“Kremun”, adalah satu kosa kata yang mungkin aneh bagi sebagian orang. Saya mencoba menelusur arti kata ini di dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata Kremun di KBBI dideskripsikan seperti ini, ” kremun adalah salah satu kekayaan kosa kata bahasa Jawa, yang berarti gerimis kecil-kecil seperti embun tetapi bukan embun.” begitu KBBI menafsirkan arti kata kremun. Dalam bahasa Indonesia kremun ini bisa di kategorikan masuk dalam keluarga besar kata hujan (gerimis, rintik, lebat ). Ada semacam keraguan di sini, di mana di sebut bahwa arti kremun adalah “gerimis kecil-kecil, seperti embun tapi bukan embun”. Agaknya KBBI kebingungan juga menafsirkan kata kremun ini. “Kremun adalah kekayaan kosa kata Bahasa Jawa ” , akhirnya kalimat ini menjadi semacam penyerahan pengartian kepada empunya kremun itu sendiri, yaitu bahasa Jawa.
Okelah, di sini saya tidak akan mengulas deskripsi kremun ini secara linguistik, karena saya bukan seorang ahli bahasa, saya mencoba mengulas arti Kremun ini dari sebuah ” deja vu” sederhana saat saya terjaga di suatu malam, waktu itu hujan turun dengan derasnya, sebuah gelegar petir membangunkan tidur lelap saya, saat itulah saya terjaga dan merasakan kremun-kremun yang turun dari sela sela genting kamar yang (memang tidak berplafon), dalam keadaan setengah terjaga tiba-tiba hadir sensasi yang menyelinap halus di alam bawah sadar, membawa pikiran setengah mimpi ke suatu kenangan masa yang sangat lampau, saya seperti merasakan kembali hawa dingin yang masuk dari sela sela “gedhek” dan bayangan-bayangan aneh dari cahaya lampu ” senthir” yang menggeliat-liat tertiup angin. Sungguh sebuah nostalgia yang luar biasa yang mampu membawa angan mengenang masa-masa kecil.
Hujan di waktu malam memang mempunyai sensasi yang khas, kremun-kremun jatuh lembut mengenai muka, adalah sesuatu banget , dan setelah kremun ini mulai hadir selanjutnya adalah menarik sarung, sarung satu satunya yang sudah “ngepir”, menjadi andalan untuk “njingkrung”, semakin Njingkrung, dan kemudian tenggelam dalam sebuah kenyamanan dan kesederhanaan dalam arti yang sesungguhnya. Lampu minyak tanah (Senthir, teplok), bau “langes” sumbu lampu yang terbakar, suara-suara kodok, cerita pengantar tidur yang sederhana dan di ulang ulang oleh Simbok yang tidak tamat SD. Hal-hal ini jika dikenang kembali akan menjadi satu rangkaian cerita sederhana namun eksklusif dan nyaman. Dijaman sekarang yang mengartikan kata mewah sebagai sesuatu yang bersifat “High and Have”, kenangan sederhana ini mampu membuat ketegangan pikiran sedikit kendor, menghadirkan suatu kenyamanan yang betul-betul apa adanya. Menurut pengertian dasar Psikologi kognitif, memori atau ingatan adalah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan-kesan. Hal ini pernah di kaji dalam sebuah Journal yang di tulis di Psychology Today Magazine, dimana dijelaskan bahwa kecenderungan orang sekarang yang otaknya bekerja full speed jika diwaktu senggangnya mau mengingat kembali Nostalgia ( positif) di masa kecil kejiwaanya akan mengalami trend yang positif juga, reaksi emosionalnya akan lebih stabil, timbul juga suatu rasa bahagia dan optimisme. Di sebut juga bahwa bernostalgia ini akan mempengaruhi koneksi sosial atau ikatan khusus dengan orang lain, memperkuat aura positif yang akhirnya orang akan lebih nyaman, kepercayaan dirinya bertambah, menghilangkan perasaan benci kepada diri sendiri, dan rasa optimis untuk menghadapi hari depan.
Kremun ini walau saya tidak begitu yakin, mungkin pernah menginspirasi John Gorrie (1842), yang mulai merintis suatu alat untuk mengontrol suhu sebuah ruangan atau gedung, rintisan John Gorrie ini adalah asal muasal tekhnologi Air Conditioner, yang sekarang jamak kita sebut sebagai AC. Oleh Wllies Carrier alat pengatur suhu ruang ini di patenkan tanggal 2 Januari 1902, dan mulai di produksi masal.
Efek alat Air Conditioner ini ternyata sangat luar biasa, bahkan mungkin di luar ekspetasi John Gorrie sebagai perintis awal AC. Dengan suhu ruangan atau gedung yang bisa di kontrol menurut kebutuhan, di Amerika Serikat tempat alat ini dikembangkan, terjadi pergeseran populasi secara besar-besaran, wilayah-wilayah berhawa panas di sepanjang Sun Belt di Amerika Serikat mulai di huni dan berkembang sangat pesat. Perkembangan dan pergeseran populasi manusia ini akhirnya berefek pada keseimbangan Politik dan ekonomi secara luas. Desain Arsitektur gedung-gedung yang di bangun juga mengalami perubahan dan perkembangan model. Sampai saat ini ada lebih 3 Milyar manusia di muka Bumi yang menggunakan AC untuk kenyamanan kehidupannya sehari-hari. Walau memang akhirnya efek penggunaan AC ini menjadi tersangka di kasus perubahan iklim secara global (Chlimate Change) yang sering disebut sebagai efek Rumah kaca.
Oke kita kembali kepada Kremun. Akhir akhir ini situasi secara umum Nasional sedang menghadapi Pandemi Covid 19, dimana tata kehidupan masyarakat banyak yang harus menyesuaikan dan berubah demi menekan penyebaran Virus Corona.
Situasi ini menjadi semakin dinamis ketika di tambah suhu politik yang meningkat menjelang di gelarnya proses Demokrasi skala 5 tahunan untuk memilih Kepala Daerah 9 Desember mendatang. Di Gunungkidul sendiri perubahan suhu politik mulai kita rasakan mempengaruhi perikehidupan masyarakat. Pengguna Medsos tiap hari dibombardir dengan Kampanye ataupun debat-debat politik yang sangat gayeng. Sementara tanggapan masyarakat sangat beragam, dari yang fanatik, intelek, teoristis sampai yang cuek bahkan skeptis.
Jika di tulisan ini saya menawarkan “sensasi Kremun” ini untuk sebuah solusi mendinginkan suasana, mungkin banyak yang menertawakan atau menganggap ini hanya sekedar guyonan, tapi tawaran ini mungkin bisa dicoba. Intensitas hujan saat ini mulai meningkat, kehadiran Kremun-kremun mulai sering hadir di malam di waktu tidur kita. Tentunya bagi yang rumahnya tidak berplafon, seperti saya. Sensasi kesederhanaan dan kenyamanan mengalami Kremun yang dengan bahasa Psikologis sudah kita bahas di atas, sangat mungkin bisa menjadi sebuah solusi untuk merestart otak kita agar bisa lebih fresh menghadapi situasi dan keadaan jaman yang semakin tidak menentu ini.
[Edi Padmo]