TANJUNGSARI, (KH)— Lautan memiliki sumber daya alam yang mempunyai nilai manfaat sangat besar. Salah satu potensi yang ada adalah lobster laut. Lobster laut merupakan komoditas perikanan laut yang penting di Indonesia, bahkan di berbagai belahan dunia.
Permintaan ekspor laut yang terus meningkat menyebabkan penangkapannya semakin intensif. Oleh karena itu masyarakat pesisir selatan, seperti di Kabupaten Gunungkidul banyak yang berburu lobster dengan berbagai cara sehingga jumlah dan kelestariannya menurun. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya pelestarian lobster laut tersebut.
Adalah Nurwahyudin (31), lelaki warga Padukuhan Tenggang, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari ini memiliki ide membuat tempat penetasan lobster. Lelaki yang sejak kecil lalu tumbuh besar hingga dewasa hidup di kawasan pantai ini cukup tahu berbagai aktivitas ekonomi di kawasan pantai. Ia pun pernah menjalani profesi sebagai penjual ikan hias, penjaga kamar mandi, dan beberapa kegiatan ekonomi lain yang identik dengan wisata pantai. Dirinya juga mengetahui mengenai penangkapan dan penjualan lobster laut. Bahkan, ia pun terlibat dalam usaha jual-beli dan bisnis kuliner lobster laut. Ide muncul saat ia menemui lobster-lobster yang hendak bertelur berhasil ditangkap nelayan.
Untuk menjaga kelestarian, ia tidak langsung menjual lobster bertelur tersebut baik dalam bentuk mentah atau olahan. Akan tetapi Nurwahyudin menetaskan telur lobster terlebih dahulu. Setelah telur menetas barulah induk lobster tersebut dijual. Telur-telur hasil penetasan kemudian ditebar kembali ke laut. Kegiatan pelestarian lobster yang dilakukan dimulainya sekitar tahun 2010 silam.
“Menggunakan bapel atau blong air, yakni tong yang dilubangi sebagai tempat lobster. Lobster yang hendak bertelur dimasukkan ke dalam tong lalu diceburkan ke laut. Supaya telur menetas terlebih dahulu lalu benih lobster kembali ke lautan. Upaya ini sebagai bentuk pelestarian” terang Nurwahyudin belum lama ini.
Kemudian, muncul ide pula untuk membudidayakan lobster hasil penetasan tersebut. Ia membuat kolam penetasan dilengkapi alat mesin pompa sebagai sirkulasi air laut. Sembari melakukan percobaan demi percobaan ia mengikuti lomba Pemuda Pelopor yang diselenggarakan Kementrian Pendidikan pada kategori Pelestarian lingkungan bidang kebaharian kelautan. Pada tahun 2012 silam ia menjadi juara 1 nasional. Seletah itu pada tahun berikutnya, tahun 2013 juga memperoleh juara 3 nasional atas lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) yang diadakan Kemendagri.
Tempat penetasan lobster atau rumah bersalin yang ia buat ternyata menghadapi banyak kendala, utamanya mengenai perawatan dan peluang hidup lobster. Kemudian upaya Nurwahyudin mendapat dukungan berupa penerapan teknologi dari Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPTBA LIPI) Yogyakarta. Menurut LIPI, apa yang dia lakukan berupa penyediaan kolam atau rumah bersalin lobster menjadi yang pertama di Indonesia.
Teknologi yang diintroduksikan adalah pengembangan teknologi rumah penetasan dan rumah budi daya lobster. Teknologi sebelumnya yang ditemukan Nurwahyudin lebih diupayakan kesempurnaannya, dengan harapan meningkatkan angka harapan hidup lobster. BPTBA LIPI melakukan penyempurnaan sistem kolam budi daya dengan penambahan pompa.
“Lobster butuh sirkulasi air laut yang baik, kondisi suhu air stabil, serta air dengan kadar garam yang stabil pula, bila tidak lobster mudah mati. Susahnya melebihi merawat bayi,” keluh Nurwahyudin.
Selain itu, kesulitan yang dihadapai yakni adanya kebiasaan kanibal oleh lobster yang cukup sulit diatasi. Pada saat multing, atau fase tumbuh kembang lobster berupa pergantian kulit, lobster sangat rentan dimangsa lobster lain. sehingga upaya budi daya lobster yang dilakukan sejak penetasan mengalami penurunan jumlah yang cukup banyak.
Nurwahyudin menyebut, biaya operasional perawatan sangatlah mahal. Selain berbagai kendala yang telah disebutkan, hal lain yakni biaya pakan lobster berupa pengadaan cumi, gurita dan ikan laut juga harus dibayar dengan biaya yang tidak sedikit.
Oleh sebab itu, sejak mulai diupayakan rumah penetasan dan budi daya lobster memiliki tingkat keberhasilan yang kecil. Banyak upaya yang dilakukan Nurwahyudin untuk mencari solusi dari kendala yang dihadapi, namun tetap saja belum mendapat solusi yang mendukung tingkat keberhasilan.
“Memang pembibitan lobster laut belum ada yang berhasil dilakukan oleh negara manapun di seluruh dunia. Sehingga upaya budi daya yang dilakukan saat ini berupa pemeliharaan lobster hasil tangkapan yang berukuran kecil untuk dibesarkan,” urai Nurwahyudin.
Sambung Nur, nilai ekonomis dari budi daya lobster hingga saat ini belumlah maksimal. Apabila diupayakan, ia dihadapkan pada biaya operasional tinggi, sehingga resiko rugi juga sangat tinggi. Sehingga kebanyakan, nilai ekonomis lobster masih dominan diupayakan melalui hasil tangkapan. Dicontohkan, untuk lobster dengan berat 300 gram ke atas untuk lobster jenis hijau pasir harganya mencapai Rp. 450.000- Rp. 600.000.
Saat ini, untuk lobster yang berada di kolam sebatas untuk display dan penampungan lobster sementara saja, melengkapi usaha kuliner yang dijalankan. Budi daya yang dilakukan Nurwahyudin kembali menggunakan tong atau sistem keramba. Apabila memperoleh tangkapan atau membeli lobster dari pengepul dalam kondisi hendak bertelur maka akan dimasukkan ke tong/ keramba terlebih dahulu supaya bertelur lalu benih lobster kembali ke laut. Menurutnya hal ini selain sebagai upaya pelestarian, juga dilakukan untuk mendukung peraturan pemerintah terkait larangan menjual lobster bertelur.
Lantas, mengenai budi daya, ia sebatas memelihara untuk membesarkan ukuran lobster saja apabila ukuran tangkapan atau lobster yang dibeli masih berukuran kecil. Caranya, lobster dimasukkan ke dalam keramba. Pemberian pakan pada periode waktu tertentu dilakukan, lantas saat sudah besar baru kemudian dijual. Kegiatan atau rutinitas Nurwahyudin tersebut dapat dijumpai di sisi timur kawasan Pantai Sepanjang, Gunungkidul. (Kandar)