Oleh karena itu, tentu bukan kegiatan yang lumrah ketika empat perupa Gunungkidul dua pekan ini ‘turun gunung’ ikut berpartisipasi dalam pameran seni rupa di Taman Budaya Solo Jawa Tengah. Pameran kali ini adalan momen langka yang mampu menyuguhkan terobosan mengagumkan di saat bangsa dan negara Indonesia dilanda pandemi Covid -19 namun tetap memeroleh apresiasi dari berbagai pihak serta kalangan di seluruh Indonesia. Empat perupa Gunungkidul telah sepakat untuk terus berkarya di tengah pandemi serta iklim berkesenian yang sulit diprediksi.
Agus Rianto, perupa dari Kapanewon Patuk, menuturkan, “Seorang seniman harus mampu menunjukkan karakter pilihannya dan tahan uji pada kondisi apapun, termasuk di saat seperti ini. Salah satu tujuan saya ikut berpameran adalah untuk memperkuat jalinan silaturahim sesama seniman nasional, menambah jam terbang pameran, meningkatkan kualitas karya, serta untuk selalu menjaga ruh seni masing-masing pelukis.” Agus menambahkan bahwa beberapa perupa Gunugkidul bersama-sama mengikuti pameran di Taman Budaya Jawa Tengah membawa sebuah tekat yang kuat, mendasarinya dengan niat baik di tengah gejolak suasana transisi pandemic. “Kami dengan gembira dan tulus mencoba tetap berkesenian melalui pameran yang diadakan oleh Sanggar Bambu bekerjasama dengan Taman Budaya Jawa Tengah ini,” ungkapnya. Ia mengatakan bahwa dengan adanya pameran seperti ini mampu menunjukkan bahwa ketika kita dalam kondisi transisi pandemi namun jika tetap menyiapkan antisipasi terhadap resiko maka sebenarnya tetap mampu berkesenian lintas provinsi. Agus berharap, “Semoga apa yg menjadi usaha kami bisa menumbuhkan nilai tambah bagi kami secara pribadi maupun rekan perupa lainnya untuk bisa nyawiji dalam aktivitas seni budaya di Gunungkidul khususnya dan atau ruang pameran internasional.”
“Apapun keadaannya seniman harus tetap eksis”, ujar perupa Bernard Wora Wari dari Kapanewon Panggang senada dengan Eri. “Dengan biaya sendiri, dan mandiri, semaksimal mungkin kami ingin berjuang memperjuangkan perkembangan Seni Rupa Gunungkidul,” Eri menambahkan. “Sebetulnya ada event seni rupa yang digagas oleh Dinas Kebudayaan Gunungkidul, terkait Ulang Tahun Gungkidul bulan Mei lalu. Tetapi karena pandemi, maka diundur dan format pamerannya dirubah. Setelah beberapa kali pertemuan, disepakati pameran akan dilakukan secara virtual. Tapi entahlah, sampai sekarang tidak ada kabar lagi. Kami memutuskan untuk ikut mengambil bagian pada event pameran ulang tahun Sanggar Bambu, di Taman Budaya Jawa Tengah ini,” ujar Andi.
Andi Kartojiwo berargumentasi, “Nyawiji” akan relevan jika dibawa ke Gunungkidul saat ini. Di tengah menghangatnya suasana menjelang digelarnya perhelatan Pilkada, nyawiji (bersatu) adalah semangat yang harus dijunjung tinggi. Ia berharap semoga kekuatan seni Gunungkidul tetap bersifat universal, dan mampu merangkul masyarakat Gunungkidul pada umumnya, bukan seni untuk komoditas atau kepentingan sesaat.
[KH/Edi Padmo]