
KABARHANDAYANI, — Yang dimaksud sekedarnya di sini, sumber mengenai pertempuran yang terjadi, hanya dari satu arah sumber yaitu dari sumber di luar pihak Keraton Yogyakarta, yaitu di antaranya Mayor William Thorn anggota pasukan Artileri Inggris Resimen Dragoons Light. Semua sumber yang berisi keterangan yang bersifat subjektif akan dihindari. Demikian juga keterangan yang ditulisnya yang bersifat berlebihan, akan dihindari.
Penyerangan Inggris atas Keraton Yogyakarta bukan hanya karena semata mata karena Inggris mengambil alih kekuasaan dari Belanda dari Yogyakarta. Ada yang lain, dan itu dapat dijadikan sebuah tema tersendiri. Pertempuran itu; jika memang telah dikehendaki, mengapa tidak dilakukan sebelum kedatangan Inggris, atau, setidaknya sikap ingin lepas merdeka telah ditunjukan sebelumnya kepada pihak Belanda ?. adakah hubungannya dengan kemunculan kerajaan baru Pakualaman ?. Atau, mengapa Yogyakarta tidak mengambil sikap agresif dalam pertempuran yang terjadi ?. Bagaimanapun, dalam pertempuran antara Inggris dengan pihak Belanda dan Perancis, siapapun pemenangnya akan dalam keadaan relatif lemah. Bukankah keadaan yang sama juga terjadi 134 tahun kemudian, ketika Jepang dikalahkan sekutu pada tahun 1945, dan kesempatan itu, memang digunakan untuk menyatakan kemerdekaan.
Dari semua perperangan yang terjadi pada saat itu di Tahun 1811 sampai 1812 di Hindia belanda (disebut demikian pada saat itu ), dilakukan antara pasukan Inggris melawan Perancis dan Belanda. Telah terjadi pertempuran antara pasukan yang dipimpin Kolonel Gillispie dengan pasukan Belanda dan perancis di Batavia. Jenderal Janssens sebagai pemimpin tertinggi Perancis di hindia Belanda (pada saat itu Belanda di bawah kekuasaan Perancis dan Hindia Belanda di bawah Gubenur Jendral Janssen sejak 15 Mei 1811). Hampir di semua tempat terjadi pertempuran penyerahan kekuasaan dari perancis ke Inggris. (pada saat itu kekuasaan Belanda di bawah tentara Perancis akibat kemenangan Kaisar Perancis Napoleon di Eropa).
Pasukan Inggris mendarat di Cilincing pada tanggal 4 Agustus 1811 dan selanjutnya mendekati jakarta. Enam hari sesudahnya, atau tanggal 10 Agustus 1811, pasukan Inggris sudah sampai di Tanjungpriok. Sejak itu terjadi pertempuran di jakarta dengan benteng yang utama di Jatinegara. Pertempuran terakhir pada tanggal 29 Agustus di daerah Kampung Melayu dengan kekalahan di pihak Janssen dan melarikan diri ke Bogor. Rupanya keberadaan Jenderal Janssens di Bogor diketahui Inggris. Upaya pengejaran yang dilakukan Inggris, membuat Jenderal Jannsen melarikan diri ke Timur. Kemungkinan besar Jenderal ini tidak mengetahui, bahwa tidak ada tempat lagi untuk melarikan diri, dan tetap dengan harapan mendapatkan pasukan Belanda yang kuat yang ada di Pedalaman pulau Jawa. Pencegatan Jenderal janssen di Cirebon dan di Tegal oleh Inggris tidak berhasil, karena Jenderal Janssen telah terlebih dahulu tiba dan melanjutkan pelariannya ke Semarang.
Di Ungaran yang dipandang sebagai tempat yang strategis, Jenderal Janssen telah menunggu kedatangan Inggris dengan harapan dapat memenangkan pertempuran. Dari tempat di sisi yang lebih tinggi, pasukan Janssen mendapat keuntungan dari pada tentara Inggris. Janssen memiliki total 8.000 pasukan termasuk pasukan dari Kaisar Soerakarta, Sultan Djoejokarta dan Pangeran Prang Wedono atau Mangkunegaran. Kapal Inggris yang mengejar Jenderal Janssen tiba dari pelabuhan Semarang pada tanggal 12 September 2011 dan pendaratan pasukan dilakukan sampai keesokan harinya. Segera setelah mendarat, pasukan melakukan pengejaran ke arah Ungaran di mana Jenderal Janssen telah menunggu. Pada tanggal 16, pasukan Inggris melihat musuh yang dilaporkan sekitar delapan ribu pasukan Pribumi, Perancis dan Belanda yang kuat, dengan dua puluh buah meriam, disusun atas beberapa bukit yang tinggi dan kasar, membentuk batas ke selatan lembah yang terletak di seberang jalan.
Pemimpin pasukan Inggris, Jenderal Auchmuty memutuskan untuk segera menyerang tanpa menunggu bantuan pasukan lain yang dimungkinkan untuk membantu. Pasukan Inggris mengambil posisi pada bukit lain untuk menyerang. Serangan ini berhasil dilakukan, pasukan Janssen mundur ke salatiga. Dilaporkan Jenderal janssen mengirim permintaan ke General Auchmuty untuk gencatan senjata, untuk membuka negosiasi dengan Lord Minto di Batavia. Auchmuty menolak, tidak ingin kehilangan waktu lagi, dan menyatakan bahwa negosiasi harus dilakukan dengan dirinya sendiri. Pada tanggal 18 September di Toentang Janssens menyerah.
Belanda dan Perancis kalah dari Inggris. Kekuatan Janssen, 11 Infantri Batalion, 2 Jager Batalion, 4 Cavalry Squadrons, a foot artillery batalion, and 3 horse artillery compi. Demikian catatan mengenai kekuatan Janssen berdasarkan versi Belanda : “Di atas kertas ini membentuk total 17.774 orang, yang hanya sekitar 12% yang Eropa, didukung oleh tambahan 2.500 pasukan pembantu penduduk asli. Namun, kekuatan kenyataannya jauh lebih sedikit, dan banyak posisi strategis harus diasramakan. Selain itu, kualitas mereka diragukan. Bidang militer menghitung sekitar 8.000 orang, yang sebagian besar pribumi, dengan tidak ada atau pengalaman kecil. banyak dari mereka dipaksa untuk masuk tentara Belanda dan membenci semua orang Eropa, dan akan mencoba untuk menjalankan segera setelah mereka memiliki kesempatan. Ada kekurangan besar petugas, dan karena itu banyak bintara itu, sebagian besar tidak mampu untuk tugas, telah dipromosikan untuk mengisi kekosongan. Selanjutnya, dengan perintah Napoleon, tentara diperintahkan oleh général de brigade Jean-Marie Jumel, seorang komandan biasa-biasa saja, yang berbicara tidak ada kata Belanda atau bahasa Melayu.” http://www.napoleon-series.org/research/biographies/Holland/Generals/c_Janssens.html#_ftn1
Situasi saat itu dapat dikatakan Inggris telah menguasai Semarang dan Salatiga. Persoalan Inggris dengan kerajaan yang ada di Pulau Jawa pada saat itu lain dapat diselesaikan, kecuali dengan Keraton Jogyakarta. Upaya yang dilakukan selama lebih kurang 8 bulan, tidak berhasil, Inggris (Raffles) memutuskan mengirim pasukan ke Jogyakarta untuk menyelesaikan perselisihan sebagai jalan terakhir. Pada saat itu kekuatan pasukan Inggris sedang terpecah, karena pasukan Inggris sedang melakukan pertempuran di tempat lain. Mungkin situasi ini tidak diketahui oleh pihak Yogyakarta.
Disebutkan “Letnan-Gubernur Raffles Pergi ke Yogyakarta. “Raffles meninggalkan Samarang dengan Kolonel Gillespie pada 14 Juni 1812, tiba di Klatten pada 16 Juni, dan di Djogjakarta pada malam tanggal 17. Pada tanggal 18 Sultan, yang telah mengetahui akan kedatangan Inggris telah siap untuk sebuah peperangan. Semua jembatan yang ada dibakar dan dihancurkan untuk menghambat laju pasukan Inggris. Dalam keadaan ketegangan tersebut, pihak Inggris masih berusaha melakukan pembicaraan, mengingat Inggris tidak menghendaki pertempuran. Sejak kedatangan Inggris di Hindia Belanda, pihak Inggris tidak berhenti mengalami pertempuran. (Bersambung)
___________
Penulis : Tatang Yudiatmoko