Keberadaan Alat Komunikasi Berdampak Buruk Bagi Pengepul Palawija

oleh -8653 Dilihat
oleh
Suasana jual beli palawija di Pasar Palawija, Purwosari, Baleharjo, Wonosari. KH/ Kandar
Suasana jual beli palawija di Pasar Palawija, Purwosari, Baleharjo, Wonosari. KH/ Kandar
Suasana jual beli palawija di Pasar Palawija, Purwosari, Baleharjo, Wonosari. KH/ Kandar

WONOSARI, (KH)— Demikian kenyataannya, pengakuan beberapa juragan palawija atau pengepul hasil bumi pertanian Gunungkidul ini menganggap bahwa pesatnya kemajuan alat komunikasi membuat mereka merugi.

Seperti apa yang diungkapkan Joko, pedagang palawija di pasar palawija sebelah utara pasar Besole ini. Menurut dia, hal ini terasa sejak sekitar 5 tahun terakhir, saat alat komunikasi handphone mulai merambah meluas ke masyarakat.

Alasan dia, pedagang luar kota seperti dari Pati, Jawa Tengah atau bahkan beberapa pabrik yang menggunakan bahan baku palawija sebagai bahan produk jualnya langsung datang membeli dari sejumlah petani penghasil palawija di kawasan selatan Gunungkidul.

“Semenjak ada hp, mereka beli kacang langsung ke petani. Dahulu melalui saya dan beberapa pedagang lain yang ada di sini,” kata Joko saat ditemui di kiosnya, Purwosari, Baleharjo, Wonosari, beberapa waktu lalu.

Dengan hp, lanjut dia, antara pabrik pemilik produk makanan berbahan kacang ternama dan petani dapat langsung berkomunikasi, kapan waktu panen tiba, dan kapan sudah ada kacang siap dijual. Kondisi ini memang menguntungkan petani, harga jual memang sedikit lebih tinggi karena langsung dijual ke pengguna.

Pengurangan volume hasil tani yang diperjualbelikan cukup terasa, bahkan juga ada pengurangan jenisnya pula. Semenjak pabrik gaplek di Semanu dibangun, maka sejak saat itu pula jual beli gaplek di pasar palawija ini seakan tidak ada.

“Saat ini tinggal kacang, kedelai dan jagung saja yang masih lumayan banyak. Pengurangan jumlah jual beli hasil pertanian yang ada di sini ada 75% dibanding beberapa tahun yang lalu,” tutur pedagang yang telah berpengalaman selama 20 tahun ini.

Penurunan tidak hanya nampak pada jumlah barang yang diperjualbelikan pada satuan waktu tertentu, tetapi juga dapat dilihat dari jam operasional kios buka yang ada di komplek tersebut. Puluhan tahun yang lalu, seingat Joko, buka kios atau bekerja di kios sering lembur hingga malam hari, tetapi saat ini paling lama hanya hingga tengah hari saja.

“Pembeli dari luar kota yang sudah langganan juga berkurang. Saat ini masih ada beberapa saja dari Jogja, Solo, dan Klaten,”

Ditanya mengenai panen musim kali ini, ia menganggap hasilnya cukup buruk, selain volume berkurang kualitas hail tani juga jelek. Bapak dari dua anak ini mencontohkan, apabila kualitas bagus, kacang kulit 1 kg apabila dikupas beratnya ada 6,5 ons, tetapi saat ini hanya ada sekitar 4 ons saja.

Ia menyebutkan hal ini terjadi karena pengaruh alam. Cuaca dianggap tidak bersahabat terhadap musim pertanian kali ini. Intensitas hujan tidak teratur, bahkan dibeberapa wilayah dinilai kurang. Bahkan, seperti diketahui puluhan hektar tanaman pagi gagal panen. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar