia punya kenangan menyedihkan saat melayani pemijatan. Orang yang meminta dipijat bukannya bayar, justru malah menggondol HP miliknya.

“Sudah tidak mau bayar, nyuri HP saya juga,” kenang Bambang sedikit kesal mengenang lika-liku hidup yang dijalani.

Terpaksa, untuk kembali memiliki HP, ia berhutang kepada temannya. Dengan HP itu ia belajar bagaimana cara membudidayakan Pisang dan Jahe melalui youtube. Pada perangkat telepon pintar miliknya, dijejali sejumlah aplikasi khusus tuna netra.

Bambang melanjutkan cerita, sebelum menjadi penyandang disabilitas, Bambang mulanya sakit pada bagian mata. Ia kemudian berobat ke klinikk.

“Ceritanya sakit mata, pihak medis spesialis mata menyebut saya salah obat. Saat awal gejala sakit mata memang berobat ke medis yang bukan spesialis mata,” imbuhnya.

Awal mengalami kebutaan, pernah ia mengurung diri di rumah cukup lama. Sebabnya, ia merasa kenyataan yang dihadapi terlampau berat.

Bahkan, tindakan bunuh diri hendak ia lakukan karena keputusasaan. Tahun 2008 itu ia ingat sebagai fase hidup yang cukup berat bagi dia.

Anaknya kemudian memasukkan Bambang ke panti yang menangani disabilitas di wilayah Bantul. Di panti itu ia lantas dipertemukan dengan Yeni Lanjar yang sekarang menjadi istrinya usai menikah siri.

“Kalau istri buta sejak usia 6 tahun karena sakit cacar mata,” ujar Bambang.

Meski hidup dengan kondisi tuna netra, ia dan istrinya cukup hafal dengan lingkungan rumah dan tempat sekitar ia tinggal. Kondisi kebutaan yang dialami seolah tak menjadi penghalang aktivitas kesehariannya. Ia mampu memperbaiki rumah, merawat tanaman dan lain-lain.

“Saya sudah legawa dan berdamai dengan diri. Meski hidup begini saya akan selalu bekerja untuk melanjutkan hidup,” kata Bambang optimis. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar