SEMANU, kabarhandayani.– Kendang, kendhang, atau gendang adalah salah satu alat musik dalam gamelan Jawa yang berfungsi mengatur irama dan termasuk dalam kelompok “membranofon” yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput kulit atau bahan lainnya dengan cara membunyikannya adalah dengan ditabuh atau dipukul.
Menurut bukti sejarah, kelompok membranofon telah populer di Jawa sejak pertengahan abad ke-9 Masehi dengan nama: padahi, pataha (padaha), murawatau muraba, mrdangga, mrdala, muraja, panawa, kahala, damaru, kendang. Istilah “padahi” tertua dapat dijumpai pada prasasti Kuburan Candi yang berangka tahun 821 Masehi.
Pada tahun 2004, Arintoko (43) atau yang lebih dikenal dengan Rinto Upil Dewo menjelaskan, ia mendapatkan wangsit dari Allah SWT, karena yang dulunya hanya seorang tukang ojek yang terbiasa dengan kehidupan malam dan tidak menentu penghasilannya kini menjadi pengrajin kendang yang dipandang cukup sukses di kawasan Semanu.
”Bahan baku kayu balok ataupun kayu pohon utuh tebang sendiri saya dapat dari seputaran Semanu saja, ada juga bahan baku didapatkan dari hasil tukar tambah dengan kendang yang sudah jadi. Serta untuk mendapatkan kulit sapi ataupun kerbau yang saya perlukan, saya mendapatkan dari penjual kulit di Ngebrak dan Wonosari”, imbuhnya.
Bapak satu orang anak ini juga mengungkapkan kalau dia membuat berbagai jenis kendang Jawa maupun jaipongan, yakni kendang batangan (jiblon), kendang jedor dan ketipung sesuai pakem maupun yang sudah dimodifikasi.
Dengan hanya mengerjakan semuanya sendiri tanpa karyawan, dia mengungkapkan kalau dalam satu bulan dia bisa memproduksi 3-4 kendang dengan keuntungan bersih antara Rp 5.000.000,00 sampai Rp 7.000.000,00, karena dia menjual hasil kendang buatannya mulai dari yang terendah Rp 800.000,00 sampai puluhan juta rupiah.
”Selain memproduksi kendang dan ketipung, saya juga menerima service ringan sampai servise full kerusakan kendang serta ketipung, saya juga menerima les privat bagi yang mau belajar main kendang,” ujarnya. (Jhody/Hfs)