PONJONG, kabarhandayani,– Awalnya, Marsilah (60) warga Sumber Lor, Desa Ponjong, Kecamatan Ponjong mengajukan bantuan alat emping untuk usaha kelompok ( Sri Rejeki ) ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY pada tahun 2000, tetapi Marsilah justru diarahkan untuk mendapatkan bantuan berupa pelatihan dan pendampingan usaha emping jagung.
Anggota kelompok Sri Rejeki yang tertarik untuk menekuni usaha emping jagung awalnya berjumlah 20 orang. Setelah berjalan kurang lebih 3 tahun anggota kelompok yang bertahan hanya 4 orang. Keempat orang yang masih menekuni usaha emping jagung tersebut akhirnya memutuskan untuk mendirikan usaha secara mandiri.
Marsilah menjelaskan, usaha emping jagung yang diarahkan dari Disperindag DIY waktu itu ternyata memang sangat cocok dikembangkan di Gunungkidul. Salah satu alasannya bahan baku mudah didapat. Pembuatan emping jagung pada dasarnya mudah dikerjakan namun butuh ketelatenan dan keuletan.
Marsilah mengaku, sampai saat ini tetap bertahan dengan alat bantuan dari Disperindag DIY, meskipun alatnya sudah berkali-kali diperbaiki. Sebelum mengelola usaha emping jagung secara mandiri, pemasaran emping jagung masih sangat sulit; tetapi setelah dikelola mandiri, pemasaran justru lebih mudah.
Lanjut Marsilah, Ia pernah juga ditipu, emping jagungnya diambil para tengkulak dan tidak dibayar.
“Ya, waktu awal tahun 2005 pernah mas, kita kena tipu Rp 6 juta lebih. Sejak saat itu kalau ambil emping jagung harus bayar kontan, tidak mau lagi repot,”.
Marsilah memaparkan, usaha emping jagung yang ia jalankan sebenarnya masih sangat minim untungnya. Emping jagung saat ini harga mentah hanya ia jual Rp 9.000, sedangkan untuk emping jagung matang (digoreng) dijual Rp 18.000. Jika dikurangi harga bahan baku jagung Rp 3.500 dan ongkos produksi maka rata-rata sekilo emping hanya untung Rp 500 sampai Rp 1.500 saja.
“Kita bisa produksi emping jagung satu hari menghabiskan 1 kuintal jagung. Satu kuintal jagung bisa jadi 65 kilogram emping mentah. Ya untungnya sedikit tapi cukuplah untuk kebutuhan hidup sehari-hari,”
Marsilah dalam mengelola usaha emping jagung dibantu oleh anak laki-lakinya Widodo dan 3 orang karyawannya. Kendala yang Ia hadapi setiap masuk musim penghujan, tidak mampu memproduksi emping jagung dengan maksimal. Pengeringan emping jagung saat itu hanya mengandalkan sinar matahari.
“Ya, kalau punya alat pengering, musim penghujanpun kita tetap bisa berproduksi secara maksimal. Mungkin juga bisa mempproduksi lebih banyak lagi,” pungkasnya. (HeryFosil/Tty)