Ulasan Seni Acapella Mataraman yang Dihadirkan dalam FKY 2016 di Gunungkidul

oleh -1042 Dilihat
oleh
Capellamataraman
Pelaku seni Capella Mataraman. Sumber: Internet

WOnOSARI, (KH)– Memasuki hari kedua, Festival Kesenian Yogyakarta di Alun-alun Pemda Gunungkidul menghadirkan para seniman yang mahir di bidang seni Acapella Mataraman. Pertunjukkan ini berlangsung sekitar pukul 21.00, Minggu (4/9/2016).

Mungkin bagi masyarakat awam, jenis kesenian ini belum begitu familiar. Bagi sebagian orang, karya seni Acapella Mataraman kemungkinan baru didengar sekarang ini.

Berdasarkan penelusuran KH Acapella Mataraman merupakan karya seni musik kreatif dan dinamis yang mengolah dan memadukan berbagai suara yang dihasilkan oleh mulut. Karya seni musik ini mengangkat spirit musik tradisi Nusantara yang dikemas menjadi sebuah kreasi musik yang unik.

Selain menonjolkan musik mulut Acapella Matataman juga menampilkan berbagai aksi kelucuan yang mengundang tawa. Karya seni ini merupakan perpaduan antara seni musik dengan komedi.

Munculnya kata Acapella mengacu pada bentuk permainan musik atau nyanyian tanpa instrumen. Sedangkan kata Mataraman selain sebagai wujud identitas baru atas interpretasi acapella itu sendiri, juga merujuk pada permainan komedi gaya dagelan mataraman yang melahirkan lelucon segar yang dikenal dengan guyon maton parikeno.

Kekuatan logika bunyi mulut dengan lirik nakal dan cerdas menjadi daya tarik utama Acapella Matataman. Meski begitu basic karya seni adalah musik dan bukan lawak atau komedi.

Beberapa pelaku seni Acapella Mataraman yang telah menunjukkan talentanya di Kota Yogyakarta meliputi Soimah Pancawati, Teresia Wulandari, Kumala Raras, Siti Marfuah, Catur Kuncoro, Sandyo Malakeano, Warjiyo, Maryono, Doyok Kadipiro, Budi Pramono, Sutarya, dan Pardiman Djoyonegoro.

Selain itu ada juga Eny Lestari, Lana Daruningtyas, Kumala Wardhani, Dilania Sudiyatmala, Arya Wira Dani, Fajar Sri Sadana, Eko Purnomo, Rico Andri Atmoko, Areksa Wono Setya Pangaribowo, Panji Ndaru Tutuko, Surya Aji Tutuko, Ino Widiatmoko, serta Shandro Wisnu Aji.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar