Konservasi Daerah Aliran Sungai Luweng Sampang Gedangsari

oleh -4092 Dilihat
oleh
Luweng Sampang
Luweng Sampang

Kapenewon Gedangsari, yang merupakan pemekaran dari Kapenewon Patuk, terletak di Zona  Pegunungan Batur Agung utara dan berbatasan  langsung dengan wilayah Klaten Jawa tengah. Ada suatu wilayah di Gedangsari yang berada di lereng pegunungan sisi utara, bahkan sebagian berada di dataran rendah, seakan telah termasuk wilayah Kabupaten Klaten. Tepatnya, wilayah itu adalah Dusun Sengonkerep Kalurahan Sampang Kapanewon Gedangsari. Bisa dikatakan hilir-mudik aktivitas ekonomi lebih sering dilakukan dengan Klaten dibanding Gedangsari. Kami, KH dan Komunitas Resan Gunungkidul, berkunjung ke sana beberapa waktu lalu.

Taman Luweng Sampang.[Foto:NR]
Taman Luweng Sampang.[Foto:NR]
“Kami orang pinggiran, jauh dari pusat kota,” begini Ghani Rahman, seorang aktivis pemuda di sana,  membuka obrolan dengan kami di salah satu gazebo di Obyek Wisata Air Terjun Luweng Sampang.

Air terjun Luweng Sampang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) kecil. Struktur bebatuan unik yang tinggi kemudian merendah menciptakkan air terjun, meskipun tidak terlalu tinggi pula. Struktur batuan yang unik dan bergelombang itulah yang menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan. Sayang, saat kami bertandang ke sana air sungai mengering sehingga air terjun tidak ada lagi. “Ini air terjun kasat mata, ghaib,” seloroh Firman (26tahun), salah satu anggota pokdarwis, disambut tawa kami bersama. “Sungai mengering di musim kemarau. Warga mulai kekurangan air. Ini yang mendorong kami harus bergerak dan berbuat sesuatu,” ujar Ghani. “Salah satu yang kami pikirkan dan kami programkan adalah konservasi. Dan ini harus segera kami mulai sebelum terlambat,” terusnya. “Sekitar 90-an, waktu saya masih kecil, air sungai ini masih mengalir. Betul berkurang debitnya tetapi tidak sampai kering seperti sekarang ini,” sambung Firman.

Memanfaatkan air hujan di sumur: Gedangsari.[Foto:NR]
Memanfaatkan air hujan di tampungan: Gedangsari.[Foto:NR]
Semangat Pokdarwis di Sampang yang didominasi para muda itu memang luar biasa. Mereka memiliki keyakinan mendalam bahwa mereka harus segera berbuat untuk tanah kelahirannya, tidak harus menunggu program atau bantuan dari pemerintah. “Konservasi DAS dan daerah tangkapan air hujan di bagian atas (Giriwening) adalah program jangka panjang kami. Yang beberapa waktu lalu telah kami lakukan adalah membuat belik di pinggir sungai. Alhamdulillah, di kedalaman sekitar 7 meter sudah keluar air. Oleh beberapa warga dipasangi pompa air. Lumayan, sedikit meringankan beban warga untuk mencukupi kebutuhan akan air,” Ghani bercerita tentang program para pemuda. “Karena pembuatan belik ini murni swadaya, baru 1 belik yang mampu kita buat. Belik itu telah dimanfaatkan oleh 3 KK. Masyarakat yang lain memanfaatkan belik-belik yang dulu telah dibuat oleh para orang tua. Dropping air beberapa kali telah kita lakukan. Dan ini adalah opsi terakhir. Saat dropping itulah saya merasa sangat sedih,” ujar Ghani.

“Ironis, Mas, wisata kami mengandalkan air, tetapi airnya menghilang,” sambung Eni (21 tahun), salah satu anggota Pokdarwis. “Sebetulnya ada 3 obyek wisata yang ingin kami angkat dan kami kemas dalam paket wisata, yaitu Luweng Sampang, Air Terjun Kluwih, dan Wisata Religi Giri Wening. Itu semua sangat potensial dan punya daya tarik sendiri,” tutur Firman. “Obwis Luweng Sampang berada persis di pinggir jalan arah Klaten. Ini yang akan kami jadikan sentra untuk dua obwis lain, nanti akan menjadi satu paket,” sambung Firman. Dulu saat air masih mengalir, wisata di sini lumayan ramai, Mas. Di bagian atas kami buat taman. Rencananya kami akan membuat wisata kuliner untuk perputaran ekonomi masyarakat,” sambung Eni.

Sumur buatan di daerah tangkapan air yang mengaliri Luweng Sampang.[Foto:NR]
Sumur buatan di daerah tangkapan air yang mengaliri Luweng Sampang.[Foto:NR]
Selama obrolan berlangsung kami melihat beberapa mobil berhenti di Luweng Sampang. Beberapa wisatawan keluar dari mobil dan turun ke sungai untuk melihat air terjun Luweng Sampang. “Struktur batunya unik, sayang airnya kering,” jawab salah satu pengunjung ketika kami tanyai. “Itulah, Mas, mengapa program konservasi sepanjang DAS ini sangat penting, dan harus segera kami lakukan. Program pengembangan ekonomi masyarakat berbasis wisata yang telah kami rintis semoga bisa berkelanjutan,” ujar Ghani. “Kami mulai berlatih menyetek pohon beringin. Kelak akan kami tanam di sepanjang DAS dan belik. Semoga air bisa kembali awet dan mengalir sepanjang tahun,” Yuda (21 tahun) meneruskan memberikan keterangan. “Anak-anak muda tidak harus merantau. Dengan sungguh-sungguh hendak membangun tanah kelahiran, kami yakin di desa pun kami punya masa depan,” pendapatnya.

Gani, Pegiat Konservasi di Sampang.[Foto:NR]
Ghani, Pegiat Konservasi di Sampang.[Foto:NR]
Bakal resan yang distek untuk konservasi DAS.[Foto:NR]
Bakal resan yang distek untuk konservasi DAS.[Foto:NR]
Resan Berumur 10 Tahun yang Menjaga Air Sumur di Giriwening.[Foto:NR]
Resan Berumur 10 Tahun yang Menjaga Air Belik di Giriwening.[Foto:NR]
Wisata Luweng Sampang dibangun menggunakan Dana Desa, melalui 3 tahun anggaran dimulai sejak 2017. Spirit yang dimiliki oleh Karang Taruna dan Pokdarwis sangat luar biasa. Niat mereka membangun dan menjaga tanah kelahiran patut mendapat apresiasi semua pihak. Melihat kondisi geografis Kalurahan Sampang yang dikelilingi oleh bukit-bukit sebagai daerah tangkapan air hujan yang luas, memungkinkan Kalurahan Sampang sebagai pusat berkumpulnya air.

Pembuatan belik berkedalaman 7 meter keluar air dengan debit yang besar telah membuktikannya. Ghani dan teman temannya juga menceritakan bahwa 10 tahun yang lalu Mbah Gito (seorang tokoh masyarakat) menanam beringin di kompleks Giri Wening. Saat ini air keluar dengan debit besar melalui belik di bawahnya. Hal inilah yang meyakinkan Ghani dan teman temannya, yang tergabung dalam komunitas Barisan Pemuda Kedung Banteng (BPKB) atau Karang Taruna “Mudo Makmur”, untuk segera memulai gerakan konservasi. Harapannya, penggalakan penanaman tanaman konservasi dapat menaikkan elevasi sumber air dan bahkan bisa memunculkan mata air.

“Apa yang kami lakukan sekarang semoga bermanfaat untuk ke depan, Mas, karena air adalah hajat hidup utama kehidupan. Dengan menjaga alam, alam akan menjaga kita,” pungkas Ghani menutup obrolan.

[KH/Edi Padmo]

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar