
PANGGANG, (KH)— Keberadaan Angkutan Umum benar-benar semakin terpinggirkan, hampir di semua terminal atau titik transit/ ngetem bus kondisi penumpang semakin sepi. Tidak jauh berbeda, usaha jasa anguktan baik Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) dan Angkutan Perdesaan (Angkudes) semakin berat untuk dijalankan.
Seperti halnya di Terminal Panggang, setiap hari suasana terminal yang memiliki 2 jalur trayek ini semakin lesu. Selain jumlah armada semakin sedikit, tiap armada baik yang melayani rute Panggang- Wonosari dan Panggang-Imogiri hanya melakukan sekali jalan pulang pergi (PP).
“Armada jurusan Panggang- Imogiri ada bus Abadi, sekarang tinggal 4 bus saja yang beroperasi, kalau trayek Panggang-Wonosari ada sekitar 15 mini bus. Rata-rata jalan hanya setangkep atau satu kali pp,” jelas Harjiyo salah satu pemilik armada mini bus.
Warga yang tinggal tidak jauh dari terminal ini menyebutkan, untuk layanan jasa angkutan Panggang- Wonosari rata-rata hanya sampai tengah hari saja, atau biasanya setelah jam pulang anak sekolah, kemudian setelah itu tidak ada mini bus yang beroperasi.
“Kalau Minggu pilih libur, sangat jarang yang jalan, karena penumpang hampir tidak ada nanti hanya buang-buang BBM saja,” imbuhnya.
Pun demikian dengan trayek Panggang-Imogiri, empat bus Abadi memilih ngandang setelah siang hari. Kata Harjiyo, penumpang pedagang atau bakul dan sedikit anak sekolah tidak sebanyak dahulu, saat ini rata-rata sudah menggunakan sepeda motor sendiri.
“Saya memiliki sedikit tambahan pemasukan dari jasa angkut belanja BBM milik pedagang di sekitar kota kecamatan Panggang ini,” imbuhnya.
Kalau sore, sambung Harjiyo, terminal seakan mati, sangat sepi dari aktivitas. Ditanya mengenai hasil jasa angkutan dirinya menuturkan, apabila dikurangi biaya operasional jumlah bersih yang ia peroleh sangat sedikit.
“Dalam sehari paling antaraRp. 70 hingga 80 ribu. Kalau sedang ramai terkadang sampai Rp. 100 ribu, ini pun sangat jarang. Bahkan hari libur panjang atau musim Lebaran tidak juga jauh berbeda,” tukasnya. (Kandar)