
WONOSARI, (KH)— Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ke- 71 yang jatuh pada tanggal 25 November diperingati. Peringatan kali ini memiliki tema besar atau pesan semangat untuk membangkitkan kesadaran di dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Sebagaimana disampaikan Sekretaris PGRI Gunungkidul, Joko Suryanto, M. Pd, setiap momentum HUT PGRI selalu ditekankan pada peningkatan kualitas guru. Selama ini kesan yang muncul dari pihak lain bahwa PGRI hanya mengejar hak-hak semata, sehingga sekarang ditegaskan lagi bahwa di semua jenjang pendidikan harus meningkatan kualitas dan mutu guru.
“Bagaimana secara kolektif meningkatkan kualitas guru demi mutu pendidikan,” ujarnya. ia menyebutkankan saat ini anggota PGRI se Gunngkidul yang memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) sebanyak 10.850 guru baik PNS dan Non PNS.
Menurutnya, banyaknya anggota memiliki nilai plus minusnya, seperti didalam upaya peningkatan kualitas guru, dengan anggota sebanyak itu kendala yang dihadapi saat ini yakni pada pelaksanaan teknis belum bisa dilaksanakan secara massal.
“Misalnya pada kegiatan pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang diikuti oleh guru kepala sekolah dan pengawas,” katanya memberikan contoh upaya peningkatan kualitas guru. Karena belum dapat menyasar secara keseluruhan anggota sehingga masih sebatas unsur-unsur perwakilan dari kecamatan saja.
Upaya lain yang sudah ditempuh ialah mengadakan pelatihan tentang Penilaian Angka Kredit (PAK), selain itu PGRI juga aktif dalam kegiatan publikasi ilmiah, pihaknya menggandeng Universitas Proklamasi, dan salah satu surat kabar. Guru berlatih menulis, bagaimana sebuah tulisan berupa jurnal, atau jenis tulisan lain agar dapat diterbitkan di media.
Sambung Joko, untuk mengatasi kekurangan karena belum terlaksananya kegiatan secara besar bersama seluruh anggota itu, maka kesadaran melalui konsolidasi ditingkat internal pada sekup ranting terus dilakukan. Tidak hanya mengenai hak saja, semua guru diminta untuk aktif meningkatkan dan mengejar kualitas serta kompetensinya.
Realitas Hak Dan Kewajiban Guru Honorer
Berbicara mengenai hak dan kewajiban, realitas yang dihadapi cukup ironis, utamanya mereka yang berstatus guru honorer, di satu sisi kewajiban yang harus dipenuhi adanya tuntutan sama dengan Guru PNS tetapi hak (honor) yang diterima sangat minim.
“Hal ini selalu diperjuangkan, tetapi memang sangat sulit. Perhatian Pemerintah daerah (Pemda) terhadap guru honorer juga sangat kurang, komitmen pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer cukup rendah, masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain,” urainya.
Disebutkan, honor bagi guru honorer yang ada berupa insentif-insentif bulanan antara Rp. 200 sampai Rp. 250 ribu, jumlah itu dianggap sangat tidak layak diberikan bagi mereka yang memiliki kewajiban mencerdaskan anak bangsa. “Pegawai swasta saja diberikan standar Upah Minimum Propinsi (UMP),” tambah Pengawas SD di Disdikpora Gunngkidul ini.
Adanya moratorium atau larangan mengangkat guru honorer, membuatnya berupaya selalu mendorong kepada Pemda agar guru honorer mendapat Surat Keputusan (SK) dari bupati, diharapkan dengan adanya SK itu pemerintah daerah memberikan honor. “Seberapapun lah, tidak harus memaksakan standar jumlah tertentu pada setiap bulannya,” pintanya.
Dalam skala nasional, perjuangan PGRI yang dilakukan agar pemerintah menetapkan adanya UMP Plus bagi guru honorer. Mengenai hal ini, secara hirarkis dipimpin oleh Pengurus Besar (PGRI), sehingga apabila nanti PB PGRI berhasil, artinya keberhasilan pula bagi semua wilayah.
“Namun saat ini di daerah-daerah lain sudah banyak yang berhasil menerapkan adanya UMP plus, seperti di Samarinda, dan sebagian Jawa timur,” jelasnya. Adapun secara umum dilapangan yang terjadi ialah, honor guru honorer dibebankan kepada anggaran sekolah, yang secara nyata tidak mencukupi untuk memberikan honor yang layak atau sekedar mendekati UMP.
Keberhasilan adanya penetapan UMP plus tersebut juga tergantung pada bargaining dari PGRI kepada Pemda, ditambah lagi sejauhmana dukungan dari anggota dewan. Mengenai upaya yang pernah dan akan terus dilakukan diantaranya melakukan negosiasi melalui kegiatan audiensi bersama bupati dan DPRD, pihaknya selalu menegaskan bahwa kewajiban guru honorer dan guru PNS itu sama, tetapi kenyataannya pemerintah masih menutup sebelah mata dengan asumsi anggaran yang belum memadai dan lain sebagainya, sehingga anggaran yang diberikan khususnya kepada guru honorer terkesan apa adanya.
“Jawaban besok atau tahun depan selalu saja muncul tetapi kita tetap selalu menagih, itu yang menjadi keprihatinan secara nasional maupun lokal,” katanya mengungkapkan kekecewaan.
Ditanya mengenai adanya kemunculan organisasi guru yang lain, ia menganggap bukan suatu masalah. Keberadaan wadah organisasi guru yang ada dapat saling mengisi kekurangan masing-masing. Meskipun yang muncul dipermukaan terkadang seolah ada perselisihan tetapi ia menegaskan itu tidak benar. Dirinya berharap jangan sampai antar organisasi profesi saling bertabrakan dalam hal kepentingan tetapi lebih baik bersama membangun pendidikan memajukan bangsa.
Perlu diketahui, urainya, terbentuknya PGRI dilatarbelakangi semangat proklamasi 17 Agustus 1945 yang menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat dihapuskan.
Kata dia, Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Nega Kesatuan Republik Indonesia. “Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 atau seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, PGRI didirikan,” papar Joko menerangkan latar belakang PGRI.
Untuk itulah mengapa tanggal 25 desember dijadikan hari guru nasional, karena merupakan HUT PGRI sehingga pemerintah memberikan apresiasi sebagai hari Guru Nasional (HGN). (Kandar)