Upaya Pelestarian Resan Beringin di Situs Pasar Kawak sebagai Mulabuka Pasar Argosari

oleh -1620 Dilihat
oleh
Bekas Pembakaran pada pokok pohon resan di area Pasar Kawak atau Pasar Argosari Lama
Bekas Pembakaran pada pokok pohon resan di area Pasar Kawak atau Pasar Argosari Lama

WONOSARI, (KH),– Suatu siang menjelang sore, suasana di depan Balai Dusun Seneng Kalurahan Siraman Kapanewon Wonosari tampak ramai oleh suara puluhan anak yang sedang bermain. Tampak beberapa mobil box beristirahat di bawah rindangnya pohon beringin yang menaungi area balai dusun. Ada pemandangan yang berbeda di mata: satu dari dua pohon beringin besar yang biasanya hijau rindang menaungi wilayah itu daunnya berguguran. Dahan dan rantingnya tampak meranggas kering. Jika saja sang pohon bisa berbicara layaknya manusia, dapat dipastikan dia akan mengatakan tentang kesakitan luar biasa yang sedang dirasakannya. Ya, pohon beringin besar yang diameternya tidak cukup dirangkul oleh 5 orang itu separuh tubuhnya tampak sekarat. Akar-akarnya yang menonjol tampak terluka oleh bekas pembakaran. Bau minyak solar darinya menyengat terbawa angin yang bertiup.

“Sekitar dua minggu yang lalu, waktu saya lewat, saya melihat beringin ini daunnya rontok dan mengering,” Sigit Nurwanto (30), salah seorang pemuda warga Dusun Seneng menyambut KH siang itu, sambil menerangkan kondisi beringin. “Kemarin atas inisiatif pemuda dan warga, kami menggali tanah bawah pohon. Kami menemukan tanah terkontaminasi benda semacam minyak atau solar. Ada beberapa bagian akar pohon yang kelihatan sengaja dirusak dengan cara dibacoki dan dibakar,” Olan (24), ketua Karang Taruna Dusun Seneng, menambahkan. “Sementara ini kami sedang mengumpulkan bukti-bukti, termasuk sampel tanah ini akan kami uji-laboratoriumkan. Jika memang sebuah tindakan yang disengaja untuk mematikan pohon beringin, kami akan membawa masalah ini ke ranah hukum,” Olan menambahi keterangannya dengan berapi-api.

Sigit dan Olan menunjukkan tanah yang berbau minyak dan akar pohon yang dirusak.[Foto:Padmo]
Sigit dan Olan menunjukkan tanah yang berbau minyak dan akar pohon yang dirusak.[Foto:Padmo]
Kemarahan dan kegusaran pemuda Dusun Seneng yang demikian memang dapat dipahami oleh siapa pun warga Seneng dan sekitarnya. Pohon beringin itu berhubungan langsung dengan “sejarah” Seneng atau asal-usul wilayah Seneng. Bahkan, jika ditarik lebih lebar lagi, keduanya terkait babad asal-usul Kota Wonosari. Selama ratusan tahun kedua resan beringin itu ikut menemani dan mewarnai perikehidupan mereka. Tempat dimana dua beringin itu tumbuh dan sekarang menjelma resan dulunya merupakan cikal-bakal pasar terbesar Gunungkidul, sebelum berpindah tempat ke Pasar Argosari Wonosari yang sekarang ini. “Cerita Simbah, tempat ini dulunya adalah Pasar Kawak atau Pasar Lama. Ceritanya, Ki Demang Seneng memenuhi permintaan istrinya Raden Ayu Ireng-ireng untuk membuatkan sebuah pasar,” ujar Sigit. Kebetulan Sigit adalah cucu Mbah Darso Rejo, juru kunci atau pemangku adat Pasar Kawak. Mengulangi cerita tutur Mbah Darso, Sigit mengatakan bahwa dua pohon beringin di area bekas Pasar Kawak adalah resan yang ditanam sendiri oleh Ki Demang Seneng. Beringin hijau ditanam di sebelah barat pasar, beringin putih di sebelah timur pasar.

Merujuk pada cerita tutur Mbah Darso itu, keberadaan Pasar Kawak dan dua resan beringin tidak bisa lepas dari kisah Dumadining Wonosari (wana: hutan, asri/sari: indah permai). Sesaat setelah kerja mbabad alas Nangka Dhoyong selesai, kemudian wilayahnya dinamai “Wonosari” (Wanasari).  Perkembangan Wonosari sangat pesat, oleh karenanya dibutuhkan sebuah pasar untuk mengakomodasi aktivitas ekonomi masyarakatnya. Maka, Pasar Kawak yang telah ada lebih dulu dipindahkan ke tempat di mana Pasar Wonosari sekarang berada. Artinya, Pasar Kawak sebagai asal-usul pasar dipindahkan ke pusat kota.

