TEPUS, kabarhandayani.– Sejumlah warga di komplek Pantai Nglambor, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus Gunungkidul, terpaksa bertahan hidup dengan sumber air (tuk) untuk mencukupi kebutuhan hidup. Hal ini dilakukan karena jaringan air bersih ataupun sumur belum ada di wilayah tersebut.Dampak musim kemarau di wilayah ini membuat sejumlah warga harus berjalan puluhan kilometer untuk mendapat air bersih. Anehnya, air tawar justru mereka peroleh tidak jauh dari bibir Pantai Nglambor. Air jernih itu mereka manfaatkan untuk kebutuhan memasak dan MCK.
Proses pengambilan air pun cukup sulit, setiap waga harus menuruni bukit yang curam dan membawa wadah air seadanya. Di cekungan kecil di antara bebatuan laut, air terus keluar dari sela bebatuan tanpa henti. Dengan sabar mengantri, warga silih berganti untuk mendapatkan air bersih.
Sakinem (52), warga setempat mengungkapkan, di lokasi itulah setiap hari ia dan warga lainya mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Sebelum sumber air ini ditemukan, kami sempat kuwalahan untuk mendapat air bersih. Untuk mendapat satu jerigen air saja butuh perjuangan berjalan puluhan kilometer,” katanya di sela kesibukan memasukan air ke dalam jerigen, Sabtu, (30/8/2014).
Ia mengatakan, tidak hanya sekali dia naik turun bukit untuk mengambil air. Selama bak mandi dan tampungan air (genthong) dalam rumahnya belum terisi penuh, ibu dua orang putra ini terus mengambil air hingga stok air tercukupi hingga hari berikutnya. “Sudah terbiasa naik turun bukit seperti ini,” ungkapnya.
Selain untuk mencukupi kebutuhan hidup, sumber air tersebut dimanfaatkan Sakinem untuk mencukupi kebutuhan air di kamar mandi yang ia sewakan untuk wisatawan. Di Pantai Ngambor hanya ada satu fasilitas MCK, yakni yang disediakan keluarga Sakinem.
Karena sulitnya mengambil air, Istri dari Sardiyono (57) ini mengaku mematok tarif kamar mandi berbeda dengan pantai lainnya. “Wisatawan yang mandi biasa membayar Rp 5000,- sedangkan yang hanya ganti baju kencing Rp 2000,- Agak mahal, air juga mengambilnya sulit,” katanya.
Meski harus berjuang mendapatkan air dengan naik turun bukit, Sakinem mengaku tetap bersyukur. Hasil pertanian yang selama ini ia geluti tidak digunakan untuk membeli air, sehingga uangnya dapat digunakan untuk membayar sekolah anaknya. “Anak yang nomor dua masih SMK,” kata Sakinem sembari bergegas meninggalkan reporter KH (Juju/Jjw).
Proses pengambilan air pun cukup sulit, setiap waga harus menuruni bukit yang curam dan membawa wadah air seadanya. Di cekungan kecil di antara bebatuan laut, air terus keluar dari sela bebatuan tanpa henti. Dengan sabar mengantri, warga silih berganti untuk mendapatkan air bersih.
Sakinem (52), warga setempat mengungkapkan, di lokasi itulah setiap hari ia dan warga lainya mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Sebelum sumber air ini ditemukan, kami sempat kuwalahan untuk mendapat air bersih. Untuk mendapat satu jerigen air saja butuh perjuangan berjalan puluhan kilometer,” katanya di sela kesibukan memasukan air ke dalam jerigen, Sabtu, (30/8/2014).
Ia mengatakan, tidak hanya sekali dia naik turun bukit untuk mengambil air. Selama bak mandi dan tampungan air (genthong) dalam rumahnya belum terisi penuh, ibu dua orang putra ini terus mengambil air hingga stok air tercukupi hingga hari berikutnya. “Sudah terbiasa naik turun bukit seperti ini,” ungkapnya.
Selain untuk mencukupi kebutuhan hidup, sumber air tersebut dimanfaatkan Sakinem untuk mencukupi kebutuhan air di kamar mandi yang ia sewakan untuk wisatawan. Di Pantai Ngambor hanya ada satu fasilitas MCK, yakni yang disediakan keluarga Sakinem.
Karena sulitnya mengambil air, Istri dari Sardiyono (57) ini mengaku mematok tarif kamar mandi berbeda dengan pantai lainnya. “Wisatawan yang mandi biasa membayar Rp 5000,- sedangkan yang hanya ganti baju kencing Rp 2000,- Agak mahal, air juga mengambilnya sulit,” katanya.
Meski harus berjuang mendapatkan air dengan naik turun bukit, Sakinem mengaku tetap bersyukur. Hasil pertanian yang selama ini ia geluti tidak digunakan untuk membeli air, sehingga uangnya dapat digunakan untuk membayar sekolah anaknya. “Anak yang nomor dua masih SMK,” kata Sakinem sembari bergegas meninggalkan reporter KH (Juju/Jjw).