Pelatihan Kesehatan Mental di Gunungkidul: Fokus pada Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Stakeholder Lokal

Direktur Indonesia Private Industries, Muhamad Fitriansyah Temi memberi sambutan pada sesi pembukaan pelatihan Kesehatan Mental di Gunungkidul. (dok. Diskominfo Gunungkidul)

GUNUNGKIDUL, (KH),– Pemerintah Kabupaten Gunungkidul resmi memulai rangkaian pelatihan intensif bertema kesehatan mental yang akan berlangsung selama sepekan, dari 11 hingga 17 Juni 2025. Kegiatan ini diawali dengan Pelatihan Advokasi Kesehatan Mental yang diselenggarakan di aula bank daerah dan dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, Rabu (11/6/2025).

Pelatihan ini merupakan hasil kolaborasi antara Indonesia Private Industries (IPI) dan Covalent Consulting, didukung oleh fasilitator nasional dan konsultan internasional, termasuk Raheli Kremnizer sebagai pemimpin tim fasilitator global.

Bacaan Lainnya

Direktur Indonesia Private Industries, Muhamad Fitriansyah Temi, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan memperkuat pemahaman serta kapasitas berbagai pemangku kepentingan lokal dalam menangani isu kesehatan mental secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Sesi awal pelatihan ditujukan bagi pejabat pemerintahan dan pengambil kebijakan. Fokusnya adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya memasukkan isu kesehatan mental ke dalam kebijakan publik, serta mendorong terbentuknya regulasi yang mendukung kelompok rentan.

“Pelatihan yang dilaksanakan merupakan tindak lanjut dari berbagai forum diskusi yang telah dilakukan sebelumnya, termasuk Round Table Discussion (RTD) pada Februari 2025 lalu. Dalam forum tersebut, terungkap sejumlah tantangan serius di wilayah Gunungkidul, antara lain tingginya angka bunuh diri dan jumlah Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang tergolong tinggi secara nasional,” ungkap Fitriansyah.

Setelah sesi advokasi, pelatihan akan dilanjutkan dengan berbagai materi teknis yang menyasar kelompok-kelompok strategis, seperti tenaga kesehatan, pendidik, kader, terapis, psikolog klinis, organisasi masyarakat sipil, BPBD dan Damkar, kepolisian, Dinas Sosial dan P3A, serta pusat layanan autisme.

Adapun materi pelatihan diantaranya meliputi Mental Health 101: Pengenalan dasar isu kesehatan mental dan tantangan kontekstual, Psychological First Aid (PFA): Teknik dukungan awal bagi individu dalam situasi krisis dan Keterampilan Konseling Dasar: Panduan praktis dalam mendampingi individu dengan gangguan psikologis ringan. Diberikan pula topik Model Komunikasi CREP: Pendekatan komunikasi untuk interaksi yang lebih empatik dan efektif.

“Materi pelatihan disusun untuk memberikan keterampilan praktis yang dapat langsung diterapkan di lingkungan kerja maupun masyarakat,” imbuh Fitriansyah.

Rangkaian pelatihan ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional yang memiliki pengalaman dalam bidang kesehatan mental, seperti Edward Andriyanto Sutardhio, Rahajeng Ika, Wulan Ayu Ramadhani, dan Angga Muhammad Ridwan. Mereka akan berkolaborasi dengan para psikolog dan fasilitator lokal yang memahami konteks sosial dan budaya di Gunungkidul.

“Pelatihan ini merupakan bagian dari program peningkatan kapasitas yang juga bertujuan memperluas akses layanan kesehatan mental secara inklusif. Kesehatan mental bukan sekadar isu medis, tetapi juga berkaitan dengan hak atas hidup yang layak dan penghormatan terhadap martabat manusia,” tandasnya.

Senada dengan Fitriansyah, Raheli Kremnizer berharap, melalui pendekatan partisipatif, lokal, dan berbasis profesional, pelatihan ini dapat memperkuat kerja sama antar-lembaga, meningkatkan kualitas layanan, serta mengurangi stigma terhadap isu kesehatan mental.

“Gunungkidul diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain dalam membangun sistem dukungan psikososial yang responsif dan berkelanjutan,” kata Raheli.

Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, mengapresiasi inisiatif ini dan menyebut kesehatan mental sebagai salah satu fondasi pembangunan manusia yang adil dan berkeadaban.

“Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tekanan, kebijakan yang inklusif terhadap isu psikologis menjadi sangat mendesak,” ujarnya.

Menurutnya, kesehatan mental adalah hak dasar warga dan harus menjadi bagian integral dari pembangunan daerah.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar

Pos terkait