Kemiripan cerita yang dituturkan Sukiman dengan versi pertama terletak pada datangnya bala tentara Mataram Kartasura yang meminta agar Ki Surameja mengakui atau masuk ke wilayah yang dipimpin Sunan Amangkurat Amral. Diriwayatkan, wilayah di mana Ki Surameja tinggal memang dikenal belum menjadi bagian atau masuk ke dalam wilayah pemerintahan suatu kerajaan. Mereka hidup secara berkelompok dalam permukiman desa dengan merdeka. Pada waktu itu Surameja menolak, bahkan ketika diminta secara paksa ia melawan. Surameja diketahui sebagai tokoh digdaya, rombongan bala tentara dari Mataram Kartasura bahkan sempat ditumpas habis oleh Ki Surameja dan para pengikutnya.
Pengiriman bala tentara kembali dilakukan oleh raja Mataram Kartasura. Dikisahkan pasukan yang datang waktu itu dipimpin Ki Tumenggung Prawiropekso. Peristiwa perang dan kejar-kejaran antara pasukan Mataram dan R Surameja inilah yang menyertai penamaan wilayah-wilayah atau titik atau blok di seputaran wilayah Karangmojo. Nama-nama tersebut tetap dikenal atau dipakai sebagai nama tempat hingga saat ini.
Sewaktu aksi kejar-kejaran, kuda (jawa: jaran) milik musuh Surameja mati, kemudian lokasi terjadinya kejar-kejaran tersebut dinamai Jaranmati. “Musuhnya kewalahan hingga terheran-heran dengan keampuhan Ki Suromojo,” tutur lelaki berusia 82 tahun ini beberapa waktu lalu. Di tengah buncah, dan keder mengahadapi Ki Surameja, bala tentara Mataram Kartasura menanyakan perihal kesaktian Ki Surameja kepada saudara Ki Surameja sendiri. Tokoh yang dimintai petunjuk ini dikemudian waktu menjadi Demang Jaranmati Karangmojo.
Aksi kejar-kejaran terjadi lagi, berdasar petunjuk bahwa kesaktian Ki Surameja berada pada sebuah jimat, yakni berupa tusuk konde yang dikenakan di rambutnya. Rambut Ki Surameja sangat panjang, singkatnya oleh musuh tusuk konde dipanah. Konde (gelungan) atau ikatan rambutnya terlepas, sehingga jimat atau pusaka jatuh. Kemudian rambut Ki Surameja menjuntai terjela hingga menyentuh tanah. Masih dalam aksi kejar-kejaran, lantas kaki Ki Surameja kegubet (terikat tidak sengaja) oleh rambutnya sendiri. Peristiwa ini terjadi di sebelah barat Jaranmati, atau sebelah selatan Pongangan, sehingga kawasan ladang di wilayah tersebut dinamakan Dokgubet. Itulah pengingat peristiwa yang dialami Ki Surameja.
“Karena kegubet itu, ia berhasil ditangkap oleh bala tentara Mataram Kartasura. Setelah ditangkap, ia disidang yang kemudian hendak dibunuh,” papar mantan dalang wayang kulit senior ini. Ki Surameja berpesan kepada anak cucu keturunannya. Karena ia sudah kalah, jika warga akan ikut atau masuk menjadi bagian Mataram Kartasura atau juga menganut agama baru dipersilahkan, tetapi jangan sampai meninggalkan adat tradisi.
Versi kemunculan nama Desa Karangmojo sendiri, oleh Sukiman disebut mulai ada atau saat Bethara Katong (salah satu putra Prabu Brawijaya) singgah atau menempati sebuah “karang” atau tempat yang di sekelilingnya ditumbuhi pohon Maja, sehingga tempat tersebut hingga saat ini bernama Karangmaja (kini: Karangmojo). Mengenai waktu terjadinya peristiwa penamaan wilayah ini masih memiliki runtutan cerita dengan perjalanan Ki Surameja.
KH berusaha mencoba melacak makam atau petilasan Ki Surameja, namun berdasar keterangan tokoh sepuh setempat tidak diketahui keberadaannya. Beberapa situs kuno yang disebut menjadi tempat aktivitas zaman dahulu yakni sebuah pemandian, berupa sebuah mata air, sumber air atau belik bernama situs Pongangan. Di sebelah utara sumber air di situs Pongangan saat ini berupa kawasan pertanian atau sawah masyarakat.