Dia menjelaskan, kurikulum Merdeka lahir untuk mengatasi segenap persoalan yang timbul akibat Pandemi COVID-19 khususnya dalam proses pembelajaran. Sebab proses pembelajaran mengalami banyak keterbatasan saat metode dalam jaringan (daring) diberlakukan.
“Dampak dari pandemi terjadi kondisi learning loss, turunnya minat dan semangat belajar berikut pencapaian kompetensi siswa. Kurikulum Merdeka ini benar-benar baru sehingga harapannya menjadi jawaban atas dampak pandemi khususnya pada dunia pendidikan,” terang Dalno.
Sambung dia, Karena berbeda dengan kurikulum sebelumnya, guru atau tenaga pendidik perlu penguasaan. Melalui workshop guru diharapkan dapat lebih siap menerapkan kurikulum yang menjadi dasar pengelolaan dalam pembelajaran.
“Kami mengundang nara sumber dari praktisi pendidikan, Dinas Pendidikan, termasuk pendidik dari sekolah penggerak yang lebih dulu menerapkan Kurikulum Merdeka,” terang Dalno, Kamis (30/6/2022).
Lebih jauh disampaikan, sebelumnya hanya sekolah penggerak yang mengimlementasikan Kurikulum Merdeka. Sifatnya masih prototype. Namun, kelak akan diberlakukan pada seluruh sekolah di Indonesia.
Diakui, karena benar-benar baru guru masih gagap dengan kurikulum yang lebih berorientasi pada murid selama proses pembelajaran.
“Lebih berorientasi pada siswa, prosesnya mengakomodir atau memberi kebebeasan pada siswa sesuai minat dan potensi siswa. Praktek pembelajarannya akan banyak menekankan pada materi substansi saja,” jelas Dalno menyebut perbedaan mendasar kurikulum Merdeka dengan kurikulum sebelumnya.
Perbedaan lainnya, ada tugas praktek atau proyek siswa yang bertujuan mendidik dan memunculkan profil pelajar Pancasila.
Profil pelajar Pancasila menjadi ciri khas Kurikulum Merdeka. Terhadap pelajar sengaja ditanamkan mental dan akhlak sesuai nilai-nilai Pancasila.
Ditegaskan, bukan hanya disematkan atau disisipkan, tetapi secara khusus ada proyek profil pelajar Pancasila. Adapun nilai-nilai yang ditanamkan antara lain toleransi, keberagaman dan masih banyak lagi.
“Peserta ada 70-an guru SMP/Mts di Rongkop dan Girisubo. Kegaiatan workshop juga disertai praktek,” imbuh kepala SMP N 1 Rongkop ini.
Selepas mengikuti workshop, masing-masing sekolah akan membuat kurikulumnya dan menerapkannya pada tahun ajaran baru nanti.
Pihaknya tak menampik, sekolah-sekolah tak seluruhnya memiliki fasilitas penunjang dalam rangka penerapan Kurikulum Merdeka. Persoalan tersebut kurang lebih hampir sama saat penerapan kurikulum 13 sebelumnya.
Terpisah, Kepala Disdik Gunungkidul, Nunuk Setyowati saat dihubungi mengutarakan, implementasi Kurikulum Merdeka dilaksanakan secara bertahap. Tahun pelajaran mendatang, ia menyebut masih ada sekolah yang menerapkan kurikulum 13 untuk jenjang kelas tertentu.
“Ada tiga pilihan pada Kurikulum Merdeka, yakni Mandiri Belajar, Mandiri Berubah dan Mandiri Berbagi,” ungkap Nunuk.
Lebih jauh disampaikan, untuk jenjang SD, Nunuk mengaku sudah berkomunikasi dengan tim pengawas untuk membuat model kurikulumnya, khususnya yang Mandiri Belajar.
“Pada Mandiri Belajar, masih tetap menggunakan Kurikulum 13 dengan beberapa modifikasi yaitu adopsi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan sistem mata pelajaran (mapel),”
Adapun pada Mandiri Berubah, Nunuk tambahkan, sudah menggunakan Kurikulum Merdeka dengan mengacu pada implementasi Program Sekolah Penggerak (PSP), yakni menggunakan Capaian Pembelajaran (CP) dan pendekatan mapel serta P5.
Pada Mandiri Berbagi, seperti halnya Mandiri Berubah, tetap bisa memodifikasi dan membagikan karya (praktik baiknya). (Kandar)