PLAYEN, (KH),– Pandemi Covid19 yang melanda menyebabkan banyak sekali cerita duka. Kabar kematian dan ucapan belasungkawa susul menyusul tersiar dan sering ditemui di status atau story akun akun media sosial.
Kisah tragis akibat COVID-19 juga menimpa Iswanto (30), warga Padukuhan Sawahan 1, Kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen, Gunungkidul.
Iswanto harus kehilangan istri tercinta, Nimas Sari (27), yang meninggal di rumah sakit, Senin (9/8/2021). Mulanya Nimas dibawa ke rumah sakit karena mengalami pendarahan akibat keguguran anak yang ke empat. Dan oleh pihak rumah sakit juga dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19.
Kematian sang istri ini meninggalkan duka yang sangat mendalam, karena tiga anaknya masih kecil-kecil. Anak pertama pasangan ini adalah Nizan 8 tahun, baru masuk SD, Nina 5 tahun dan si bungsu Nisa usia 2 tahun masih belajar berjalan.
Di rumah duka, Iswanto menceritakan awal kisah yang menimpa keluarganya ini. Dia mengatakan bahwa kehamilan istrinya ini awalnya tidak diketahui, karena istrinya dalam posisi KB spiral.
“Setelah lahir anak ke tiga, istri saya KB spiral, jadi tidak tahu kalau sedang hamil. Awalnya mengalami keputihan tiap hari, kemudian pendarahan, setelah dicek di klinik, ternyata istri saya diketahui hamil 4 bulan,” terang Iswanto dengan masih menahan rasa duka mendalam saat ditemui di rumahnya Kamis (12/8/2021).
Lelaki yang kesehariannya bekerja sebagai pemulung ini kemudian melanjutkan, saat istrinya diketahui hamil, dia kemudian mendapat obat rawat jalan. Setelah beberapa hari di rumah, pendarahan istrinya kembali terjadi dan dia membawanya ke klinik.
“Klinik menolak karena penuh, kemudian dioper ke rumah sakit. Kata perawat di sana, sesuai prosedur pasien harus diisolasi dulu,” imbuhnya.
Dalam masa perawatan di IGD inilah akhirnya istri Iswanto tidak tertolong dan meninggal dunia.
“Istri saya meninggal di ruang IGD, jadi belum dapat kamar perawatan. Senin pagi masuk rumah sakit, senin sore sekitar jam 4 dinyatakan meninggal,” lanjut Iswanto sambil menahan isak.
Kakak kandung Almarhum, Andika (32), menambahi keterangan, dalam keterangan surat kematian yang disertakan pihak rumah sakit, diterangkan bahwa kakaknya meninggal dengan status positif Covid19.
“Jenazah sampai di rumah duka sekitar pukul 22.00 WIB malam, dan dimakamkan dengan prosedur Covid-19,” terang Andika.
Jenazah Nimas sari dimakamkan di pemakaman umum Padukuhan Sawahan, Kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen. Karena di tempat asalnya, Kapanewon Semanu, Almarhum sudah tidak ada orang tua.
Ismanto dan keluarga kesehariannya memang hidup di kawasan pasar Gendeng, Yogyakarta. Ismanto bekerja sebagai pemulung di sana. Tapi saat pulang, dia pulang ke rumah orang tuanya di padukuhan Sawahan.
“Untuk KTP dan KK saya masih tercatat sebagai penduduk Padukuhan Sawahan, Kalurahan Bleberan. Selama ini saya kost di Yogya, di rumah ini saya masih menumpang dengan orang tua,” lanjutnya.
Karena memang kesehariannya Ismanto hidup di Yogya, maka selama ini dia mengaku belum pernah sekalipun mendapat bantuan dari pemerintah, baik PKH, BLT, BPNT, Bedah rumah atau yang lainnya.
“Ya bagaimana lagi, di kota menjadi pemulung saya lebih mudah mencari barang bekas untuk dijual lagi, dan di sini saya juga belum punya rumah masih numpang orang tua,” kata Ismanto.
Di rumah orang tuanya, Ismanto menyekat sebuah ruangan, ukuran sekitar 4X6 meter dengan bangunan semi permanen, sementara sebagian lantainya masih tanah.
“Hasil dari pemulung tidak mesti, kadang sehari dapat Rp50 ribu, kadang kurang, kalau pas dapat barang banyak, ya bisa Rp50 ribu lebih,” imbuhnya.
Kepergian istri yang selama ini mendampinginya memang merupakan pukulan berat bagi Ismanto. Apalagi dengan tiga anak yang masih kecil-kecil yang masih sangat membutuhkan perawatan.
“Anak saya yang sulung sudah bisa memahami kalau ibunya meninggal, yang tengah sampai saat ini masih sering menanyakan ibunya. Kalau Nina bertanya ibunya, saya selalu katakan kalau ibu sekarang sudah di surga,” kata Ismanto sambil menyeka air mata yang mulai menetes dari kelopak matanya.
Saat KH berkunjung, anak kedua Ismanto, Nina yang baru berumur 5 tahun tampak lekat dalam gendongannya. Sementara Nisa yang masih berusia dua tahun tampak tertatih-tatih latihan berjalan. Sesekali Nisa duduk dan bermain tanah.
“Saya sudah berusaha mengikhlaskan kepergian istri, mungkin takdir seperti ini yang harus saya jalani, semoga saya bisa mengasuh anak-anak dengan baik ke depannya,” pungkasnya. (Edi Padmo)