GUNUNGKIDUL, (KH),– Kabupaten Gunungkidul resmi menjadi tuan rumah Kongres Diaspora Jawa Internasional ke-6, sebuah momentum penting yang mempertemukan keturunan Jawa dari berbagai negara seperti Belanda, Suriname, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Acara yang berlangsung di Bangsal Sewokoprojo ini menjadi ruang strategis untuk mempererat hubungan kultural sekaligus menjajaki peluang kolaborasi global berbasis budaya.
Dalam sambutannya, Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, menyampaikan kebanggaannya atas kepercayaan yang diberikan kepada Kabupaten Gunungkidul sebagai penyelenggara kongres, yang sebelumnya selalu digelar di Keraton Yogyakarta.
“Kami berterima kasih kepada KPH Wironegoro yang telah mempercayakan Gunungkidul menjadi tuan rumah. Ini adalah bentuk pengakuan terhadap komitmen kami dalam menjaga dan melestarikan budaya Jawa,” ujar Bupati Endah, Jumat (13/6/2025)
Bupati Endah juga menekankan bahwa Kongres Diaspora Jawa ini bukan hanya ajang nostalgia, tetapi juga jembatan kolaborasi yang bisa memperkuat sektor budaya, pendidikan, ekonomi kreatif, hingga pariwisata.
“Kongres ini menjadi pijakan penting untuk membuka jejaring dan kerja sama konkret. Kami siap menindaklanjuti hasil pertemuan ini, termasuk mempromosikan produk UMKM Gunungkidul ke pasar internasional melalui jaringan diaspora,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Bupati bahkan menugaskan Wakil Bupati untuk menjalin komunikasi lanjutan dengan para pemimpin paguyuban diaspora di berbagai negara.
“Saya minta Pak Wakil untuk menjajaki peluang ekspor produk lokal kita melalui jaringan diaspora yang sudah dibangun, termasuk oleh Mbak Ine,” jelasnya.
Tak hanya itu, Bupati juga menyampaikan harapan agar Kongres Diaspora Jawa Internasional bisa digelar secara rutin di Gunungkidul.
“Kami bahkan sudah ditawari untuk menjadi Sister City Belanda. Harapan kami, kongres ini bisa menjadi agenda tahunan yang terus memperkuat relasi antarbangsa berbasis budaya,” ungkap Bupati Endah.
Sementara itu, KPH Wironegoro, pendamping diaspora Jawa selama 15 tahun terakhir, menegaskan bahwa kongres ini memiliki nilai yang lebih dalam dari sekadar reuni atau nostalgia. Baginya, ini adalah upaya menguatkan identitas dan spiritualitas diaspora Jawa yang selama ini kerap terputus dari akar budayanya.
“Kami ingin para diaspora tidak sekadar datang ke tanah leluhur, tapi juga mendapatkan tuntunan budaya. Kongres ini adalah ruang untuk meneguhkan kembali nilai-nilai subosito dan tata krama Jawa, sebagai bagian dari tanggung jawab kultural kami di Keraton Yogyakarta,” tutur KPH Wironegoro.
Ia juga memberikan apresiasi terhadap kepemimpinan Bupati Gunungkidul yang dinilai progresif dan terbuka dalam merawat budaya lokal serta menjadikannya sebagai aset pembangunan daerah.
“Dengan semangat seperti ini, kami optimistis diaspora Jawa bisa menjadi ujung tombak pelestarian budaya di tengah dunia yang sedang tidak baik-baik saja,” pungkasnya.