PANGGANG, (KH)— Seperti halnya wilayah lain di Gunungkidul, pemenuhan air merupakan kendala tersendiri bagi warga, terutama saat musim kemarau. Seperti halnya di wilayah Padukuhan Banyumeneng 1, Desa Giriharjo, Panggang, Tidak jauh berbeda, karena kondisi topografi wilayahnya, Banyumeneng memiliki permasalahan pemenuhan kebutuhan air sehari-hari.
Diceritakan Sumardi, Kepala Padukuhan Banyumeneng 1, Penampungan Air Hujan (PAH) selalu mengering saat kemarau tiba, sehingga masyarakat setempat harus berjuang untuk mengambil air ke sumber air sungai bawah tanah (Sumber kali Gede) yang berjarak sekitar 2-3 km dari pemukiman. Jika membeli air, akan menghabiskan setidaknya minimal Rp 150.000,00 per bulan pada 2007 silam.
Sulitnya pemenuhan air tersebut, lanjut Sumardi, membuat sejumlah mahasiswa yang sedang menempuh Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Gajah Mada (UGM) angkatan 2007 prihatin. Berawal dari kepedulian dan semangat berbagi, Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (Kamase) dari jurusan Teknik Fisika UGM menggagas sebuah konsep pengangkatan air bertenaga matahari di dusun Banyumeneng 1.
“Di sini ada sumber Kali Gede yang airnya dapat dimanfaatkan sepanjang tahun. Air itu kemudian dialirkan ke pusat pemukiman penduduk dengan pompa bertenaga surya,” kenang Sumardi.
Berdasarkan kondisi aktual di Dusun Banyumeneng, digagaslah sebuah konsep aplikasi teknologi tersebut. Gagasan ini kemudian diikutkan dalam kompetisi Mondialogo Engineering Award (MEA) tahun 2007 dan berhasil menyisihkan ratusan proposal yang datang dari seluruh penjuru dunia. MEA menjadi jalan pembuka untuk melengkapi sistem PDAM di Banyumeneng yang telah ada, namun banyak kendala. Pendanaan yang diberikan oleh UNESCO sebesar 20.000 Euro menjadi awal berjalannya pembangunan sistem pengangkatan air, Solar Water Pumping System (SWPS).
Singkatnya, Sumradi bersama warga sangat terbantu dengan program tersebut. Sebagai upaya keberlanjutan pengelolaan sistem yang meliputi perawatan mesin, panel surya, serta pengaturan pembagian air, dibentuklah Organisasi Pengelola Air Kaligede (OPAKg).
Kepada OPAKg pengajaran dan pelatihan mengenai komponen SWPS, sistem SWPS, cara pemeliharaan dan pengoperasian SWPS, serta petunjuk cara mengatasi kegagalan operasi SWPS diberikan mahasiswa KKN angkatan berikutnya.
Selanjutnya mahasiswa UGM bekerja sama dengan Universitas Dharma Persada dalam SEADI Project pada tahun 2011 untuk memenuhi harapan warga bahwa SWPS dapat memompa air lebih banyak lagi, sehingga seluruh kebutuhan air per hari dapat dibeli dari OPAKg.
Hal tersebut disebabkan karena SWPS hanya melayani sekitar 30 liter/hari, sementara kebutuhan air per hari penduduk rata-rata adalah sekitar 100 liter/hari, sehingga pada waktu itu masyarakat membeli air dari pedagang air keliling untuk memenuhi kekurangannya.
Lantas alumni Kamase membentuk organisasi baru yang bernama Energi Bersih Indonesia (EnerBI). EnerBI berkomitmen melanjutkan semangat berbagi dengan mengimplementasikan teknologi-teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat.
Tahun 2014, EnerBI berhasil menggandeng Alstom Foundation untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan sistem pengangkatan air bertenaga surya di Banyumeneng I. Tujuan dari project scale up SWPS ini adalah agar seluruh masyarakat Banyumeneng I mampu memenuhi kebutuhannya terhadap air tanpa harus berjalan 2-3 km lagi untuk mengambil air dari sumber. Panel surya bertenaga 1200 wp kemudian dikembangkan menjadi 8000 wp untuk mengalirkan air yang tadinya mengaliri 30 KK di dusun Banyumeneng I dengan debit rataan 5 kL/hari air ke 90 KK dengan debit 23 kL/hari.
Suryanto, ketua OPAKg, menambahkan, teknisnya air diangkat dari sumber menuju tampungan utama yang berada di tempat yang tinggi di padukuhan Banyumeneng 3 dengan berkapasitas 5000 L. Dari situlah alir dibagi ke 17 titik tampungan berkapasitas 2000 L. kini hampir keseluruhan warga banyumeneng 1, beberapa warga di Padukuhan Banyumeneng 2 dan 3 ikut merasakan. Keseluruhan sekitar 90an kepala keluarga (KK).
“Setiap bak tampugan 2000 L untuk 5 atau 6 KK. Sebagai biaya perawatan atau penggantian mesin dan honor petugas, mereka membayar Rp 180.000 untuk 1 bak. Kira-kira per KK Rp 35 hingga 37 ribu,” jelasnya, Selasa, (22/9/2015).
Dari hasil tersebut, selain untuk membayar petugas khusus 2 orang dengan honor sekitar Rp 1 juta/ bulan juga disisihkan untuk tabungan perawatan mesin dan lainnya. Hingga saat ini saldo di bank sekitar Rp 5 jutaan. (Kandar)