Warga Gunungkidul Budidayakan Bonsai Santigi, Pohon Khas Pantai yang Semakin Langka

oleh -4247 Dilihat
oleh
Budidaya Bonsai Santigi di Kapanewon Tepus, Gunungkidul.

TEPUS, (KH),– Situasi Pandemi Covid-19 melanda sudah hampir satu tahun. Banyak yang berubah dari tatanan masyarakat, mulai dari pola hidup dan kebiasaan, sampai lesunya perputaran ekonomi.

Kelesuan ekonomi ini mempunyai dampak yang luar biasa bagi pelaku usaha pada berbagai sektor. Namun ada satu hal yang unik, khususnya yang terjadi di dunia bonsai dan tanaman hias. Penghobi Bonsai di Kapanewon Tepus, misalnya. Mereka mengaku justru merasakan dampak positif dari keterampilannya dalam membudidayakan Bonsai Santigi.

“Semenjak pandemi melanda, usaha Bonsai dan tanaman, terutama jenis Bonsai Santigi justru mengalami peningkatan,” ujar Wahyu Iskandar, seorang pembudidaya Bonsai dari Kalurahan Sidoharjo, Kapanewon Tepus, Gunungkidul.

Menurut Wahyu, hal tersebut terjadi karena masyarakat banyak melakukan aktivitas di rumah akibat aturan yang berlaku untuk menekan penyebaran Covid-19.

“Masyarakat banyak yang merasa tertekan, mereka memerlukan hiburan yang dapat menghilangkan penat. Salah satunya adalah hobi Bonsai,” lanjutnya.

Kelesuan ekonomi dan dibatasinya pergerakan masyarakat secara umum, memang mempengaruhi banyak hal, diantaranya tingkat kebosanan, dan kejenuhan masyarakat menjadi semakin tinggi.

“Karena bingung mau melakukan apa, banyak warga yang beralih untuk menanam Bonsai guna mengisi waktu luang. Otomatis jumlah penghobi semakin banyak, perputaran uang di bidang ini juga meningkat,” kata Wahyu.

Wahyu Iskandar menjelaskan, usaha Bonsai, khususnya Santigi sudah digelutinya selama beberapa puluh tahun. Dirinya menilai pohon Santigi memiliki keunikan tersendiri.

“Struktur daunnya yang kecil-kecil, dan motif batang berkerak, menunjukkan ketuaan pohon. Proses pengerjaannya juga relatif lebih singkat jika dibandingkan bonsai lainnya,” lanjut dia.

Di kediamannya yang berada dekat dengan pantai ini terdapat ratusan tanaman Bonsai berbagai ukuran. Mulai dari bibit pohon, bakalan Bonsai, hingga pohon Bonsai yang sudah jadi. Saat ditemui ia juga memberi kiat atau cara bagaimana membuat tanaman Bonsai.

“Bonsai adalah seni dalam berproses, yang kita butuhkan adalah kesabaran dan keuletan, kita harus bisa menikmati semua prosesnya,” terangnya.

Menurut Wahyu, merawat Bonsai khususnya jenis pohon Santigi/Drini, sebetulnya tidaklah susah.

“Yang diperlukan hanya waktu khusus saja untuk memantau pertumbuhan pohon. Jika ada hama rumput ya dicabuti, pagi hari cukup disiram secara rutin,” terang dia.

Mengenai harga penjualan Bonsai, pria berambut keriting ini mengungkapkan bahwa nilainya bervariatif.

“Tergantung jenis pohon dan bentuknya. Saya jual bibit itu mulai dari lima puluh ribu rupiah. Kalau yang sudah dirawat lama, Bonsai sudah jadi ya harganya bisa mencapai puluhan juta. Karena pohon Santigi sendiri juga mulai langka,” ungkapnya.

“Khusus jenis pohon Santigi, sekarang ini dialam sudah mulai langka. Peminat pohon Bonsai Santigi tidak hanya berasal dari Gunungkidul saja melainkan banyak dari luar Gunungkidul. Rata-rata pembeli Bonsai saya adalah para wisatawan pantai di Kecamatan Tepus,” pungkasnya. (Edi Padmo)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar