Ketidaktahuan dan Ketidakmampuan Jadi Sebab Adanya Pemasungan

oleh -1201 Dilihat
oleh
Ilustrasi pemasungan. Sumber: internet
Ilustrasi pemasungan. Sumber: internet
Ilustrasi pemasungan. Sumber: internet

WONOSARI, (KH)— Berdasar Undang-Undang No. 36 Th 2009 tentang Kesehatan Pasal 149 menyebutkan: Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Amanat UU tersebut jelas bahwa orang dengan  gangguan jiwa (ODGJ) wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan, dan bukan tindakan pemasungan. Untuk itu, belakangan pemerintah daerah tengah merintis atau memulai melakukan upaya demi target program Indonesia Bebas Pasung.

Untuk mengenali apa dan mengapa pemasungan dilakukan, berikut uraian yang disampaikan oleh psikiater RSUD Wonosari, dr. Ida Rochmawati, MSc., Sp.KJ (K) beberapa waktu lalu, pemasungan terjadi akibat beberapa alasan di antaranya; ketidaktahuan, persepsi salah, dan negatif tentang gangguan jiwa baik oleh keluarga maupun masyarakat

“Pendekatan yang salah, menganggap pemasungan sebagai bentuk terapi (mengikat “roh jahat” yang ada di dalam diri) ODGJ. Terjadi juga karena ketidakmampuan untuk mengakses atau menjangkau layanan kesehatan baik untuk pertama kali maupun untuk kelanjutan terapi mengingat lebih dari 78% kasus pemasungan pernah mengakses layanan kesehatan untuk mendapatkan tatalaksana,” jelasnya.

Sambung dia, keluarga atau masyarakat juga merasa bahwa layanan kesehatan tidak membantu, obat yang diberikan tidak mengatasi gejala atau semakin membuat kondisi ODGJ buruk (karena efek samping), perawatan tidak membuat keluarga dapat memahami cara merawat ketika ODGJ pulang dari perawatan, keluarga merasa layanan di rumah sakit lebih tidak manusiawi.

Selain itu, pemasungan terjadi lantaran keluarga tidak mampu merawat dan membantu ODGJ terus-menerus karena harus bekerja, usia lanjut, merasa lelah dan jenuh dengan kondisi ODGJ terutama bila ketergantungannya total dan berlangsung menahun.

Menurutnya, kasus pasung sebagian besar adalah kasus re-pasung artinya bukan pemasungan yang pertama. Pada umumnya mereka sudah pernah terakses layanan kesehatan jiwa namun tidak berlansung kontinyu sehingga terjadi pemasungan kembali.

“Sebenarnya hal itu tidak akan terjadi apabila ada keberlangsungan pengobatan dapat dijalankan,” tandasnya.

Bahkan dr Ida yakin seharusnya pemasungan tidak terjadi apabila gangguan jiwa ditangani lebih dini. Karena adanya stigma tentang gangguan jiwa, penderita gangguan jiwa sering tidak datang ke layanan kesehatan terlebih dahulu, tapi berobat alternatif sehingga mereka datang ke dokter dalam kondisi kronis.

“Saat ini sudah tersedia obat obatan psikofarmaka untuk penderita gangguan jiwa. Semakin dini mereka mendapatkan penanganan semakin kecil risiko kronis dan mengalami pemasungan,” pungkasnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar