Antara Tanaman Bernilai Ekonomi dan Konservasi

oleh -4495 Dilihat
oleh
Pembibitan Tanaman Kalpataru di Kedungpoh
Pembibitan Tanaman Kalpataru di Kedungpoh

Memasuki wilayah Dusun Kedungpoh Lor, KH disambut oleh sebuah gapura masuk yang di atasnya bertuliskan “Kampung Madu”. Ingin segera melunasi rasa penasaran, KH langsung menuju ke kediaman seorang teman lama, Tri Marsudi. Ternyata, sekarang Tri Marsudi menjadi kepala dukuh di Dusun Kedungpoh Lor.

Gapura Masuk ke Kedungpoh Lor.[Foto:Padmo]
Gapura Masuk ke Kedungpoh Lor.[Foto:Padmo]
“Sejak 2018, saya mengundurkan diri dari perangkat desa, kemudian ikut mendaftar pada seleksi pengisian Dukuh,” ujar Tri Marsudi membuka obrolan kami di teras rumahnya setelah sesaat menyambut kedatangan KH. Teras itu menyatu dengan sebuah rumah yang asri, yang sana-sini dipenuhi berbagai jenis tanaman. “Saat menjadi perangkat, waktu itu Kaur Keuangan, saya merasa waktu saya habis untuk pekerjaan. Sering pekerjaan itu saya bawa pulang dan saya selesaikan di rumah, sehingga waktu untuk saya bersosial hampir tidak ada,” begini Tri Marsudi memberi alasan.

Alasan itulah yang membuat Tri Marsudi, yang akrab dipanggil Dukuh Gowang, memutuskan untuk melepas jabatan Kaur Desa dan memilih menjadi Dukuh. “Saya ingin total bekerja untuk masyarakat langsung. Dengan menjadi Dukuh, wilayah kerja saya kan selalu bersinggungan langsung dengan masyarakat. Walaupun secara pangkat dan gaji mengalami penurunan,” ujarnya terkekeh.

Budi daya madu di Kedungpoh Lor.[Foto:Padmo]
Budi daya madu di Kedungpoh Lor.[Foto:Padmo]
Gebrakan pertama yang Dukuh Gowang lakukan adalah kerja intensif di pengelolaan budi daya madu. Berawal dari kegiatan sampingan warga Kedungpoh Lor, yaitu mencari madu liar di hutan, kegiatan budi daya madu mulai ia jalankan. Lama-lama semakin banyak warga Kedungpoh Lor yang ikut melakukannya. Hal ini mengingat nilai ekonomis madu yang tinggi. “Saat ini ada 41 KK yang menjadi anggota Kelompok Peternak Madu “Sari Alami”, dengan penghasilan rata rata 2,5 kwintal madu murni per tahun,” jelasnya.

Nilai ekonomis madu yang tinggi membuat warga Dusun Kedungpoh Lor Kalurahan Kedungpoh Kapenewon Nglipar semakin semangat beternak madu. Satu botol madu dalam wadah bekas “Sirup Marjan” dijual dengan harga Rp. 200.000. Satu botol kecil madu dalam wadah bekas UC dijual seharga Rp. 50.000.

Seperti diketahui bersama bahwa madu adalah produk alami yang dihasilkan oleh lebah. Banyak sekali manfaat madu untuk kesehatan. “Madu di sini dihasilkan oleh lebah jenis “Serana”. Di musim dan iklim yang baik, kami bisa panen madu 4 kali dalam satu tahun,” Dukuh Gowang menerangkan. Saat ini Kelompok Peternak Madu “Sari Alami” memiliki 200 Stup (kotak tempat tawon/lebah bersarang). Satu kotak rata-rata menghasilkan 1,5 kg madu per tahun. “Kami menjamin produk madu kami murni. Hanya, yang sering membedakan itu kadar air yang terkandung di dalam madu. Ini dipengaruhi oleh cuaca, atau jenis makanan yang dikonsumsi lebah berupa bunga-bunga,” terang Pak Dukuh.

Pada perjalananannya, melalui kerja sama dengan pihak Kehutanan dan UGM, Kelompok Peternak Madu “Sari Alami” semakin berkembang. Beberapa waktu lalu para anggota kelompok menggencarkan penanaman bunga “Santos Temon” di pekarangan rumah dan pinggir-pinggir jalan. “Kembang Santos Temon adalah jenis kembang sebagai makanan favorit lebah jenis Serena, dan itu bisa menghasilkan madu yang berkualitas, Mas,” ujar Dukuh Gowang

Produk madu Kedungpoh Lor.[Foto:Padmo]
Produk madu Kedungpoh Lor.[Foto:Padmo]
Santos Temon.[Foto:Padmo]
Santos Temon.[Foto:Padmo]
Selain beternak madu bersama-sama dengan warganya, kepala dukuh suami dari Sudarmi dan bapak dari Gempa, Enjang, dan Nitis ini memiliki program konservasi air di Kedungpoh Lor. Menurut tuturnya, di daerah Kedungpoh Lor  dulu tedapat 15-an mata air. Sekarang tinggal 5 mata air yang tersisa. Itu pun debit airnya semakin berkurang. Sambil bertutur air muka Dukuh Gowang tampak sedih. Lima mata air itu adalah Ndhung Mundhu, Ndurenan, Nggayam, Nggunturan, dan Pandanwangi. Warga Kedungpoh Lor yang ia-pamongi mengandalkan 5 mata air ini untuk kehidupan sehari hari. Caranya dengan menyalurkan melalui pipa-pipa kecil ke masing-masing rumah warga.

“Jika kemarau kadang aliran air sering macet. Setelah ditelusuri selangnya, ternyata dicegat tetangga lain yang menyalurkan air ke rumahnya,” ujar Dukuh Gowang pelan. “Telah lama hal ini menjadi pemikiran saya. Dan sebagai dukuh saya harus menawarkan solusi tentang masalah air di sini. Sebelum terlambat,” ujarnya optimis.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar