Nirwasita Pinesti: Memeluk Seni Tari Sejak Kecil

oleh -4706 Dilihat
oleh
tari
Nirwasita Pinesti saat tampil menari. (dok. Nirwa)

GUNUNGKIDUL, (KH),– Nirwasita Pinesti lahir di Jakarta, 20 April tahun 2009. Remaja dengan nama panggilan Nirwa ini lahir dari pasangan alm. RM. A. Irawan dan alm. Rini Widiastuti, S.Sn, M.Hum. Rutinitas masa kecil di Kota Metropolitan banyak ia habiskan bersama ibunya di anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Ibu Rini merupakan lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogya yang mendalami bidang seni pertunjukan tari. Dengan latar belakang itu ia dipercaya menjadi guru tari di sana.

“Ibu mengajar tari di Sanggar Surya Kirana,” kata Nirwa suatu sore saat ditemui di kediamannya.

Kebetulan, suami kedua Ny. Rini yang tak lain ayah Nirwa merupakan bagian dari keluarga Keraton Ngayogyakarta. RM. A. Irawan juga banyak memperdalam seni tari. Tentu saja tarian khas bangsawan yang merefleksikan kehalusan, unsur spiritual, dan keluhuran. Sehubungan dengan itu Ny Rini, selain mengajarkan jenis tari kontemporer, juga lebih banyak mengajarkan tarian klasik Jawa yang dikembangkan di kalangan istana atau keraton.

Meski tarian merupakan bagian besar dalam hidup keluarganya, Nirwa kecil mengaku tak cukup tertarik dengan kesenian tari. Akan tetapi, secara tak sadar ia kerap menirukan gerakan tari yang diajarkan ibunya ke murid-murid. Saat berada di rumah, Nirwa secara tak sengaja menirukan dan mengekspresikan gerakan tari. Si ibu pun diam-diam memperhatikan bakat putrinya itu.

Ny. Rini akhirnya memutuskan untuk mengenalkan Nirwa pada seni tari secara lebih serius dengan memasukkannya pada sanggar yang ia asuh. Ini menjadi perjalanan awal Nirwa dalam dunia seni tari. Nirwa pun segera aktif mempelajari dan berlatih menari. Dengan pesat ia menguasai berbagai Gerakan seni tari.

Tak lama belajar intens menari di Jakarta, Nirwa kemudian diajak pindah ke Gunungkidul bersama keluarga besarnya. Di rumahnya di Kalurahan  Karangtengah, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul ibunya mendirikan Sanggar Tari Guntur Mataram.

Di situ nirwa banyak digembleng bersama siswa lain. Darah seni yang mengalir di diri Nirwa menunjang bakatnya sehingga lebih menonjol. Nirwa kemudian dipercaya memperoleh tugas pada Tingalan Jumenengan Sri Sultan Hamengku Buwana  X tahun 2021 sebagai Dhudhuk (pembawa senjata pada tari Bedhaya Mintaraga yasan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwana X). Dia terlibat dalam pementasan pertama kali tarian yang diciptakan Sultan HB X itu.

Sebagaimana dilansir dari berbagai sumber, Bedaya Mintaraga merupakan tari yang menggambanrkan Raden Harjuna ketika sedang bertapa. Banyak pesan terkandung di dalamnya. Tarian tidak lepas dari ajaran mesu budi yang dapat diartikan sebagai usaha mengendalikan hawa nafsu, baik fisik maupun psikis.

Raden Harjuna bertapa untuk memenuhi darma kesatria dalam tugas melindungi rakyat. Kehadiran delapan istri Raden Harjuna, dalam Bedhaya Mintaraga sesungguhnya mengandung berbagai ajaran kesatria yang melekat pada sang manusia sejati.

Tak hanya di lingkup keraton, Nirwa banyak pula terlibat dalam pementasan dan perlombaan di berbagai tempat. Prestasi yang diukir juga cukup gemilang. Beberapa kesempatan pentas dan lomba membuatnya cukup terkesan. Salah satunya saat ikut dalam pementasan Lintas Nusantara Internasional Festival. Saat itu ia  tampil membwakan tari Tartaripura di Malay Heritage Centre Singapore pada tahun 2022 berkolaborasi dengan ibu dan kakaknya, Cinde Mayang Sekar.

Menjalani rutinitas sekolah di SMPN 1 Gedangsari, latihan hingga pentas membuatnya harus cerdik membagi waktu. Tantangan lelah fisik yang dihadapi tak membuatnya surut semangat untuk terus meningkatkan kommpetensinya dalam menari. Bahkan, ia sering berlatih hingga larut malam untuk mencapai tingkat keterampilan yang diinginkan. Tak jarang pula, dia harus meminta dispensi waktu kegiatan pembelajaran di sekolah untuk latihan menari. Beruntung pihak sekolah tak mempersulit. Sebaliknya, turut memberikan support.

Prestasi demi prestasi pun diukir. Antara lain; Juara 1 Lomba Tari Kreasi Kelompok FESSTAR oleh Universitas Negeri Yogyakarta (Kampus Gunungkidul) pada tahun 2022, Juara 1 Lomba Tari Klasik Gaya Yogyakarta Tunggal Putri SMK N 1 Kasihan pada tahun 2022, Juara 2 Lomba Tari Kreasi Virtual MAHARESI #2 oleh SMA N 2 Playen pada tahun 2022, Juara I Lomba Seni Tari Klasik Gaya Yogyakarta Tunggal Putri, Juara I Lomba Tari Klasik Tunggal Gaya Yogyakarta antar SMP se-DIY.

tari
Nirwasita memperoleh Peringkat I pada Jumbara PMR Tingkat Nasional IX oleh Palang Merah Indonesia. (dok. Nirwa)

Kesempatan pementasan dan penghargaan yang pernah ditorehkan baik dalam pertunjukan tunggal maupun berkelompok antara lain; Pentas Tari Sekar Pudyastuti Wetah pada Gala Dinner Borobudur Writer and Culture Festival di Pendapa Royal Ambarukma pada tahun 2017; Kolosal Medley Tari Nusantara (Ratoeh Jaroe, Angin Mamimiri Makassar, Tari Enggang Kalimantan, dan Topeng Ireng dari Jawa Tengah) bersama dengan SMK N 1 Ngawen di Lapangan Ngawen pada penurunan bendera 17 Agustus 2019; Lomba Tari Virtual “Nir Corona” Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 2020; Mengikuti Kelas tari virtual “Minang Kontemporer” bersama Nan Jombang Dance Company Padang 2020.

Tak hanya menari, banyak pula penghargaan pada bidang seni lain yang diraih. Contoh penghargaan bertaraf nasional yang didapatkan antara lain; Peserta Lomba Nembang Macapat Siswa SD Tingkat Nasional yang diselenggaraakan BPNB DIY, Peserta Kemah Karakter Virtual Anak Indonesia oleh Kemendikbudristek, Best Costume Flashmob Virtual LIVE seluruh Indonesia oleh Belantara Budaya Indonesia, serta Peringkat I Jumbara PMR Tingkat Nasional IX oleh Palang Merah Indonesia.

Bagi Nirwa, tak ada kata penat dan jenuh menjalani rutinitas menari. Lelah fisik memang terkadang menghampiri. Hal itu ia anggap manusiawi. Akan tetapi, kembali menari adalah jalan untuk segera pulih.

Katanya menegaskan, “menari menjadi sarana meditasi bagi saya.”

Siswa kelas IX ini tak luput dari rentetan cobaan dan guncangan hebat dalam dalam hidup. Pada usia yang masih belia, ayahnya mendahului pergi selamanya. Kehilangan sosok panutan tak menyurutkan spiritnya untuk terus sekolah dan belajar tari. Bahkan, saat ibunya menyususl ayah ke alam baka, Nirwa tetap gigih dan tegar. Persis sehari selepas ibunya menghadap Illahi, ia masih sanggup tampil mementaskan tari di Pelataran Candi Borobudur. Momentum ujian berat itu berhasil ia hadapi. Perasaanya boleh berduka, namun, sebagai penari, ia masih kuat momotivasi diri untuk tampil dengan prima.

Semenjak ibunya berpulang beberapa bulan lalu, ia tak patah semangat melanjutkan perjalanan meniti karir sebagai seniman tari. Kakaknya menggantikan peran sang ibu. Mendukung setiap langkah Nirwa dan melatihnya. Nirwa juga bergabung dengan sanggar Forseta Handayani.  Di tempat baru ini ia banyak belajar lagi beragam tari klasik gaya Yogya, tari kreasi baru, tari daerah lain serta banyak tari kontemporer.

Nirwa kembali menegaskan, seni tari adalah pintu menuju penyembuhan dan meditasi, di mana ia menemukan ketenangan dan keselarasan. Nirwa pun berniat akan terus menambah skill menari dan memperbanyak relasi serta memperdalam wawasan dunia seni dan budaya pada umumnya. Cita-cita yang ia genggam dan akan diwujdukan kelak yakni menjadi donsen seni tari serta menjadi koreografer ternama. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar