Penanggulangan Antraks di Gunungkidul: DPKH Prioritaskan Pemberian Antibiotik Ternak di 2 Wilayah Ini

Petugas Kesehatan Hewan Gunungkidul memberikan antibiotik bagi ternak. KH.

GUNUNGKIDUL, (KH),– Menyusul kasus antraks di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) melakukan serangkaian langkah preventif dan penanggulangan. Tujuannya tak hanya menangani kasus yang ada, tetapi juga mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit zoonosis ini yang berbahaya bagi hewan maupun manusia.

Salah satu upaya strategis yang tengah dijalankan adalah pelaksanaan vaksinasi antraks yang dimulai pada bulan April ini. Vaksinasi ini menjadi bagian dari program pengendalian penyakit menular yang dirancang secara menyeluruh dan terintegrasi.

Bacaan Lainnya

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, menjelaskan bahwa respon cepat dilakukan segera setelah diperoleh hasil uji laboratorium yang mengonfirmasi adanya kasus positif antraks. Tim dinas langsung melakukan survei lapangan, pengambilan sampel, serta penanganan lokasi.

“Begitu hasil uji keluar, kami melakukan penyemprotan formalin di kandang dan lokasi penyembelihan yang diduga menjadi sumber penyebaran. Ini adalah langkah awal untuk memutus rantai penularan,” terang Wibawanti, Rabu (16/4/2025).

Tak hanya itu, pemberian antibiotik kepada hewan ternak juga dilakukan di dua wilayah prioritas, yakni Kapanewon Girisubo dan Kapanewon Rongkop. Sebanyak 248 ekor kambing dan 130 ekor sapi telah mendapatkan pengobatan sebagai tindakan pencegahan.

Sebagai bentuk edukasi dan peningkatan kewaspadaan masyarakat, Dinas juga melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) secara serentak di seluruh kalurahan di Rongkop, Girisubo, serta wilayah-wilayah yang memiliki riwayat paparan antraks. Kegiatan ini menyasar masyarakat secara langsung melalui kerja sama dengan pamong desa dan aparat kalurahan.

Wibawanti mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan waspada, serta menghindari kepanikan yang dapat berdampak pada stabilitas harga ternak di pasaran. Ia juga menekankan pentingnya pelaporan dini.

“Jika ada ternak yang mati mendadak, masyarakat diminta segera melapor ke puskeswan atau petugas terkait. Kami sudah menyiapkan skema kompensasi melalui peraturan daerah bagi peternak yang terdampak,” tambahnya.

Selain itu, masyarakat juga diingatkan untuk tidak menyembelih, menjual, ataupun mengonsumsi ternak yang menunjukkan gejala sakit atau sudah mati. Tindakan tersebut melanggar Perda Peternakan dan dapat memperluas penyebaran penyakit.

Senada dengan itu, Kepala Bidang Kesehatan Hewan, drh. Retno Widyastuti, menegaskan bahwa edukasi masyarakat adalah pilar utama dalam mencegah penyebaran antraks. Pada Senin (14/4/2025), dinas menggelar kegiatan KIE di enam kapanewon yang tergolong rawan.

“Kami melibatkan 21 tenaga medik dan paramedik veteriner dari berbagai unit, termasuk UPT Laboratorium Kesehatan Hewan dan Puskeswan, untuk menyampaikan edukasi di tiap kalurahan. Materinya mencakup bahaya antraks, cara penularan, serta prosedur pencegahan,” jelas drh. Retno.

Kegiatan ini akan terus dilakukan secara berkelanjutan dan masif, demi membangun kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya kesehatan hewan dan biosekuriti.

Dengan kolaborasi aktif antara pemerintah, petugas lapangan, dan masyarakat, serta implementasi vaksinasi, pengobatan, dan edukasi, diharapkan penyebaran antraks di Gunungkidul dapat dikendalikan secara efektif. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh penanganan cepat dan tepat terhadap penyakit hewan menular, demi perlindungan kesehatan hewan dan masyarakat secara luas.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar

Pos terkait