
KARANGMOJO, (KH)— Pengelolaan wisata goa andalan Gunungkidul, Pindul kembali terjadi polemik. Pemkab yang berencana menerapkan perda No 5/2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, dinilai belum maksimal.
Upaya penertiban satu destinasi wisata hanya dengan satu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) belum sepenuhnya berhasil. Audiensi demi audiensi dinilai berujung mengambang saja.
Selain itu adanya pengelolaan yang semrawut seperti halnya perang tarif antar kelompok juga masih terjadi. Seperti dikemukakan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dewa Bejo, Subagiyo, pengelolaan semakin tidak terkontrol dengan baik.
Persaingan tidak sehat masih terjadi antar pengelola, ia berharap adanya komitmen kerjasama dengan prinsip sama-sama diuntungkan, sebagaimana menjadi keinginan seluruh masyarakat pemandu wisata.
“Jangan sampai harga tinggi atau rendah yang menjadi persaingan, lebih baik persaingan dalam bentuk pelayanannya,” harap dia.
Karena apabila demikian, yang diuntungkan bisa jadi bukan masyarakatnya, tetapi biro perjalanan dan oknum joki. Subagiyo menyampaikan Informasi, akan ada pertemuan lanjutan untuk menjalin kerjasama atau MoU antar pengelola yang akan digelar Selasa pekan depan.
Disbudpar, melalui Kepala Bidang Pengembangan Produk Wisata, Hary Sukmono, membenarkan adanya rencana pertemuan tersebut. “Mau ada penandatanganan kerja sama, ya kalau sudah disiapkan kita bantu apa yang akan dirumuskan,” ucapnya, Rabu, (13/4/2015).
Tetapi, ujar dia, khawatirnya kalau nanti setelah kumpul lalu tidak ada kesepahaman, sama saja tidak ada nilainya. Artinya, yang dibutuhkan adalah kemauan bersama dulu, dari pengalaman beberapa kali penandatanganan kesepakatan, ternyata belum bisa diljalankan oleh para kelompok pengelola.
“Kemauan bersama dan bukan kemauan sepihak belum bisa terwujud secara kongkrit oleh sesama pelaku operator yang ada disana,” ungkap Hary. Keberadaan Pokdarwis, dari sudut pandang dinas hanya satu pokdarwis, yakni Dewa bejo, teridiri dari panca wisata, karya wisata, wirawisata dan tunas wisata, selebihnya, tidak memiliki ijin.
Ia sepakat dengan persaingan mengenai pelayanan, dan bukan persaingan tarif, hal tersebut sangat tidak baik. “kuncinya kemauan bersama, kita punya pranata sosial, kearifan lokal dan adat istiadat, gunakanlah itu, tidak perlu menggunakan formal-formal yang lain,” pintanya.
Hary menambahkan, belajar dari ungkapan “Ada gula ada semut” dapat menjadi pembelajaran. Pengertian semut yang sebenarnya saja dalam mencari makan bisa gotong royong. Maka semestinya manusia bisa lebih bijak lagi.
“Suatu kebanggaan bagi kami (Disbudpar) apabila rencana penandatanganan atau MoU antar pengelola besok dapat berjalan dengan baik serta kedepan ada pelaksanaan secara kongkrit,” harap dia.
Disinggung mengenai joki, ia berpendapat, keberadaan joki awal mulanya memang menjadi bagian strategi marketing dari pengelola, kalau nanti menjadi mufakat joki bisa tetap ada, tetapi cara dan strategi marketingnya yang disepakati untuk dirubah, dibenahi bersama, bukan langsung ditiadakan.
Misalnya, tidak langsung menghadang di jalan, mengejar pengendara, dan lainnya, misalnya tim joki menjemput tamu merupakan penugasan dari operator, menjemput tamunya langsung di hotel atau di terminal, bandara dan lainnya, tidak liar di jalanan.
Ha tersebut ia sebut sebagai cara pelayanan dan cara pemasaran, bisa juga mereka memasarkan destinasi yang lain, Sri Gethuk, Kali Suci, Jomblang, dan yang lain. “kita serahkan sepenuhnya apakah joki akan masuk kedalam atau menjadi bagian kelompok pengelola atau membentuk suatu wadah, atau lembaga pemasar tersendiri yang berfungsi sebagai marketing,” ulas dia.
Tetapi perlu dikaji dan dipertimbangkan mengenai etika kerjanya, hal ini tidak hanya di Pindul, tetapi bisa diterapkan ke yang lain. Hal semacam ini masuk kedalam Ilmu pemasaran. Pertimbangan lain yang perlu difikirkan, bagaimana untuk menghidupi lembaga atau kelompok tersebut, adanya wadah mestinya mendorong pelaksanaan tugas dengan tepat, serta lebih elegan.
“Implemnetasi kebijakan (Perda) kalau tidak ada dukungan, kemauan bersama dari semua pihak maka akan sulit, menjadi tidak akan sulit bahkan sangat mudah, apabila dukungan itu ada,” kata Hary lagi.
Destinasi wisata Gunungkidul itu cukup banyak, sama-sama dikelola Pokdarwis, tetapi aman-aman saja, Hary mengambil cotoh, Kali Suci dan Sri Gethuk, dikelola Pokdarwis atau bersama BUMDES.
“Nglanggeran juga seperti itu, aman dan elegan. Untuk Pindul yang lebih baik, mereka semestinya menyadari akan hal tersebut, sekali lagi, kemauan baik bersama yang dibutuhkan,” pungkasnya. (Kandar).