Tak Sebatas Atasi Persoalan Air, SPAMDes Mampu Sumbang PAD Puluhan Juta

oleh -912 Dilihat
oleh
Ton Martono menunjukkan bak reservoir dan pipa-pipa saluran ke masyarakat Karangrejek dan 3 desa disekitarnya. (KH/ Kandar)
Ton Martono menunjukkan bak reservoir dan pipa-pipa saluran ke masyarakat Karangrejek dan 3 desa disekitarnya. (KH/ Kandar)
Ton Martono menunjukkan bak reservoir dan pipa-pipa saluran ke masyarakat Karangrejek dan 3 desa di sekitarnya. (KH/ Kandar)

WONOSARI, (KH),— Permasalahan pemenuhan air bersih bagi masyarakat Gunungkidul saat musim kemarau menjadi lagu lama yang terdengar di telinga. Mulai dari membeli air tangki dengan biaya yang tidak sedikit bagi ukuran kantong masyarakat pedesaan hingga terpaksa mengunakan air telaga yang keruh dilakukan.

Solusi air yang nyata diaplikasikan oleh Desa Karangrejek, melalui Saluran Air Minum Desa (SPAMDes), pemenuhan air dapat teratasi. Tak hanya air saja, unit usaha dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ini mampu memberikan sumbangsih bagi Pendapatan Asli Desa (PAD) setempat.

Sumur sedalam 155 m dari Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Satker Pengembangan dan Pengelolaan air minum DIY tahun 2008 silam itu benar-benar dapat diandalkan. Ton Martono, Ketua SPAMDes Desa Karangrejek beberapa waktu lalu bertutur kepada KH, kreativitas dan semangat gotong-royong pengelola dan Pemerintah desa menjadi kuncinya.

Menurutnya, pengelolaan air serupa bisa diterapkan di desa lain. Serangkaian cara dimulai, awalnya dengan membuat proposal yang ditujukan ke Kementrian PU, hal ini mengacu pada Permendes UU No 6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa dan Perda Gunungkidul, lalu dibuatlah BUMDes mengunakan Perdes, baru kemudian mengajukan permohonan ke Kementrian PU.

“BUMDes terbentuk dahulu, dibuat pengurus, ada AD ART, lalu dikukuhkan ke notaris kemudian menyusun proposal diajukan ke Kementrian terkait,” kata dia, (16/7/2016).

Keberhasilan SPAMDesa yang ia kelola hingga memiliki pelanggan sebanyak 1.203 sambungan di Desa Karangrejek dan tiga desa terdekat membuatnya dijadikan percontohan tingkat nasional. Tak sebatas itu masalah air yang ditangani secara serius dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang lain.

“Kunjungan berbagai propinsi ingin belajar bagaimana mengelola BUMDes sehingga dapat memberikan sumbangsih PAD sebesar 20 persen dari surplus hasil SPAMDes, atau sebesar Rp. 64 juta per tahun,” terang Ton Martono.

Selain itu, SPAMDes juga dapat berkontribusi membantu pemberdayaan bidang yang lain seperti pendidikan, keagamaan, sosial, seni budaya, olah raga dan  segenap perayaan adat tradisi termasuk rasulan di Karangrejek.

Khusus dari Gunungkidul, baru ada 20-an desa/ BUMDes yang melakukan studi banding ke Karangrejek. Meski ada pernyataan telah terbentuk 50 BUMDes, kenyataannya tidak semua aktif dan berjalan, banyak diantaranya hanya papan nama, atau BUMDes fiktif.

Lajut Ton Martono, terkait pelayanan, fasilitas umum seperti sekolah dan tempat ibadah hanya diwajibkan membayar separuh dari tarif normal, bahkan kalau ada pengguna dari keluarga yang tidak mampu ada subsidi bahkan gratis melalui kerjasama dengan Pemdes.

Bahkan, Desa dari Kabupaten Sleman yang notabene surplus air juga belajar ke Karangrejek. Terkait meningkatnya jumlah pelanggan, sesuai pengakuannya, tak pernah ia melakukan promosi, tetapi pelayanan terbaik ke masyarakat pengguna menjadi pemicu rumah tangga pelanggan PDAM milik Pemerintah akhirnya memilih pindah menggunakan air dari Pengelola Air Bersih (PAB) bernama Tirta Kencana ini.

“Kita tidak berniat bersaing dengan PDAM Pemerintah, malah kita membantu upayanya dalam pemenuhan air, saat ini kas aset ada sekitar Rp. 2,5 M lebih,” ungkap pegiat salah satu LSM  ini.

Meski jumlah biaya pasang dan tagihan ke pelanggan jauh lebih murah dibanding PDAM Pemerintah, namun kenyataannya tetap memperoleh surplus tinggi. Salah satu faktornya, karena pendirian SPAMDes tidak berorientasi bisnis semata, sehingga honor 13 pengelola berikut teknisi disepakati tidak terlalu banyak, tidak seperti PDAM pemerintah.

Honor pengurus, kata Martono, posisi jabatan paling tinggi hanya Rp. 650 ribu saja per bulan, sehingga totalnya sekitar, Rp. 10-an juta tiap bulan, pengeluaran lain yakni langganan listrik PLN juga sekitar Rp.  10-an juta, sedangkan pembayaran pajak sebanyak Rp. 4,5 juta.

“Dari pengeluaran operasional tersebut kita masih dapat menyimpan sekitar Rp. 10-an juta tiap bulan,” urai Ton Martono. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar