PLAYEN, (KH)— Naiknya harga daging sapi beberapa pekan terakhir tidak berdampak pada naiknya permintaan kebutuhan lauk pauk masyarakat lainnya.
Hal ini dinyatakan ketua kelompok sentra industri tempe Padukuhan Toboyo, Plembutan, Playen, Sakiyah, menurutnya, kendati harga daging sapi mengalami kenaikan tak serta merta kebutuhan lauk masyatakat beralih ke tempe.
“Tidak begitu terasa, dalam cakupan padukuhan atau masyatakat ekonomi menengah ke bawah memang tidak biasa kesehariannya makan daging sapi. Lantas peminat daging sapi biasanya golongan ekonomi menengah keatas, konsumai daging itupun tidak selalu rutin tiap hari,” ujarnya, Jumat, (29/1/2016).
Pernyataan itu diungkapkan karena permintaan tempe di Kelompok Olahan Tradisional Sumber Rezeki tidak mengalami kenaikan, kelompok yang berdiri tahun 1997 itu jumlah produksinya cenderung stabil.
Kisaran prduksi harian disampaikan, 13 dari 20 anggota yang masih aktif memproduksi dalam satu periode harian pasaran melakukan dua hingga tiga kali produksi.Tiap kali pembuatan, lanjutnya, satu pembuat menghabiskan rata-rata lima sampai tujuh kilogram kedelai, sehingga dalam satu kelompok dalam sekali pembuatan menghabiskan sekitar 91 Kg kedelai.
Penyebab naiknya permintaan biasanya berkaitan dengan tradisi rasulan atau musim masyarakat menggelar hajatan berupa pernikahan atau yang lain.
“Saya kira tidak hanya dalam sekup padukuhan saja, masyarakat luas dalam cakupan kecamatan maupun kabupaten sebagian besar kondisi ekonominya menengah kebawah, sehingga harga daging mau naik atau tidak, tak begitu berdampak karena kebutuhan lauk keseharian mereka memang tidak berupa daging sapi,” ujarnya.
Ditambahkan, Tempe daun jati yang dihasilkan kelompok Toboyo, selain dipasarkan ke sejumlah pasar tradisional melalui pedagang pasar, juga mengisi toko-toko kelontong pelosok-pelosok padukuhan.
“Pasar Wiyoko, Paliyan dan sebagian kecil sampai di Pasar Panggang, kalau dari kami seribu rupiah dapat lima, pedagang biasanya menjual Seribu dapat empat biji,” kata Sakiyah lagi. (Kandar)