PLAYEN, (KH)— Gunungkidul menurut bukti-bukti reliable merupakan daerah ‘tua’. Hal tersebut berdasar temuan yang bersinggungan dengan ilmu purbakala. Fosil, artefak dan benda-benda peninggalan suatu komunitas manusia yang bermukim di Gunungkidul pada zaman dahulu banyak ditemukan.
Dalam riwayat keberadaan alam, manusia dan peradabannya dikenal sebutan atau istilah sebagai pemisah suatu zaman, ada istilah pra sejarah dan sejarah. Bukti adanya manusia purba di Gunungkidul banyak ditemukannya fosil di beberapa tempat tertentu, diantaranya; gua, bantaran sungai, sumber air dan lainnya.
Salah satu situs, Gua Rancang Kencana, diyakini sebagai lokasi tinggal atau pernah dihuni manusia purwa hingga jauh setelahnya melintasi sejarah sampai pada era kemerdekaan. Ir Winarsih, lulusan Teknik Arsitektur memaparkan, Gua Rancang Kencana merupakan goa sejak zaman prasejarah.
Menurut Kepala Bidang Pelestarian Warisan dan Nilai Budaya, Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul ini, bahwa berdasar penelitian tim arkeologi UGM tahun 2001 menyimpulkan bahwa Gua Rancang Kencana telah dihuni kurang lebih sejak 3000 tahun yang lalu, dengan bukti ditemukan fosil manusia.
Ungkapnya, sesuai buku Mozaik Pusaka Budaya Yogyakarta, yang ditulis oleh tim Balai Pelestari Peninggalan Purbakala Yogyakarta tahun 2003, Gua Rancang Kencana merupakan gua purba yang memiliki umur hampir sama dengan Gua Braholo, yang berada di Kecamatan Rongkop, Gunungkidul.
“Gua rancang juga dimanfaatkan diwaktu kemudian pada awal abad 18. Pada sekitar tahun 1720 terdapat pelarian atau pengungsian pasukan atau laskar-laskar mataram dari wilayah timur, karena saat itu di madiun belanda melakukan pengusiran,” urai Winarsih belum lama ini.
Lanjut dia, pasukan tersebut terpencar dan sebagian diantaranya menuju arah barat, dua laskar yang kemudian dikenal ada kaitannya dengan gua yang memiliki tiga ruang ini bernama Ki Sorengpati dan Ki Putut Linggi Bowo. Pada waktu itu mereka menempati goa tersebut.
Bersama para prajurit mereka beristirahat cukup lama. Gua dirasakan nyaman sebagai tempat berlindung sekaligus untuk menyusun rencana dan strategi mengusir penjajah belanda. Winarsih menyebutkan, kedua tokoh ini merupakan sosok yang suka bersemedi atau bertapa untuk mendapatkan petunjuk. Saat bertapa mereka menempati ruangan utama goa yang berukuran 3×3 meter.
Di bagian lain, terdapat areal pelataran di dalam goa dengan luas 20×20 meter utamanya difungsikan menjadi lokasi untuk pertemuan dan berlindung para laskar. Lebih jauh disampaikan, berdasar riwayat masyarakat lokal, tempat ini juga digunakan sebagai pertemuan tokoh perjuangan, diantaranya Sentot Prawiro Dirjo dan Pangeran Diponegoro.
“Riwayat lain juga menyebutkan bahwa para wali sanga juga pernah menggunakan goa ini untuk menyusun strategi penyebaran agama Islam. Riwayat inilah yang menjadi latar belakang nama Gua Rancang Kencana,” ulasnya. Rancang berarti merancang, kencana berarti kegiatan mulia atau kebajikan, atau berarti emas, sehingga dinamakan Gua Rancang Kencana.
Salah satu hal yang unik dari gua ini, sambung Winarsih, di ruang pertama terdapat pohon Tlumpit. Pohon ini konon diperkirakan telah berusia lebih dari dua abad. Terdapatnya prasasti berupa tulisan Prasetya Bhineka di ruangan ke tiga sekaligus adanya lambang Negara jelas menjadi bukti bahwa goa ini memiliki riwayat dizaman perjuangan atau kemerdekaan. (Kandar)