Mengenal Kelompok Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Gunungkidul (2)

oleh -13836 Dilihat
oleh
penghayat
Dwi Cahyo Hudoyono, ketua MLKI Gunungkidul. Ia sekaligus salah satu ketua paguyuban penghayat Mardi Santosaning Budhi. (KH/ Kandar)

PANGGANG, (KH)— Masih mengenai paguyuban penghayat atau Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI). Di Gunungkidul, salah satu paguyuban yang masih eksis yakni Mardi Santosaning Budhi (MSB). Paguyuban ini memberi ajaran kepada anggotanya diantaranya berupa ritual semedi rutin.

Dwi Cahyo Hudoyono, ketua atau guru spiritual MSB Gunungkidul menyampaikan, apabila anggota menganut sebuah agama tertentu, maka ia meminta untuk beribadah sebaik mungkin sesuai perintah agama tersebut. Dengan begitu ilmu kebatinan dari MSB akan lebih dengan mudah diterima.

Ajaran MSB yang bersifat rutin yaitu semedi, biasa dilaksanakan pagi, sore serta menjelang tidur. Semedi pagi untuk menjaga aktivitas pada siang hari, semedi sore untuk menjaga aktivitas malam, serta semedi menjelang tidur untuk menjaga selama tidur.

“Ritual semedi tidak selalu memerlukan tempat khusus, biasa dilaksanakan antara rentang waktu 5 hingga 30 menit. Pagi biasa dilaksanakan setelah bangun tidur, rata-rata setelah terbit matahari. Saat menjalankan semedi kondisinya harus bersih,” terang Dwi.

Kegiatan lain berupa Mirid, yaitu merupakan tindakan menurunkan ilmu kepada murid. Dilakukan dengan membaca rapal-rapal atau mantra ilmu kebatinan. Pelaksanaannya tiap malam senin dan kamis. Selain dihadiri anggota yang kebanyakan berasal dari Desa Girisuko, Panggang, juga ada dari DIY dan Jateng.

Selain itu, ada juga kegiatan pada malam 1 Sura. Rumah Dwi Cahyo biasanya penuh oleh sesama penganut pada malam tersebut. Mengenai pelaksanaan kegiatan itu ia mengaku tak memaksa semua anggota untuk hadir. Sebagai ganti kehadiran, untuk menjalin dan memudahkan komunikasi ia mengaku membuat group media sosial dengan sesama anggota.

“Sebagai guru spiritual pada malam tersebut saya mengajak dan menanamkan ajaran budi pekerti kepada anggota. Pada intinya jangan sampai berbuat yang tidak baik, mengganggu orang, Negara dan sebagainya. Ilmu untuk melatih diri agar banyak bersyukur, banyak sabar, dan pasrah kepada Tuhan,” urainya.

Kegiatan tersebut juga sebagai instropeksi, dan kontrol perilaku. Pengakuannya, selama ini seluruh anggota dalam hal bersikap dan bertindak selalu baik. Manifestasi tindakan baik berdampak positif, misalnya dari segi ekonomi hingga hubungan sosial kemasyarakatan yang dijalani anggota MSB juga membaik. Setidaknya sesuai dengan ukuran kemampuan dan kapasitasnya masing-masing.

Sebagai makhluk sosial yang berbudaya yang hidup di tengah masyarakat maka ia pun berupaya selalu mengajak anggota penghayat agar dapat berbaur dengan masyarakat serta menghindari konflik yang berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Meski telah menjadi anggota, ia mempersilahkan kepada anggota untuk memilih serta mengikuti ajaran agama samawi yang ada saat ini. Sebab, ajaran MSB diklaim tidak bertentangan dengan agama-agama yang diakui oleh Negara. Keberadaannya justru dapat memperkuat keyakinan agama tersebut untuk mendorong laku kehidupan agar tidak menyimpang sebagaimana diperintahkan agama-agama secara umum.

Ajaran MSB bersifat memberikan dukungan kepada agama apapun. Ia menyarankan anggota penghayat untuk beribadah sebaik mungkin sesuai agamanya. Hal tersebut cukup berpengaruh bagi anggota paguyuban itu sendiri. Seseorang yang menjalankan ibadah agamanya secara baik maka dalam rangka menerima dan melaksanakan ajaran ilmu dari paguyuban juga lebih mudah. Upaya Mirid yang dilakukan Dwi, yakni dalam mentransfer ilmu menjadi  tidak berat.

Kemudian saat ditanya mengenai kepemilikan pusaka-puskaka di rumahnya, ia mengaku sekedar untuk menjaga dan melestarikannya saja agar keberadaannya tidak punah. MSB tidak memandang pusaka sebagai benda yang memiliki kekuatan tertentu tetapi sebagai bentuk penghargaan atas karya siapapun yang telah membuat.

“Membuat pusaka tidak semudah membuat pisau dapur, kira-kira begitu. Selain itu untuk menilai seni dari sebuah karya pusaka,” jawab Dwi menganalogikan mengenai kepemilikannya berbagai benda pusaka di rumahnya.

Ia pun menekankan agar lebih percaya kepada Yang Maha Kuasa bukan kepada benda tersebut. Pensiunan guru ini menandaskan, apabila ada ajaran yang menyimpang maka perlu dihindari.

Ia kembali sedikit mengisahkan, dulu ia tahu keberadaan MSB lansgung dari orang tuanya. Lantas dia pun memutuskan mengikuti serta meneruskan apa yang dianut orang tuanya tersebut karena memiliki tujuan agar paguyuban atau kelompok penghayat tetap eksis dan ilmu yang dimiliki dapat dipertahankan. (Kandar)

Artikel sebelumnya, ( Bagian 1)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar