Semangat Entrepreneur Menjadi Kunci, Start-Up Tidak Membutuhkan Investor

oleh -4174 Dilihat
oleh
Selasasrawung#5 dilaksanakan oleh BLOCK71 bertempat di kantor BLOCK71 di Jalan Prof. Yohanes Sagan Yogyakarta. (Nurul)
Selasasrawung#5 dilaksanakan oleh BLOCK71 bertempat di kantor BLOCK71 di Jalan Prof. Yohanes Sagan Yogyakarta. (Nurul)

YOGYAKARTA, (KH),– Selasa, 12 Februari 2019. Selasasrawung#5  kembali dilaksanakan oleh BLOCK71 dan bertempat di kantor BLOCK71 di Jalan Prof. Yohanes Sagan Yogyakarta. BLOCK71 adalah sebuah ruang kemitraan fisik (co-working space) hasil kerjasama antara National University Singapura (NUS) dan Grup Salim. Dibentuk dengan tujuan untuk memfasilitasi dan mendorong ekosistem start-up di wilayah Yogyakarta agar dapat berkembang dengan pasar lebih luas. Selasasrawung  merupakan wadah BLOCK71 bagi para mitra untuk sharing tentang karya dan bisnis. Selasasrawung#5 menghadirkan tiga pembicara dan dua pemantik, yaitu: Aditya A. Nugraha (Direktur Utama Gamatechno), Donni Prabowo (Direktur Busines dan Partnership ABP), dan Saga Iqranegara (Hub Manager BLOCK71 Yogyakarta), sedangkan pemantik acaranya Fathin Naufal (CEO Gifood) dan Anggoro (Lead IDFS Jogja).

Tema  yang dibahas dalam Selasasrawung#5 tentang pentingnya investor untuk Start-up. Start-up adalah sebuah bisnis baru yang mendasarkan pada teknologi sebagai background bisnis. Start-up juga dapat dikatakan sebagai perusahaan yang baru didirikan dan berada dalam fase pengembangan serta penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Umumnya setelah perusahaan start-up didirikan, lantas akan mencari pendanaan atau investor.  Akan tetapi, apakah sebuah start-up harus selalu mendapatkan investor?

Pada kenyataannya, sebuah start-up yang mendapatkan dana dari investor tidak selamanya dapat membuat perusahaan tersebut berkembang. Donni, selaku Direktur Busines dan Partnership ABP, memberikan pandangan mengenai investor dalam sebuah start-up. Donni mengatakan bahwa investor dapat membawa keuntungan atau kegagalan dalam sebuah start-up. Investor membawa keuntungan jika pelaku start-up yang mendapat pendanaan dapat menguasai dengan benar start-up  yang dibangunnya, serta dapat memanfaatkan dana dari investor dengan benar.  Mengapa penguasaan terhadap start-up yang dibangun menjadi penting? Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa para pelaku bisnis start-up hanya mengharapkan hasil berupa uang di awal pembuatan, tanpa memikirkan kegunaan atau inti start-up tersebut dibangun. Ini lah sisi lain yang menunjukkan bahwa investor dapat membawa kegagalan sebuah start-up. Para pelaku bisnis tidak menguasai dengan benar tentang bisnis yang sedang mereka jalankan. Pelaku bisnis cenderung memikirkan tanggungjawab kepada investor yang telah mendanai start-up mereka.

Gisneo, selaku CEO Wideboard, menambahkan bahwa dengan adanya investor menjadikan para pelaku strart-up manja. Hal ini dikarenakan motif seseorang membuat start-up melulu untuk memerole pendanaan, bukan karena ingin start-up yang dibangun itu berguna untuk menyelesaikan masalah yang sedang berkembang. “Masalah investment saat ini membuat start-up menjadi manja, karena kita sekarang membuat start-up inginnya diinvest, bukan ingin menyelesaikan sesuatu, tapi inginnya diinvest. Jadi, jika kita inginnya menghasilkan uang dulu, maka kita tidak akan jadi apa-apa”, tutur Gisneo.

Baca Juga: Menghitung Penghasilan Fajar Sebagai Pengrajin Tusuk Sate

 

Lalu apa yang harus dilakukan agar pendiri start-up baru tidak bergantung kepada investor? Hal ini dijawab oleh Anggoro, selaku Lead IDFS Jogja, ia  mengatakan bahwa semangat entrepreneur menjadi kunci untuk mengatasi ketergantungan para pendiri start-up kepada investor. Saat seseorang sudah mempunyai semangat entrepreneur dalam menjalankan start-up, maka investor bukan lagi menjadi syarat utama yang harus dimiliki oleh para pendiri start-up. Justru para pemilik start-up yang sudah besar, mereka cenderung tidak ingin didanai oleh investor. Alasannya karena mereka tidak ingin bekerja dibawah tekanan investor. Maka, dalam hal ini, investor bukan lagi hal yang penting dalam sebuah start-up.

“Aku menggarisbawahi bahwa semangat entrepreneur-nya yang harus digali, karena ada rumus bahwa sebuah negara dikatakan maju ketika mempunyai jumlah interpreneur kisaran dua persen sampai tiga persen dari jumlah warga negara. Hal ini akan menjadi pola, entah itu software house, start-up, atau apapun, kalau semangatnya adalah entrepreneur maka negara ini akan maju”, begini pungkas Anggoro. (Nurul Aminah)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar