
WONOSARI, (KH) — Atas keberanian Demang Damar (nama kecil Wanapawira), pusat Pemerintahan Kadipaten Gunungsewu berhasil didirikan di Alas Nangka Dhoyong (kini Wonosari). Hutan yang sebelumnya dikenal sangat berbahaya, gawat keliwat-liwat angker kepati-pati, jalma mara jalma mati, siapa yang datang atau memasuki hutan pasti mati, di kemudian waktu berhasil dibabat dan dibuka oleh Demang Damar sebagai pusat pemerintahan dan permukiman. Simak http://kabarhandayani.com/alas-nangka-dhoyong-cikal-bakal-ibu-kota-kabupaten-gunungkidul/.
Harjana, warga Padukuhan Piyaman I Desa Piyaman Kecamatan Wonosari, salah satu dari sekian orang yang mewarisi garis keturunan Demang Wanapawira mengutarakan hormat dan bangga, karena kakek buyutnya disebut-sebut dalam legenda dan sejarah sebagai tokoh yang berjasa dalam sejarah Kabupaten Gunungkidul.
Meski Wanapawira tidak terkenal secara luas, Harjana hormat dan bangga karena menurut cerita turun-temurun yang bercampur antara sejarah riil dan legenda yang ada, bahwa Demang Damar lah yang memberanikan diri menjalankan perintah sang raja Sultan Yogyakarta, setelah semua punggawa seantero Gunung Sewu atau Gunungkidul, meliputi Panji Harjadipura (Semanu), Rangga Puspawilaga (Seneng) dan Demang Pengalasan (Semin) menyatakan tidak sanggup ketika diajak bermusyawarah oleh Adipati Wiranegara untuk melaksanakan perintah raja dalam membabat alas sebagai pusat pemerintahan. Semua menyatakan tidak berani melakukan babat alas Nangka Dhoyong yang diyakini merupakan kerajaan makhluk halus dengan tokoh utama dhanyang perempuan yang dikenal sebagai Nyi Gadung Mlati.
Saat KH menemui di kediamannya, Harjana sedikit mengulas perjalanan kakek buyutnya yang menyertai perkembangan awal Gunungkidul. Menurut riwayat turun-temurun keluarga, Harjana menuturkan bahwa Demang Damar bermodal tekad meyakinkan diri, apabila harus mati saat membuka hutan tersebut, maka itu pun sebagai wujud pengorbanan demi titah sang raja. Apabila berhasil, maka itu pun sebagai wujud bakti dirinya pula terhadap kerajaan, seraya berharap siapa tahu anak cucu kelak ikut merasakan atau menikmati ketika wilayah itu menjadi kota atau wilayah yang makmur.
Menurut riwayat yang ada, upaya Demang Damar dan para pengikutnya dalam membuka hutan tersebut berhasil. Sang Raja Yogyakarta menghargai keberhasilan Demang Damar dan memberikan nama baru kepadanya menjadi Wanapawira. Nama baru tersebut berarti Wana adalah Alas, sedangkan Pawira mengandung arti kaprawiran atau sifat kesatria atau pemberani.
Sebagai hadiah, tawaran menjadi pemimpin atau bupati pun disampaikan, namun Wanapawira menolak jabatan tersebut. Wanapawira hanya meminta, biarlah anak keturunannya kelak ikut merasakan kemakmuran atau kamukten atas pembukaan permukiman baru pusat pemerintahan kadipaten di kawasan Pegunungan Sewu ini.
Dalam wawancara terdahulu, CB Supriyanto, Ketua Dewan Kebudayaan Gunungkidul juga mengungkapkan kisah penolakan Wanapawira terhadap tawaran jabatan bupati ini. Wanapawira adalah tokoh pemberani dan tebal insight-nya, atau mampu mulat sarira hangrasa wani, bahwa dirinya tidak layak mengemban jabatan bupati karena dirinya secara formal memang tidak bisa membaca dan menulis, yang mana itu diperlukan sebagai syarat birokrat kerajaan modern.
Menurut keterangan trah terdahulu yang pernah didengar Harjana, ada benarnya bahwa anak keturunan Wanapawira terbukti dapat ikut merasakan kemakmuran dengan adanya 4 waris yang pernah menjabat sebagai Bupati Gunungkidul. Atas jasanya pula, Bupati Gunungkidul ke-21 KRT Sosrohadiningrat membangun monumen Demang Wanapawira tepat di depan Tempat Pemakaman Umum Piyaman, di mana terdapat makam Wanapawira pula.
Sebagai wujud penghormatan, kisah perjuangan Demang Wanapawira tersebut sering dilakonkan dalam kesenian kethoprak. “Saya sendiri yang terkadang memerankan Demang Wanapawira,” kenang Harjana. Sesuai silsilah, Harjana merupakan keturunan generasi ke-6, atau urutan dalam istilah Jawa, apabila diurutkan, Anak, Putu, Buyut, Canggah, Wareng, Udek-udek, Gantungsiwur, maka posisinya adalah Udek-udek.
Secara formal, sebagai bentuk bentuk penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa Demang Damar, maka ruas jalan raya Siyono menuju Piyaman ke timur atau Jalan Lingkar Utara Kota Wonosari diberi nama Jl. Demang Wanapawira. Seingat Harjana, pemberian nama jalan tersebut belum genap 10 tahun. (Kandar)