“Dulu Pasar Kawak bernama Pasar Argo Asri (Arga Asri). Kemudian setelah dipindah ke pusat Kota Wonosari dinamakan Pasar Argosari,” ujar Sigit menirukan cerita Mbah Darso. Konon ceritanya pemindahan dilakukan oleh pihak Kasunanan Solo: Paku Buwana VI. Beliau berpesan untuk hari pasaran di Pasar Argosari tetap pada hari pasaran Pon, sedangkan hari pasaran Jumat Pon agar tetap berlangsung di Pasar Kawak sebagai ingatan sejarah dan tradisi masyarakat Seneng. Bahkan hingga sekarang setiap hari pasaran Jumat Pon di Pasar Kawak masih diselenggarakan tradisi Midang, yaitu upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat yang punya nazar atau hajatan. Pada tradisi midang ini masyarakat datang ke area bekas pasar dengan membawa ubarampe upacara adat berupa: kelapa, gula merah setangkep, beras sak-fitrah, dan kupat wurung atau kupat luar. Pada saat prosesi, pemangku adat akan mengesahkan ubarampe dan menarik tali kupat agar terlepas. Hal ini mengandung makna bahwa niat atau hajat yang punya nazar sudah lunas atau luwar (terlaksana, terbebas). Dalam pelaksanaannya, ada penazar yang menanggap reyog atau shalawatan Jawa (terbangan) sebagai hiburan.

Bekas Pembakaran pada pokok pohon resan di area Pasar Kawak atau Pasar Argosari Lama.[Foto:Padmo]
Bekas Pembakaran pada pokok pohon resan di area Pasar Kawak atau Pasar Argosari Lama.[Foto:Padmo]
“Kami sebagai generasi penerus ingin menjaga tradisi, nguri uri. Pasar Kawak dengan dua resan beringin ini adalah sebuah kesatuan cerita leluhur kami. Tempat ini sudah ditetapkan sebagai situs budaya dusun. Keberadaannya harus dijaga. Jika memang ada yang berniat merusak, maka kami tidak terima. Pengrusakan adalah bentuk kriminalitas,” tegas Olan yang tampak menahan emosi. Menanggapi keadaan pohon beringin yang terindikasi dibakar, beberapa tindakan sudah dilakukan oleh pemuda bersama masyarakat untuk menyelamatkan keberadaan pohon beringin tersebut. Tanah di sekitarnya sudah dikeruk, batang dan akar pohon disemprot dan dibersihkan menggunakan mobil tangki air.

“Sekuat tenaga kami akan berusaha menyelamatkan pohon ini. Setelah disemprot, akan kami berikan penetral racun, media tanah baru, dan pupuk organik cair. Semoga resan-resan ini masih bisa diselamatkan,” harap Sigit yang diamini oleh Olan. Terlihat jelas di mata memang efek kontaminasi tanah oleh minyak serta akar yang dirusak pada separuh pokok pohon. Dahan, ranting, dan daun ke atas tampak kering dan rontok. Sementara separuh pohon yang lain tidak demikian, bagian bawahnya tidak terkontaminasi, dan daunnya masih  tampak menghijau.

“Kami tak habis pikir, apa salah mereka. Setiap generasi di Dusun Seneng mempunyai kenangan bermain main di bawah pohon yang rindang ini. Selain tempat ini digunakan sebagai Balai Dusun dan PAUD, juga menjadi tempat bermain bagi anak anak. Lalu dengan niat apa jika ada orang yang sengaja merusak pohon Beringin ini?” tanya Sigit tampak gusar.

Kondisi Resan Pohon Beringin di Area Pasar Kawak.[Foto:Padmo]
Kondisi Resan Pohon Beringin di Area Pasar Kawak.[Foto:Padmo]
Di dalam sistem ilmu pengetahuan kulawangsa Jawa, keberadaan sebuah resan memang tidak selalu sebagai penjaga sumber air, tetapi berfungsi sebagai petunggon atau penjaga wilayah. Resan merupakan penanda atau ‘tugu prasasti alamiah’ suatu wilayah atau bangunan baru. Kenyataannya sekarang, bangunan-bangunan baru seperti kantor pemerintahan dan sekolahan satu paket dengan adanya resan di sekitarnya. Selain sebagai perlambang pengayoman, resan merupakan perangkat penghijauan. Seringkali nama sebuah pohon resan menjadi sebuah nama tempat awal mula, yang akhirnya menjadi tenger (nama) sebuah dusun atau desa. Terkadang, desain peruangan yang mengatasnamakan pembangunan disertai pemahaman yang tidak utuh tentang esensi resan sebagai penjaga wilayah dan penanda ‘sejarah’ dusun atau desa berperan besar terhadap hilangnya pohon-pohon resan yang menjadi lambang spirit perjuangan para leluhur demi kemajuan dusun dan desanya.

Oleh karena itu upaya para pemuda dan masyarakat Dusun Seneng untuk menyelamatkan Resan Pasar Kawak, dimana Pasar Kawak merupakan cikal-bakal Pasar Argosari, pantas didukung demi keberhasilannya. Mereka, para pemuda, bercita-cita: beringin hijau dan beringin putih tinggalan Ki Demang Seneng masih bisa lestari. Keduanya mampu menemani dan menyertai generasi selanjutnya. Mereka ingin menjadi generasi  modern yang masih menjaga dan membawa serta nilai-nilai dan ajaran luhur para leluhur mereka sendiri tentang bagaimana merawat alam dan merawat kehidupan. Kesadaran masyarakat tentang lestarinya situs “keramat’ alamiah tentu harus selalu diupayakan dan digalakkan. Pihak-pihak yang kawogan (berkepentingan) tanpa terkecuali sepantasnya bersinergi dengan para pemuda dalam kerja bersama melindungi situs-situs alamiah seperti resan pohon beringin Pasar Kawak atau Pasar Lama itu.

[Edi Padmo]

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar