Momentum Bulan Banyak Hajatan tak Serta Merta Bikin Bangga Peternak Ayam Petelur

oleh -
peternakan
Mahasiswa UST, Beti Rahayu Dwi Handayani dan Sugeng, pemilik peternakan ayam petelur di Rongkop, Gunungkidul, Sabtu,4 september 2021. (dok. penulis)

GUNUNGKIDUL, (KH),— Momentum bulan-bulan ‘baik’ bagi masyarakat Gunungkidul untuk menggelar hajatan belakangan ini tak serta merta bikin bangga wirausahawan yang bergerak di sektor pangan. Seperti contohnya peternak atau pedagang penyedia daging dan telur.

Sebagaimana diketahui, pandemi COVID-19 masih menjadi bayang-bayang dan biang keroknya. Sebagian besar sektor usaha terdampak akibat berbagai pembatasan yang dikenal dengan istilah Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Dibalik kebijakan PPKM yang terpaksa diambil pemerintah untuk memutus penularan virus COVID-19 ada peternak ayam petelur yang menjerit. Selain harga tak stabil ‘baik’, mereka kesulitan menjual telur yang dihasilkan tiap hari.

Seperti Sugeng, peternak ayam petelur yang tinggal di Baran Wetan, RT 02/09, Semugih, Rongkop, Gunungkidul ini. Dirinya mengaku harga tak lantas naik meski memasuki momentum bulan yang dijadikan masyarakat menggelar hajatan.

“Harga tak stabil. Bahkan cenderung bikin rugi. Kalaupun untung sangat mepet atau impas dengan biaya operasional dan pakan,” kata Sugeng beberapa waktu lalu.

Dia mengungkapkan, geliat usaha saat ini berbeda dengan sebelum terjadi pandemi. Saat bulan-bulan ‘baik’ seperti saat ini, permintaan dari pedagang atau toko penyedia telur cenderung tinggi.

“Kami kesulitan menjual telur. Harganya juga begitu-begitu saja,” keluhnya.

Senada dengan Sugeng, Alip, peternak ayam petelur asal Wonosari juga menyatakan, stok telur yang ia produksi melalui usaha peternakannya cenderung menumpuk.

“Belakangan ini menyentuh harga Rp19.000 per kilogram saja susah. Padahal sebelum pandemi minimal Rp20.000. Waktu-waktu tertentu saat permintaan naik jelas bisa lebih tinggi,” terang Sugeng.

Pembatasan hajatan dan jam operasional toko atau warung kuliner, kata dia, menjadi salah satu faktor utamanya. Selain harga dan stok telur yang melimpah karena sulit mendapat pasar, geliat usaha dipersulit lagi dengan harga pakan yang cenderung naik.

“Semoga pandemi segera berakhir. Pembatasan diperlonggar sehingga kondisi usaha membaik,” harap Alip.

Penulis: Beti Rahayu Dwi Handayani dan Ignatius Soni Kurniawan S.E,M.Sc (Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar