Manisnya Panen Cabai Saat Harga Melambung

oleh -3944 Dilihat
oleh
Nurdin sedang memanen cabai. KH/ Kandar
Nurdin sedang memanen cabai. KH/ Kandar
Nurdin sedang memanen cabai. KH/ Kandar

WONOSARI, (KH)— Atas kemampuan melihat peluang pasar serta keberanian bertani secara “berbeda” dengan petani secara umum mendatangkan berkah tersendiri bagi Nurdin. Bagaimana tidak, saat harga cabai melambung tinggi saat ini ia tengah memanen cabai yang ia tanam.

Perbedaan cara bertani pemuda pemilik nama lengkap Muhammad Nurdin ini yakni mengenai jenis tanaman yang ditanam tidak mengikuti atau sama dengan petani pada umumnya. Ia tidak mengikuti musim tanam tanaman tertentu seperti mayoritas petani lain. Seperti saat ini, saat petani secara umum tengah menunggu panen padi ia mulai memanen cabai.

“Yang dijadikan alasan sebatas hukum pasar mengenai ketersediaan komoditas saja,” ujar Nurdin disela memetik cabai di lahan tanam seputar Desa Kepek, Wonosari, Selasa, (3/1/2016).

Ungkapnya, jenis cabai hijau atau cabai keriting saat ini berada pada harga tertinggi. Hal ini pertama kali ditemui selama ia menjadi petani sayur. Harga jual ke tengkulak tiap kilo gram cabai mencapai Rp. 24 ribu. Prediksinya, tanaman cabai sebanyak 6000 bibit itu dapat menghasilkan 3 ton cabai hingga nanti sampai pada pemetikan terakhir.

“Sehingga total hasil minimal Rp. 50-an juta. Jumlah tersebut merupakan akumulasi penjualan sebanyak kurang lebih 30 kali pemetikan dimulai dari panen pertama kali ini,” terang Nurdin.

Sambung Nurdin, keuntungan dirasa berlipat karena mulai dari bibit hingga sarana tanam yang lain termasuk pupuk merupakan bantuan dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Gunungkidul. apabila keseluruhan dari proses awal tanam menggunakan biaya sendiri maka modal ditaksir mencapai antara Rp. 12 hingga 15 juta.

“Waktu tanam hingga panen sekitar 2,5 bulan. Beberapa tantangan memang cukup beresiko, karena intensitas hujan tinggi ancaman jamur rentan terjadi,” lanjut Nurdin.

Berkat ilmu dan pengalamannya bertani, pemuda ini mampu mengatasi gejala-gejala penyebab kemungkinan gagal panen. Dirinya mengaku akan terus menerapkan sistem cara bertaninya, yakni tidak mengikuti apa yang ditanam oleh petani secara umum.

Dirinya tidak menampik adanya warisan paradigma petani yang mengakar kuat sejak zaman dahulu. Pandangan bahwa apabila menyimpan padi atau bahan pangan maka membuat hati tenang dan tenteram masih disetujui masyarakat luas.

Menurutnya, hal tersebut sah-sah saja, tetapi modernisasi dalam bertani perlu dipelajari dan diterapkan terlebih kepada generasi petani muda saat ini. Toh, hasil menanam tanaman lain apabila dibelikan beras masih ada sisa keuntungan. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar