Sistem tumpangsari tersebut dinilai tak memberikan hasil maksimal pada jenis tanaman padi. Memang, di lahan tadah hujan di kawasan perbukitan, padi dinilai tak begitu cocok. terlebih ditanam secara tumpang sari.
Sebagaimana pengalaman Pardiyo. Petani asal Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari ini membuktikan bahwa meniadakan tanaman padi lalu menggantinya dengan populasi tanaman jagung yang lebih banyak memberikan hasil bertani lebih menguntungkan.
Pengalamannya melakukan analisis komparasi yang detail, sistem monokultur jagung lebih memberikan keuntungan. Sebetulnya tak murni monokultur jagung, hanya saja jumlah tanamannya lebih mendominasi dibanding ketela dan kacang tanah.
“Daripada menanam padi hasilnya sedikit, lebih baik dipenuhi tanaman jagung hasil lebih melimpah,” kata Pardiyo meyakinkan.
Pengakuannya, di lahan 2.400 meter persegi yang dimiliki panenan jagung dapat menghasilkan uang Rp. 5 jutaan.
Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan beras konsumsi, dari hasil menjual jagung tersebut dibelikan gabah di lain wilayah. Bahkan ia masih dapat menyisihkan uang dari hasil menjual jagung tersebut untuk kebutuhan lain.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Raharjo Yuwono memuji, inisiatif yang dilakukan Pardiyo cukup cerdas.
“Ini petani bisnis. Cukup inspiratif, lebih-lebih untuk daerah-daerah yang endemis hama uret,” Kata Raharjo mengapresiasi. (Kandar)