RONGKOP, (KH),– Kasus kelangkaan, dan prosedur berbelit-belit untuk memperoleh pupuk bagi petani merupakan keluhan yang sering di tengah masyarakat khususnya petani. Dalam dunia pertanian, pupuk menjadi aspek krusial. Karena, pertanian merupakan sektor yang penyangga pemenuhan kebutuhan dasar bagi ketahanan pangan masyarakat.
Ironis memang, Negara Indonesia yang terkenal sebagai negara Agraris bertanah subur, kenyataannya sering Impor bahan pangan, terutama beras. Fenomena tersebut bukan sebatas isu, akan tetapi merupakan sebuah kenyataan.
Permasalahan di bidang pertanian saat ini memang sangat kompleks, mulai dari rusaknya lahan pertanian akibat dosis penggunaan pupuk kimia yang berlebih, perubahan iklim yang sering tidak menentu, sumber sumber air yang mengering akibat rusaknya lingkungan, alih fungsi lahan pertanian hingga profesi petani yang dianggap sebagai profesi karena situasi kepepet. Praktis berpengaruh pada regenerasi petani yang sangat lambat.
Terkait kondisi penurunan kualitas tanah pertanian akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebih, menjadi keprihatinan beberapa aktivis petani Organik di Gunungkidul. Adalah Budi Wibowo, pria kelahiran Jakarta 21 Mei 1975 ini telah menentukan pilihan hidupnya untuk menekuni pekerjaan sebagai petani organik.
Pria berbadan gempal dan berambut gondrong ini sekarang menetap di Karangsari, Kapanewon Semin. Akhir-akhir ini Budi juga ikut aktif dalam Komunitas Resan Gunungkidul, sebuah komunitas yang peduli soal Konservasi lingkungan di Gunungkidul.
Bersama Komunitas Resan Gunungkidul, beberapa kali Budi Wibowo secara sukarela memberi pelatihan pengolahan pupuk organik kepada komunitas atau masyarakat yang berminat belajar pertanian organik.
Prinsip teknik pembuatan pupuk organik yang diterapkan Budi yakni, mudah, murah, dan berkualitas. Kemudahannya salah satunya karena dapat menggunakan bahan-bahannya yang ada di sekitar.
“Petani sekarang sudah kecanduan pupuk kimia, memang sulit untuk kembali ke sistem pertanian organik. Tapi melihat kondisi tanah pertanian sekarang yang sudah sangat parah, harus ada perubahan pola pikir petani dalam mengolah tanahnya,” ujar Budi disela-sela proses pelatihan pembuatan pupuk organik di Sanggar Lumbung Kawruh, Padukuhan Ngurak-urak, Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop, Rabu (2/2/2021) lalu.
Budi melanjutkan, untuk mengembalikan kondisi tanah pertanian sekarang, butuh perubahan sistem pertanian dengan menggunakan sistem pertanian ramah lingkungan.
“Tanah pertanian sekarang ibarat gelas kosong, jika akan ditanami harus diisi dengan pupuk kimia. Artinya tanah sekarang tidak punya kemampuan untuk memproses unsur hara sendiri, tanaman pertanian berkembang tergantung dari dosis pupuk kimia yang diberikan,” lanjutnya.
Dengan ketergantungan lahan pertanian terhadap pupuk kimia yang semakin besar dosisnya, maka otomatis biaya produksi pertanian akan semakin membengkak.
“Ini yang menyebabkan modal pertanian semakin tahun semakin besar, sehingga para petani harus berspekulasi modal besar untuk usaha pertaniannya” kata Budi. Untuk itu, lanjut Budi, dia dan teman-temannya berupaya agar para petani mau kembali ke sistem pertanian Organik
“Harapannya para petani mau praktek membuat sendiri pupuk organik. Kedepan jelas akan mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia,” harapnya.
Dari keterangan Budi, dapat dirumuskan tentang proses pembuatan pupuk organik yang biasa dia praktekkan bersama teman-temannya. Budi menggunakan Starter fermentasi EM4, sebagai proses bakteri pengurai untuk pengolahan pupuk organik.
Berikut ini adalah bahan-bahan yang perlu dipersiapkan :
- Bahan dasar pupuk kandang, berupa kotoran sapi, kotoran kambing atau kotoran ayam (bukan broiler)
- EM4
- Bekatul
- Sekam padi