Berdiri Sejak 1956, Warung Wedangan Mbah Tomo Menjadi Yang Tertua di Gunungkidul

oleh -8933 Dilihat
oleh
Arsyad, cucu Mbah Tomo penerus usaha warung Wedangan Sor Pring. (KH/ Padmo)

Sepeninggal Mbah Tomo, warung ini diteruskan oleh ponakan Mbah Tomo, namanya Sakirah. Mbah Sakirah meninggal tahun 2013, dan warung ini sempat tutup sekitar 3 tahun. “Pada tahun 2016 saya buka kembali sampai sekarang,” ujar Arsyad.

“Awal membuka warung wedangan saya sempat putus asa. Warung masih sepi. Karena tutup 3 tahun, para pelanggan sudah pindah tempat, waktu itu saya ingat pesan dari bapak mertua, suruh telaten, kelak warung ini akan menghidupi saya dan keluarga,” cerita Arsyad mengenang awal mula dia kembali membuka warung.

Mertua Arsyad, Suparjo adalah anak ke-2 Mbah Tomo. Ia seorang anggota Polri yang bertugas di Magelang. Anak pertama Mbah Tomo sekarang Kepala Sekolah SMP di Cianjur, anak ketiga menjadi guru SD di Ponorogo, dan anak keempat menjadi anggota Polri bertugas di Polda Metro Jaya. “Cerita bapak, keempat anak Mbah Tomo itu, semua bisa jadi ‘orang‘ dibiayai dari jualan wedang ini,” imbuh Arsyad.

Suasana warung wedangan memang terlihat sangat sederhana. Apa adanya. Berlantai tanah, dinding anyaman bambu, dipan-dipan dari bambu. Kesederhanaan yang klasik, tidak dibuat-buat membuat para pelanggan tampak santai menikmati hidangan, bahkan ada yang sambil tiduran, atau rembukan dagangan. Ada yang berbisnis makelaran dengan menggunakan HP androidnya.

Bangunan Warung Wedangan Mbah Tomo tampak sederhana. (KH/ Edi Padmo)

Terlihat sesekali pelanggan tampak meminta “jok”, untuk teko-teko mereka. Arsyad tampak sibuk mondar-mandir memenuhi permintaan dari para pelanggannya. Suami dari Indri dan bapak dari seorang putra bernama Mada ini, sudah akrab sekali dengan para pelanggannya. Terlihat gurauan atau candaan yang semakin menambah suasana kekeluargaan dan interaksi yang hangat. “Ya lumayan, hasil dari warung ini, walau tidak besar, tapi cukup untuk kebutuhan sehari-hari, yang penting disyukuri, dinikmati,” ucap Arsyad bersyukur.

Bila berdiri di parkiran motor, terbayang suasana sekitar tahun 60-an. Waktu kendaraan bermotor masih jarang di Gunungkidul, tempat parkir motor yang sekarang untuk memarkir motor digunakan untuk mengikat kuda pengangkut dagangan para bakul palawija saat mereka beristirahat menikmati wedang di warung wedangan Sor Pring Mbah Tomo.

Dari cerita yang diperoleh, dulu pelanggan warung ini juga banyak yang berprofesi sebagai pegawai pemerintah. Terkadang mereka masih datang untuk bernostalgia di warung wedangan Mbah Tomo ketika sudah pensiun dan sepuh-sepuh. Konon, pada sekitaran tahun 1965, wedangan Sor Pring juga sering disinggahi para tentara dan polisi yang baru kembali dari luweng di daerah Semanu mengeksekusi para tahanan atau simpatisan PKI.

Wedangan Sor Pring menemani perkembangan jaman khususnya kota Wonosari. Meja-meja kayu dan lincak-lincaknya menjadi saksi bisu berjuta cerita pelanggan dari generasi ke generasi yang kini di antaranya sudah tiada.

[Edi Padmo]

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar