KABARHANDAYANI,– Beberapa peristiwa pernah mengoncang kehidupan masyarakat, yaitu peristiwa di mana kekuatan sebagai manusia berada pada titik paling lemah sebagai kelompok masyarakat. Gempa, meletusnya Gunung Merapi, wabah, perang, atau peristiwa lain yang datangnya tidak diketahui.
Wabah menempati tempat yang unik. Wabah datang tanpa suatu pertanda yang menyolok dan tidak datang tiba-tiba. Secara perlahan wabah datang dan membawa korban berupa kematian. Kedatangan yang dianggap tiba-tiba, justru ketika korban berjatuhan. Wabah selalu memperlihatkan kepada suatu penyakit yang baru atau suatu penyakit yang belum dapat diketahui dalam waktu cepat ketika wabah itu muncul. Wabah juga menunjuk kepada belum adanya obat ketika wabah itu terjadi.
Wabah yang pernah terjadi harus selalu dilihat dalam kurun waktu, di mana wabah itu ada atau terjadi. Penyakit itu yang menjadi sebab wabah, pada kurun waktu dulu ketika wabah itu terjadi, bukanlah sesuatu yang dapat dimengerti atau dapat diketahui dengan cepat. Pada saat ini ketika ilmu pengetahuan kedokteran dan ilmu penyakit sudah sedemikian maju, beberapa penyakit baru juga tidak dapat diketahui dengan cepat, atau diketahui tetapi belum diketahui cara pengobatannya atau pencegahannya. Pencegahan wabah yang dilakukan pada saat ini masih sebatas membatasi wabah dalam suatu daerah agar tidak meluas ke daerah lain, sambil menunggu ditemukannya obatnya.
Dalam waktu lampau, kedatangan wabah tidak disadari, walau gejala umum sudah nampak. Wabah menjadi sesuatu yang menakutkan ketika satu persatu jatuh korban meninggal dunia tanpa bisa dicegah. Segenap upaya yang dilakukan tidak dapat mencegah jatuhnya korban. Wabah memang menimbulkan cukup banyak korban tanpa memilih latar belakang korban. Mereka yang selamat dari wabah tidak berbeda dengan mereka yang menjadi korban wabah.
Pada waktu dulu, ketika wabah terjadi, ketika secara umum masyarakat tidak memiliki pengetahuan tentang penyakit. Secara umum cara supranatural menjadi jalan keluar. Sebuah prosesi telah dilakukan ketika wabah influensa menyerang Yogyakarta. Kamis malam 5 Desember 1918 prosesi itu dimulai. Pawai pergi ke utara di sepanjang kediaman Gubernur dan kemudian sepanjang jalan Malioboro, Tugu, Jetis, Jalan Magelang, Pingit, Pringgokusuman, Natayudan, Ngampilan, Suryabranjan, Gendingan, Surjawijayan, Suryadiningratan, Jagakaryan, Menukan, Karangkajen, Lowanu, Batikan, Gunungketur, Klitren kidul, Klitren lor, Gandakusuman, Gondolayu, Tugu, dan kembali ke Kraton.
Dalam satu kurun waktu itu, ketika wabah melanda Jogja, suatu prosesi telah dilakukan dengan harapan wabah segera berlalu. Mungkin tidak masuk akal dalam alam berpikir logis bagi masyarakat pada waktu ini. Meskipun bukan sebagai pandangan umum, dalam waktu sekarang, ketika terjadi suatu peristiwa besar yang memakan korban manusia, entah itu gempa, gunung meletus atau peristiwa lain, sering kali diiringi dengan berbagai pandangan yang tidak masuk akal dalam alam berpikir logis. Perbedaannya ada; pada waktu dulu; seperti prosesi yang dilakukan oleh kraton Yogyakarta, dilakukan untuk kepentingan semua orang. Sebuah harapan untuk keselamatan semua rakyat. Tentunya termasuk dalam alam berpikir ini, penyebab wabah bukan disebabkan oleh segelintir masyarakat.
_____________
Penulis: Tatang Yudiatmoko.