Berbahaya bagi Kesehatan Mental! Siswa SMKN 3 Wonosari Deklarasi Stop Bullying

oleh -
Mpls
MPLS SMKN 3 Wonosari diisi dengan deklarasi stop bullying. (Ist)

GUNUNGKIDUL, (KH),– Siswa SMKN 3 Wonosari menggelar deklarasi stop bullying, Senin (11/7/2022). Deklarasi digelar sebagai bentuk komitmen siswa: tak akan melakukan tindakan bullying atau perundungan.

Waka Humas SMKN 3 Wonosari, Dr. Cahyaningsih menyampaikan, deklarasi stop bullying yang diikuti 396 siswa ini menjadi bagian kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) bagi siswa baru.

“Pengambilan tema stop bullying ini karena belakangan marak aksi bullying yang dilakukan oleh remaja baik secara langsung maupun via media sosial (medsos). Berbagai kasus yang marak akhir-akhir ini disinyalir juga berkaitan dengan semakin longgarnya kebijakan PPKM,” terang Cahya usai deklarasi.

Dia menyebut, kelonggaran PPKM membuat remaja semakin marak pula berkumpul dan berkelompok. Hal tersebut dinilai juga meningkatkan risiko tindakan negatif, seperti bullying oleh sekelompok remaja. Bahkan sampai yang paling ekstrem, seperti klithih, tawuran dan lain-lain.

“Untuk itu kita mulai peduli dan meminimalisirnya mulai dari stop bullying di sekolah. Harapannya akan memperkecil pula risiko tindakan bullying yang lebih ekstrem pada berbagai lingkup yang lain,” harap dia.

Sebelum deklarasi digelar edukasi seputar bullying, mengenai pengertian, bentuk dan dampak serta bagaimana mengatasinya.

“Tujuannya tentu saja supaya siswa mengetahui bentuk-bentuk bullying, bahaya yang ditimbulkan dan cara mengatasi serta menghindari bullying khususnya di sekolah,” katanya pula.

Menurutnya, bullying di sekolah bisa dilakukan oleh siapa saja, baik antar siswa, siswa dengan guru atau siswa dengan masyarakat di luar sekolah. Bullying bisa dilakukan baik secara sadar maupun tak sadar. Untuk itu pelajar perlu mngetahui jenis-jenia bullying dan akibat yang mungkin ditimbulkan baik bagi si pelaku maupun korban. Sebagaimana diketahui, Undang-Undang (UU) sekarang telah memungkinkan bagi korban melaporkan orang yang melakukan tindakan bullying atau perbuatan tidak mnyenangkan meskipun itu dilakukan dengan niat bercanda.

Narasumber edukasi dengan materi bullying, Adi Primasari, M.Psi menjelaskan, masa remaja idealnya diisi dengan kegiatan pengembangan diri, didukung dengan lingkungan belajar yang aman dan kondusif serta membangun persahabatan yang saling memberi pengaruh positif satu dengan yang lain. Dengan demikian, selama masa eksplorasi tersebut remaja mampu menggali potensi terbaik dan menekuninya untuk membangun masa depan.

“Sebaliknya, dengan adanya perilaku bully atau perundungan di sekolah sangat berbahaya bagi perkembangan remaja. Efek perundungan bisa saja berdampak jangka panjang bagi korban. Misalnya: harga diri rendah, kecemasan, sulit berteman, kesedihan mendalam/depresi, penuruan pretasi akademik. Bahkan, bisa juga terjadi, korban bully justru menjadi pelaku bully dikemudian hari,” terang Sari.

Lebih jauh disampaikan, siswa sebaiknya tahu jika dirinya mengalami perundungan dari lingkungan pertemanan di sekolah. Bullying dapat berupa verbal atau dengan kata-kata menghina/merendahkan, berupa pula kekerasan fisik, seperti memukul atau mengancam hendak melakukan tindakan pemukulan, serta berupa penekanan emosi seperti penolakan atau memeras, maupun cyber bully yakni dengan pelecehan dan hinaan melalui media sosial.

Sambungnya, jika terjadi perundungan, siswa dapat membela dirinya dengan berani menyatakan bahwa ia keberatan diperlakukan tidak adil. Hendaknya pula, siswa segera mengkomunikasikan kepada guru kelas dan guru Bidang Kesiswaan (BK) jika ia menyaksikan tindakan perundungan di sekolah. Ditandaskan, kampanye yang kontinyu dari sekolah dan ketegasan pihak sekolah pada pelaku bully dapat membantu meminimalisir perundungan di sekolah.

Jika guru BK menerima aduan, lanjut Sari, baiknya merespon aduan bullying dari siswa yakni dengan menanggapi serius, menghargai keberaniannya melapor dan berempati serta membantu siswa untuk memiliki keberanian membela diri. Jika saja korban bullying dinilai sudah membutuhkan bantuan eksternal, guru dapat merujuk ke psikolog maupun psikiater.

“Sedangkan yang dilakukan guru dalam menghadapi siswa yang melakukan bully, yakni dengan mendengarkan versi mereka, termasuk bertanya latar belakang perilakunya. Bantu siswa menunjukan kasih, empati dan sayang terhadap korban, tunjukan bahwa untuk memperoleh haknya, siswa juga memiliki tanggung jawab di sekolah. Tak kalah penting, ajak orangtua berdiskusi atas rencana perubahan perilaku, dan lakukan pantauan atau kontrol secara berkala,” beber perempuan yang mendirikan lembaga konseling Prima Cosultant ini. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar