Turut Berupaya Tekan Bunuh Diri, Polres Gunungkidul Punya Program ‘Pelan’

oleh -
Bunuh diri
PELAN : Peduli Lansia, berupa kunjungan Polwan Polres Gunungkidul ke kediaman lansia di Gunungkidul. (dok. Polres Gunungkidul)

WONOSARI, (KH),– Angka kematian bunuh diri di Gunungkidul naik pada tahun 2021 ini. Kenaikannya cukup tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2020 lalu.

Data yang dimiliki Polres Gunungkidul, tahun ini ada 38 kasus kematian terjadi akibat bunuh diri. Jika dirinci, 37 kasus dilakukan dengan cara gantung diri. Sementara 1 lainnya dengan modus meminum cairan beracun.

“Tahun lalu ada 26 kasus bunuh diri, sebagian besar dengan gantung diri,” kata Kapolres Gunungkidul AKBP Aditya Galayudha Ferdiansyah, Rabu (29/12/2021) saat ditemui di salah satu rumah makan di Wonosari.

Kapolres mengaku prihatin dengan fenomena bunuh diri yang terjadi setiap tahunnya. Guna turut serta berkontribusi menekan angkanya, Polres memiliki program Pelan, atau Peduli Lansia.

“Program Pelan dilaksanakan oleh jajaran Polwan. Bentuknya memberikan kepedulian kepada orang lanjut usia (Lansia). Diantaranya berkunjung, menyapa dan memeberikan bantuan sosial,” kata Kapolres.

Kepedulian dan perhatian yang lebih besar diberikan kepada lansia, didasarai alasan yang kuat. Sebab, dari data yang ada, jika dilihat usia orang yang melakukan tindakan bunuh diri kebanyakan masuk kateogori lansia.

Wakapolres Gunungkidul, Kompol Widya Mustikaningrum menambahkan, selain menyalurkan bantusan sosial saat mengunjungi lansia, pemeriksaan kesehatan bagi lansia juga dilakukan.

“‘Pelan’ merupakan salah satu giat inovasi Polres Gunungkidul. Latar belakangnya banyak kasus bunuh diri yang dilakukan oleh ansia, terutama yang tinggal sendirian,” Kata Waka Polres melengkapi keterangan Kapolres.

Dalam kunjungan juga dilakukan sharing, serta ngobrol-ngobrol antara Polwan dengan lansia guna menghibur sambil memberi motivasi.

Selain menggelar ‘Pelan’ melalui Bhabinkamtimbmas, sosialisasi pencegahan bunuh diri juga disampaikan ke masyarakat.

Program tersebut masih akan digulirkan pada tahun mendatang. Kompol Widya berharap, perhatian kepada lansia dan sosialisasi mengenai pencegahan bunuh diri dapat menekan fenomena bunuh diri.

Terpisah, Psikiater RSUD Wonosari, dr Ida Rochmawati mengatakan, bunuh diri merupakan perkara rumit, merupakan irisan dari faktor risiko genetik, psikologis, sosial dan budaya serta faktor risiko lainnya.

“Terkadang berkaitan dengan pengalaman traumatik dan kehilangan yang pernah terjadi. Kasus-kasus bunuh diri menunjukan peristiwa dengan berbagai macam motif, berawal dari sebab-akibat yang unik (tidak bisa digeneralisir), bersifat kompleks, dan beragam situasi,” terangnya.

Kasus bunuh diri dan segala pemicu yang heterogen, menurut dr. Ida, menjadi tantangan bagi semua pihak untuk berperan bersama-sama dalam penanggulangan pencegahan bunuh diri.

“Tantangan ini dapat diatasi dengan mengadopsi pendekatan menyatukan pemahaman dan langkah di berbagai jenjang guna pencegahan bunuh diri,” imbuhnya.

Berdasarkan data yang telah dikaji oleh Imaji, faktor risiko bunuh diri yang terjadi di Gunungkidul yang paling besar yakni depresi.

“Dalam catatan kami, depresi menduduki rangking pertama karena mencapai 43 % sebagai penyebab bunuh diri. Pandemi yang berkepanjangan ini, meningkatkan tingkat depresi masyarakat,” imbuh dia.

Faktor lain yang menjadi pencetus, diantaranya adalah sakit fisik menahun 26 %, tidak ada keterangan 16 %, gangguan jiwa berat 6 %, masalah ekonomi 5 % dan masalah keluarga 4%. (Kandar)

***

Catatan Redaksi:

  1. Ayo bantu ringankan beban dan pulihkan keluarga terdampak bunuh diri, dan berhentilah mencemooh, mengolok-olok atau menghujat orang/keluarga penyintas dari bunuh diri. Kejadian bunuh diri adalah peristiwa kemanusiaan dan problema kita bersama, dapat menimpa siapa saja tanpa memandang status sosial, pendidikan, agama, jender, dan atribut-atribut lainnya.
  2. Ayo bantu cegah bunuh diri di Gunungkidul dengan cara peduli kondisi fisik dan kejiwaan anggota keluarga, sanak saudara, dan sesama. Berikan bantuan kepada sesama yang memerlukan dukungan permasalahan kejiwaan atau kesejahteraan mental.
  3. Menyambungkan sesama yang membutuhkan pertolongan problema kejiwaan dengan layanan kesehatan terdekat (Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit) atau layanan konseling kepada pemuka masyarakat dan pemuka agama setempat dapat menjadi upaya preventif mencegah bunuh diri.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar