Daun Jati Kering Ini Mampu Hidupi Keluarga Wadiyo

oleh -2863 Dilihat
oleh

PLAYEN, kabarhandayani,– Ada pepatah lama yang menyebutkan “luwih aji godhong jati aking” untuk menggambarkan suatu keadaan sebegitu rupa seseorang dianggap tidak berharga, bahkan daun jati kering itu lebih berharga daripada orang itu sendiri. Terlepas dari pepatah tersebut, Wadiyo (62), warga Nogosari 3 Playen justru membuktikan bahwa daun-daun jati kering itu memang mampu mengangkat kehidupan perekonomiannya.
Wadiyo (62) dan istrinya saat dijumpai KH sedang mengangkut daun jati kering. Ia telah mengumpulkan daun jati kering tersebut sejak beberapa bulan dari kebun dan ladang orang. “Daun-daun ini mulai saya kumpulkan sejak bulan puasa yang lalu,” katanya Kamis (18/09/2014).
“Saya mempunyai dua orang anak. Yang satu sudah lulus sekolah dan baru saja bekerja di Jakarta, sementara itu adiknya masih duduk di bangku SMP. Jadi untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya, saya melakukan pekerjaan ini,” ungkapnya.
Wadiyo menuturkan, pekerjaan yang ia lakukan ini juga menguntungkan bagi para pemilik kebun. Pasalnya tanah tidak lagi tertutup tumpukan daun sehingga membuat subur pohon-pohon jati tersebut. “Kalau ada yang membutuhkan malah bagus, karena saya juga sering kesulitan untuk menyiangi daun-daun yang berguguran. Daripada hanya di bakar alangkah baiknya jika di berikan kepada yang lebih membutuhkan,” kata Tugiran salah satu pemilik ladang yang ditanami pohon jati.
Wadiyo menjelaskan, daun jati kering tersebut akan dijual ke pabrik pupuk organik yang berada di Plembutan Playen. Untuk harga satu kwintal daun kering di hargai dengan harga Rp 30 ribu. “Untuk mengumpulkan satu kwintal daun jati kering dibutuhkan waktu 3-4 minggu, karena sifatnya yang tidak berbobot jadi ya harus mencari sebanyak-banyaknya,” jelas Wadiyo.
Ia menambahkan, dari pada harus meminta-minta lebih baik berusaha sendiri dalam mencari nafkah. “Kalau di sengat kala jengking dan di gigit kelabang itu sudah menjadi hal biasa, karena memang pekerjaan ini resikonya di sengat hewan-hewan melata bahkan tak jarang saya menemui ular tanah (ular derik),” imbuh ayah dua orang anak itu.
Lebih lanjut Wadiyo berharap agar anak-anaknya dapat sukses dalam mencari nafkah tidak seperti kedua orang tuanya yang harus melakoni pekerjaan kasar seperti ini. “Semoga kedua anak saya dapat bekerja yang layak dan mendapatkan hasil yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” pungkasnya. (Atmaja/Jjw).

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar