SPPG Wonosari Jadi yang Pertama di Gunungkidul Kantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi

Wujud salah satu SPPG yang berada di Kabupaten Gunungkidul. (KH)
ucapan gerakan anti narkoba

GUNUNGKIDUL, (KH) – Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) menjadi dokumen wajib bagi setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), baik yang sudah beroperasi maupun yang baru akan memulai. Sertifikat ini menjadi jaminan keamanan dan kualitas Makanan Berbasis Gizi (MBG) yang disalurkan, khususnya bagi siswa sekolah.

Di Kabupaten Gunungkidul sendiri, dari belasan SPPG yang telah berjalan, baru satu yang berhasil mengantongi SLHS, yaitu SPPG Wonosari yang berlokasi di kompleks Kodim 0730 Gunungkidul.

Bacaan Lainnya

Kepala SPPG Wonosari, Hyndun Astry, menjelaskan bahwa pihaknya telah mendapat pendampingan dari Dinas Kesehatan sejak sebelum operasional dimulai. Pendampingan itu meliputi pengelolaan Instalasi Kesehatan Lingkungan (IKL), penerapan standar sanitasi, hingga uji laboratorium untuk memastikan kualitas air bersih yang digunakan.

“Sejak mulai beroperasi delapan bulan lalu, kami menerapkan standar operasional prosedur (SOP) yang ketat, mulai dari penyortiran bahan makanan, pengolahan, hingga pengemasan dan distribusi,” jelas Hyndun.

Menurut Hyndun, seluruh bahan makanan yang masuk harus melalui proses sortir. Sayur dan buah yang digunakan selalu dalam kondisi segar. Untuk bahan protein seperti ayam, wajib datang dini hari sekitar pukul 02.00 WIB. Hal ini untuk menghindari penyimpanan bahan mentah di dapur.

“Makanan dimasak sesuai waktu pengiriman. Jika sekolah meminta makanan tiba pukul 08.00 WIB, maka proses memasak dimulai sejak pukul 06.00 hingga 07.00 WIB. Setelah itu, juru masak akan kembali menyiapkan masakan untuk kloter pengiriman berikutnya,” paparnya.

Dengan sistem ini, makanan yang dikonsumsi siswa dijamin masih dalam kondisi hangat dan segar tanpa jeda waktu lama antara dimasak dan dikonsumsi.

Sebagai bagian dari jaminan higienitas, SPPG Wonosari menggunakan air galon untuk proses memasak makanan. Setiap harinya, sekitar 30 hingga 33 galon air digunakan untuk memasak nasi, sayur, dan lauk. Sementara untuk mencuci peralatan dapur, mereka masih menggunakan air sumur.

“Bahkan untuk bilasan terakhir bahan mentah, kami pakai air galon. Kebersihan menjadi prioritas. Pekerja wajib mencuci tangan secara rutin, menggunakan alas kaki khusus, dan ada ruangan khusus untuk memisahkan area bersih dan kotor,” tambahnya.

Penuhi Permintaan Siswa dan Menu Variatif

Menariknya, Hyndun mengungkapkan bahwa para siswa terkadang menulis permintaan menu di kertas kecil yang mereka sebut “surat cinta” dan dimasukkan ke dalam kotak makan. Tim SPPG pun berusaha memenuhi permintaan tersebut selama masih memungkinkan dan sesuai dengan standar gizi.

“Ada yang minta nasi bunga telang, nasi kuning, bahkan nasi daun jeruk. Tapi sejauh ini, yang paling disukai siswa adalah nasi daun jeruk,” ungkapnya sambil tersenyum.

Untuk menu buah, mereka juga melakukan variasi, termasuk menggantinya dengan puding pada hari-hari tertentu. Semua lauk yang disajikan pun telah disesuaikan dengan rekomendasi dari ahli gizi.

“Makanan di sini tidak menggunakan micin, hanya garam dan gula secukupnya. Kami ingin memastikan makanan tetap sehat tapi juga disukai anak-anak,” jelas.

SPPG Wonosari mulai beroperasi pada 17 Februari 2025. Hingga kini, mereka memiliki 47 tenaga kerja yang setiap hari menyiapkan makanan untuk didistribusikan ke 6 sekolah, menjangkau sebanyak 2.847 siswa.

Dengan standar tinggi dan komitmen terhadap kebersihan serta kualitas, SPPG Wonosari menjadi contoh nyata bagaimana layanan pemenuhan gizi di sekolah dapat dijalankan dengan profesional dan bertanggung jawab.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar

Pos terkait