
NGAWEN, (KH)–Kebutuhan genteng rumah bagi masyarakat Gunungkidul secara umum masih disuplai produsen dari luar Gunungkidul, misalnya saja dari Godean, yaitu wilayah yang cukup terkenal sebagai pemroduksi genteng.
Sebenarnya Gunungkidul memiliki sentra produsen atau pengrajin genteng yang telah beroperasi sejak lama. Saat ini jumlahnya mencapai belasan produsen. Para produsen genteng Gunungkidul berada di daerah perbatasan Gunungkidul-Klaten, tepatnya di Desa Sambirejo, Kecamatan Ngawen.
Berdasar penuturan salah satu pengrajin genteng di Sambirejo, Paijo, di Kecamatan Ngawen dan sebagian kecil di kecamatan terdekat sedikitnya ada 15 pengrajin genteng. Pendirian usaha pembuatan genteng di wilayah Sambeng dan sekitarnya untuk pertama kali dirintis sekitar tahun 1995.
Paijo memulai pra-usaha membuat genteng untuk diperjualbelikan saat ia masih menjalani profesinya sebagai penilik olah raga SD. Setelah Paijo pensiun, tepatnya sekitar tahun 200, ia resmi mendirikan usaha tersebut. Gunungkidul yang tak berpamor dalam hal sebagai wilayah penghasil genteng menjadi tantangan tersendiri bagi Paijo dalam mengembangkan dan memasarkan produknya ke luar Gunungkidul.
Bermodal relasi dan kenalan, produk genteng yang sebelumnya ia beri nama “Soka Gunungkidul” sebagai merek, dapat diterima di pasaran. Aktivitas Paijo di dunia sepak bola dengan profesi sebagai wasit menambah peluang baginya untuk mengenalkan genteng lebih luas lagi ke teman-temannya di dunia olah raga.
“Kata ‘soka’ pada merek ‘Soka Gunungkidul’ saya ambil dari kata ‘saka’ yang berarti ‘dari’, dari Gunungkidul maksudnya,” Paijo mengisahkan awal pendirian usahanya beberapa waktu lalu.
Berhubung ada rekanan di suatu proyek yang sedang melakukan pembangunan menginginkan genteng bikinan Paijo, ia pun mengganti nama merek gentengnya, agar lebih familier dengan merek yang sudah banyak beredar di pasaran. Terlebih bisa diterima konsumen luar Gunungkidul. Merek genteng ia ganti menjadi “Soka Produk”. Hal ini agar gentengnya dapat diterima sesuai standar proyek pembangunan.

Mengenai cara pembuatan genteng, secara runtut Paijo menguraikannya. Pertama kali dilakukan penyampuran bahan baku berupa tanah liat yang berasal dari Bayat dengan tanah liat dari Semin. Tanah liat dari Bayat berwarna merah sedangkan tanah liat dari Semin berwarna agak putih. “Tanah dari Semin mengandung Kaolin,” terang Paijo beberapa waktu lalu.
Perbandingan campuran tanah Bayat dengan tanah Semin yakni 3 banding 1. Setelah dicampur secara manual, baru kemudian digiling sebanyak tiga kali. Tanah liat putih berfungsi menutup pori-pori genteng supaya lebih rapat. Penggilangan sebanyak tiga kali dan penambahan tanah liat putih merupakan keunggulan tersendiri.
“Dari 100 pengusaha pengrajin baik di Sambeng, Ngawen, maupun di Bayat tidak ada 10 pengrajin yang menggunakan tanah liat putih. Lalu proses penggilingan sebanyak 3 kali dilakukan agar adonan lebih padat, kenyal, sehingga hasil genteng lebih kokoh,” urai Paijo.
Setelah dicampur, tanah liat dipotong berbentuk balok untuk memudahkan ketika diangkat mendekat ke alat cetak. Balok tanah liat diiris seukuran genteng, lalu dicetak. Setelah tanah telah bercetak genteng, lantas dijemur. Ketika calon genteng sudah kering baru lah dimasukkan ke dapur bakar.
Jumlah produksi genteng sangat dipengaruhi oleh cuaca. Apabila musim kemarau, dengan menggunakan empat alat cetak beserta tenaga karyawan berjumlah 7 orang, jumlah produksi dapat mencapai 33.000 genteng tiap bulan.
“Untuk operasional, selain bahan baku tanah liat tiap rit seharga Rp. 550 ribu, kami juga membutuhkan kayu bakar. Harga kayu bakar Rp. 1 juta tiap rit,” tambah Paijo. Urusan kualitas, Paijo menyatakan gendengnya tidak kalah dibanding produk genteng dari luar Gunungkidul. Buktinya, genteng yang ia produksi laku juga di pasar luar Gunungkidul.
“Pasar genteng saya ke Semarang, Muntilan, Sukoharjo, Klaten, dan Pacitan. Untuk lokal Gunungkidul biasanya Baran, Rongkop, Ponjong serta Karangmojo,” paparnya. Ia mengaku tidak melayani toko bangunan, tetapi perorangan, sekolahan, serta tempat-tempat ibadah saja.
Lanjut bapak 4 anak ini, harga genteng dibedakan sesuai jenisnya. Untuk jenis Mantili harganya Rp. 1.700, sedangkan gentenh jenis biasa Rp. 1.400 tiap biji. Harga kedua jenis genteng tersebut tidak dipengaruhi oleh kualitasnys. Ditegaskannya bahwa kualitasnya sama saja, bedanya terletak pada bentuk atau model.
“Dari sekian ribu genteng yang kita buat dalam sebulan, rata-rata habis terjual,” tukas Paijo. Dirinya pun bersedia memberikan garansi apabila genteng yang dibeli bermasalah setelah dipasang. (Kandar)