Selalu Melebih-lebihkan Prestasi, Awas! Itu Gejala Gangguan Kepribadian Narsistik

oleh -697 Dilihat
oleh
ilustrasi. Sumber: https://www.dictio.id/

Kabarhandayani.com,– Narsistik, sebagaimana dikutip dari halodoc.com adalah kondisi gangguan kepribadian dimana seseorang akan menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi. Pengertian akan kepribadian narsistik sendiri berasal dari Yunani, ketika seseorang pemuda bernama Narcissus jatuh cinta pada bayangannya sendiri ketika tidak sengaja melihat dirinya pada kolam air.

Pengidap kepribadian narsistik biasanya merasa bahwa dirinya memiliki pencapaian yang luar biasa dan lebih baik dari orang lain dan merasa bangga secara berlebihan pada dirinya. Hal tersebut terjadi meskipun pencapaian yang dimiliki biasa saja. Pengidap narsistik juga biasanya memiliki tingkat empati yang rendah kepada orang lain, dan menganggap dirinya memiliki kepentingan yang lebih tinggi dari orang lain. Pengidap gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang mudah tersinggung dan bisa dengan mudah merasakan depresi ketika mereka di kritik oleh orang lain, meskipun mereka memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.

 Faktor Risiko Kepribadian Narsistik

Umumnya, kepribadian narsistik mudah ditemukan pada awal usia dewasa seseorang. Namun pada beberapa kasus, sebagian remaja yang baru mengalami pubertas juga akan memiliki sifat narsisme. Hal tersebut belum tentu akan berlanjut sampai mereka dewasa karena beberapa faktor juga memengaruhi kemunculan sikap narsisme. Berikut ini beberapa faktor risiko untuk gangguan kepribadian narsistik, yaitu:

  • Sikap orangtua yang meremehkan Si Kecil, mengejek rasa takut anak, serta kebutuhan Si Kecil;
  • Kurang pujian dan kasih sayang selama masa kanak-kanak;
  • Pujian serta memanjakan secara berlebihan;
  • Pola asuh atau pola didik orang tua yang tidak bisa diandalkan; dan
  • Mempelajari perilaku manipulatif dari orangtua.

Penyebab Kepribadian Narsistik

Sebenarnya penyebab utama yang bisa menyebabkan gangguan kepribadian narsistik belum diketahui. Seperti gangguan mental lainnya, penyebabnya sangat kompleks. Masa kanak-kanak yang disfungsional bisa saja memiliki korelasi dengan gangguan kepribadian narsistik. Faktor disfungsional tersebut bisa saja karena orangtua yang memanjakan anaknya terlalu berlebihan, memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap anak, perlakuan kejam terhadap anak, ataupun anak sering diabaikan oleh orangtua. Meskipun bisa jadi, tetapi terdapat faktor genetik yang membentuk perilaku nasrsistik. Hal tersebut dikarenakan adanya hubungan antara otak dengan perilaku serta kemampuan berpikir yang memainkan peran dalam perkembangan gangguan kepribadian narsistik.

 Gejala Kepribadian Narsistik

Kepribadian narsistik masuk dalam kategori gangguan kepribadian (antisosisal dan pembatasan diri) karena pada umumnya pengidap gangguan kepribadian ini memiliki perilaku yang dramatis dan emosional. Berikut ini gejala dari gangguan kepribadian narsistik, yaitu:

  • Percaya bahwa dirinya lebih baik dari orang lain;
  • Khayalan tentang kekuasaan, kesuksesan, dan daya tarik;
  • Melebih-lebihkan prestasi atau bakat;
  • Mengharapkan pujian konstan dan kekaguman;
  • Percaya bahwa diri sendiri istimewa dan berperilaku sebagai seseorang yang istimewa;
  • Gagal untuk mengenali emosi dan perasaan orang lain;
  • Mengharapkan orang lain untuk menyetujui ide dan rencana yang dibuatnya;
  • Mengambil keuntungan dari orang lain;
  • Mengekspresikan sebuah bentuk penghinaan terhadap orang-orang yang dianggap inferior (rendah);
  • Menjadi iri terhadap orang lain;
  • Percaya bahwa orang lain iri terhadap diri sendiri;
  • Kesulitan menjaga hubungan yang sehat;
  • Menetapkan tujuan yang tidak realistis;
  • Mudah terluka dan mengalami penolakan;
  • Memiliki harga diri yang rapuh; dan
  • Menampilkan diri sebagai orang yang keras kepala dan tidak emosional.

Namun di balik semua perilaku ini, terletak harga diri yang rapuh. Umumnya, Seseorang dengan kepribadian narsistik memiliki kesulitan untuk menerima kritik. Ia memiliki kecenderungan untuk menyembunyikan rasa malu dan rasa “terhina”. Setelahnya, ia bisa jadi bereaksi dengan kemarahan, penghinaan, serta berbagai cara untuk meremehkan orang lain, sehingga membuat dirinya terlihat lebih baik.

(Red)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar