Lewati ke konten
KH
  • 20 April 2021, 01:51
  • Pencarian
  • SEPUTARGK.ID
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
iklan kpp pratama
  • Home
  • Flash
  • Humaniora
  • Ekonomi
  • Edukasi
  • Sains&Tekno
  • Wisata
  • Kesehatan
  • Ekologi
  • Ragam
  • Advertorial
  • Nasional
  • Regional
  • Opini
  • Historia&Mitologi
  • Seni Budaya

Kampung Pitu (1): Komunitas Adat di Desa Nglanggeran

3 Februari 2015, 16:1225 Maret 2021, 08:00oleh KH-

Penulis: Hadi Risma, Penyuluh Budaya Kemendikbud RI

Kampung Pitu adalah sebuah komunitas adat yang masih tetap eksis di tengah gempuran budaya masyarakat yang semakin modern. Komunitas adat ini berada di dataran tinggi Pegunungan Nglanggeran. Tepatnya di Padukuhan Tlogo, Desa Ngalanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul.

Menurut penuturan sesepuh adat, Mbah Yatno Rejo, komunitas ini sudah ada sejak dahulu. Beliau sendiri adalah sesepuh adat generasi ke-empat. Diperkirakan keberadaan komunitas ini sudah ada di Padukuhan Tlogo sejak 200-an tahun yang lalu.

Sebelum Kampung Pitu menjadi hunian penduduk, kampung ini adalah hutan belantara. Konon di hutan ini terdapat sebuah pohon langka bernama pohon kinah gadung wulung. Selain terbilang langka, pohon ini juga menyimpan sebuah pusaka yang menurut cerita memiliki kekuatan besar. Pihak keraton yang mengetahui hal tersebut, langsung mengirim utusan ke Gunung Nglanggeran untuk menjaga, membersihkan daerah sekitar pohon dan merawat pusaka yang berada di dalamnya.

Makam Mbah Ira Dikrama Foto : Hadi Risma

Untuk mendapat orang terbaik, pihak keraton kemudian membuat sayembara untuk menentukan siapa yang akan berangkat ke Gunung Nglanggeran. Bagi siapapun yang sanggup melaksanakan tugas dari keraton, maka akan diberi tanah secukupnya untuk anak dan keturunannya. Pusaka tersebut menarik banyak orang untuk mendapatkannya. Dari beberapa  orang, hanya Eyang Ira Dikrama yang mampu menjalankan perintah dari Keraton. Setelah Eyang Ira Dikrama berhasil masuk hutan dan mengamankan pusaka yang berada di dalam pohon kinah gadung wulung, selanjutnya pusaka tersebut disimpan di Keraton Yogyakarta.

Akhirnya, setelah itu banyak empu dan orang sakti yang berdatangan ingin tinggal di daerah Tlogo, namun hanya tujuh orang yang kuat hidup. Sisanya meninggal, karena tidak kuat dengan efek dari benda pusaka tersebut yang masih memiliki kekuatan supranatural yang tinggi.

Jumlah kepala keluarga (KK) yang tinggal di Kampung Pitu dari dahulu hingga sekarang tetap berjumlah tujuh, tidak kurang tidak pula lebih. Apabila dari keturunan mereka sudah menikah dan ingin mendirikan rumah dan KK sendiri, maka harus keluar dari sekitar Padukuhan Tlogo. Kalaupun tetap ingin tinggal di sekitar Tlogo, maka harus menunggu sampai ada kepala keluarga yang meninggal terlebih dahulu.

Menurut cerita, bila ada seorang warga Kampung Tujuh yang mendirikan bangunan rumah dan jumlah KK lebih dari tujuh, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kepala keluarga sering sakit-sakitan atau tidak betah sehingga ingin pergi dari rumahnya. Bahkan, bisa saja ada kejadian gaib yang mengganggu kehidupannya, lebih parah lagi bisa mengakibatkan kematian. Keanehan tersebut masih ada sampai sekarang. Hal ini menjadikan kawasan Tlogo terkesan unik dan sakral.

Itulah sejarah singkat, mengapa kampung tersebut disebut Kampung Pitu, karena memang penduduk yang berada di pemukiman ini berjumlah tujuh kepala keluarga (7 KK). Anehnya jumlah 7 KK itu tidak pernah berkurang dan tidak pula bertambah. Dari dahulu hingga sekarang jumlahnya tetap 7 KK.

Menurut penuturan sesepuh adat, pernah ada masyarakat luar yang mencoba tinggal di Kampung Pitu, namun mereka tidak bertahan lama. Terlepas dari hal sakral dan mitos tentang Kampung Pitu, hal yang menjadi faktor utama orang di luar kampung tidak bisa bertahan lama di Kampung Pitu adalah faktor geo-ekonomi.

Perkampungan ini terletak di dataran tinggi yang sulit diakses. Jalan menuju ke lokasi terbilang sulit dijangkau. Kendaraan roda empat bisa dipastikan tidak bisa memasuki perkampungan ini. Jarak antara rumah satu dengan rumah lainnya sangatlah jauh. Di kampung ini tidak ada toko kelontong ataupun warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok warga harus keluar kampung dan berjalan berkilo-kilo menuju toko di luar kampung.

Baca artikel selanjutnya: Kampung Pitu (2): Masih Menjaga Tradisi Sampai Kini

Berbagi artikel melalui:
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Komentar

Komentar

Ditag Kampung Pitu Pathuk Tlogo
Baca Juga
  • Safari Tarawih Bupati Gunungkidul Pertimbangkan Zona Aman
  • Semangat Birrul Walidain XVI di Tengah Pandemi, 5.161 Arwah Didoakan
  • Pada Dialog Lintas Agama, Sunaryanta Sebut di Gunungkidul Tidak Ada Kasus Intoleransi
  • Disaat yang Lain Berharap Bantuan, Rafiah Memilih Mundur Sebagai Penerima PKH
  • Humanity & Inclusion Indonesia Serahkan Bantuan di Gunungkidul
oleh KH
  • Ikuti Kami Pada

Navigasi pos

Pos sebelumnya Kandang Sapi Terletak Jauh dari Pemukiman
Pos berikutnya Kampung Pitu (2): Masih Menjaga Tradisi Sampai Kini
  • Whatsapp

Artikel Terkait

  • Dinsos DIY Membuat Puluhan Rumah Bagi Gepeng di Nglanggeran
  • Kampung 7 KK Salah Satu Keunikan di Desa Nglanggeran
  • Kampung Pitu (2): Masih Menjaga Tradisi Sampai Kini
  • Pedagang Buah Desa Putat
  • SLB Suharjo Putro Mendapat Bantuan Sumur Bor

Komentar

iklan bdg baru
iklan perumahan

RSS SeputarGk.id

  • Tanya Besar di Makam Besar
  • Green Village Gedangsari, Destinasi Wisata Saat Ini Lagi Merana
  • Tanjakan Clongop: Jalur Penghubung Terdekat Antara Gedangsari dengan Wedi Klaten
  • Dik Al Dilantik Jadi Dukuh Gude II Bantalwatu Tepus
  • Pameran Seni Rupa Perupa Perempuan Gunungkidul: antara Gagasan dan Realita
  • Pecatur dari SD di Pelosok Ponjong Menjuarai O2SN Catur

Artikel Terpopuler

  • Minggu Pahing Dipilih sebagai Hari Baik untuk Membangun Rumah
  • Cara Membuat Sapi Betina Cepat Kawin Secara Alami
  • Mengenang Budi Baik Ki Seno: 8 Bulan Absen Pentas, Honor Wiyaga Tetap Dibayar Pe…
  • Ini Cara Membuat Bibit Kelapa Agar Cepat Tumbuh
  • Dua Bulan Sebelum Meninggal di Kapal Nelayan Taiwan, TKI Asal Gunungkidul Sempat…
  • 40 Hari Ki Seno Tutup Usia: Ika Suhesti, Pesinden Gunungkidul Ini Berbagi Kenang…
  • Mudik Ke Gunungkidul, Tantri Kotak Sebut Masih Berkerabat Dengan Manthous
iklan-barengan-2

KabarHandayani – SeputarGK

(c) 2014 KabarHandayani. All right reserved.
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pasang Iklan
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Ketentuan Penggunaan