PANGGANG, (KH),– Jejak peradaban masa lampau banyak ditemukan di Gunungkidul. Sisa bukti adanya peradaban khususnya zaman pra sejarah dapat dilihat di Gua Braholo di Kapanewon Rongkop, Gunungkidul. Gua yang terletak di tenggara Gunungkidul tersebut telah menjadi objek penelitian sejak 1996 dan berlanjut hingga tahun 2000-an.
Di tempat lain, di bagian barat Gunungkidul juga ditemukan hunian pra sejarah layaknya Gua Braholo. Tempat tersebut benama Song Pedang. Ceruk yang berada di Padukuhan Karang, Kalurahan Girikarto, Kapanewon Panggang ini juga menunjukkan adanya bukti sebagai tempat hunian.
Song Pedang berbentuk tebing yang menjorok ke dalam pada bagian bawahnya sehingga membentuk naungan. Saat KH berkunjung, Kamis (22/10/2020) di pelataran Song Pedang menemui banyak sisa kerang dan sisa hewan laut.
Dihubungi melalui sambungan seluler, PIC Penelitian Song Pedang dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Rizka Purnamasari menginformasikan, Balai Arkeologi Yogyakarta pernah melakukan survei di tahun 2013 dan 2014 mengenai potensi arkeologis di gua-gua Gunungsewu bagian barat.
Survei lantas dilanjutkan penelitian yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2019 lalu. “Dapat disimpulkan bahwa Song Pedang merupakan sebuah ceruk yang digunakan sebagai hunian tetap jangka panjang dan bukan merupakan base camp untuk perburuan,” terang Rizka.
Temuan-temuan arkeologis dari Song Pedang, jelas dia, meliputi fragmen gerabah, lancipan tulang, spatula, serpih, sisa-sisa tulang hewan, sisa-sisa kerang serta fragmen tengkorak dan rahang manusia.
Lebih jauh disampaikan, sisa-sisa Macaca sp. merupakan ekofak yang dominan ditemukan di Song Pedang, kemudian dimanfaatkan lagi lebih jauh sebagai bahan lancipan tulang.
“Selain itu sisa-sisa kerang hijau (Perna viridis) mendominasi diantara jenis kerang laut lainnya yang bisa ditemukan di Song Pedang,” imbuh dia.
Sementara itu, warga yang tinggal tidak jauh dari Song Pedang, Priyadi (36) mengungkapkan, nama Song Pedang berhubungan erat dengan kisah mistis. Berdasar cerita yang dia terima, ada warga yang hendak mengambil pusaka atau harta karun berupa pedang emas. Meski telah bertapa cukup lama namun upaya tersebut gagal. Kisah upaya pengambilan pedang emas itu menjadi cerita meluas dan turun temurun, sehingga nama ceruk tersebut disebut Song Pedang.
Tak hanya upaya pengambilan pedang, upaya pengambilan harta karun berupa emas-emasan pun berlanjut diwaktu-waktu selanjutnya. “Karena telah tersiar banyak terdapat harta karun yang dilindungi makhluk metafisis,” kata Priyadi
Pernah suatu ketika ada yang bersiap dengan membawa truk, namun pihaknya dan tokoh warga lain melarang. “Kami tidak ingin kawasan ini rusak atau bahkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tukas Priyadi. (Kandar)