Berwisata di Gunungkidul Bonus Kajian Islam Dalam Novel “Podhang Ngisep Sari”

oleh -3498 Dilihat
oleh
Novel berbahasa jawa "Podhang Ngisep Sari" karya Hari Jumanto. foto: (SS)

Lek Minthi, Benowo dan Yanti yang diturunkan oleh Kapal Rainbow di perairan Cilacap, diantar oleh SAR Cilacap menuju Gunungkidul. Tim pengantar yang sebenarnya menuju Gunungkidul, dipaksa berhenti di RSUD Wates menemui anggota keluarga yang sedang menunggu Pak Bono di IGD. Bukan kepalang kagetnya Yanti dan Benowo mengetahui apa yang terjadi. Penyesalan datang di akhir. Pak Bono menghembuskan nafas terakhirnya dihadapan Bu Bono, Yanti, Benowo, Lek Minthi, Kyai Izis dan para santrinya.

Desa Giriwesi berduka dan bersuka cita secara bersamaan. Entah sisi batin yang mana yang lebih dominan merasakan kejadian ini. Hati yang duka karena Pak Bono pulang dalam keadaan layon, atau Suka cita karena Yanti, Benowo dan Lek Minthi akhirnya pulang tak kurang satu apa.

Bertubi-tubinya kedukaan keluarga Almarhum Pak Bono ini sangat memukul Bu Bono. Kekalahan pilkades yang meninggalkan bertumpuk hutang, kedua anak yang mestinya melanjutkan ke bangku kuliah membuat duka Bu Bono sulit untuk diurai.

Seperti nasehat Kyai Izis dari Pesantren Klapanduwur, bahwa semua akan ada hikmahnya. Kehidupan akan selalu seperti itu, fisik dunia saja yang berubah. Kepasrahan kepada Yang Maha Kuasa tidak pernah mengalami perubahan birokrasi atau syarat-syarat pembaharuan. Kuncinya adalah iklas dan tawakal menjalani hidup yang sudah digariskan.

Benar apa yang disampaikan Kyai Izis. Tak berselang lama  asuransi kecelakaan laut Pak Bono sebanyak 250 juta disampaikan oleh Pak Dukuh Klampisireng. Pak Dukuh juga menyampaikan uang duka cita dari para staf desa, kolega dan organisasi dimana Pak Bono pernah berkecimpung. Disaksikan oleh Indra Pak Dukuh menyampaikan amanat itu. Indra adalah pemuda yang sebenarnya menaruh hati pada Yanti. Hanya saja Indra sendiri bingung dengan perasaannya, Yanti dianggapnya sudah seperti adik sendiri. Tetapi kedekatan Yanti dengan Bram membuatnya memiliki rasa tidak terima.

Indra preman kampung yang hanya tunduk dengan Pak Bono, menemukan waktu dan tempat permenungan dirinya. Seiring setelah kehilangan Pak Bono yang menghadap Sang Khalik, Yanti yang kuliah di Jogja, Benowo yang nyantri di Surabaya, Lek Minthi yang menghilang tanpa pesan bersama keluarganya . Indra bermetamorfosis menjadi aktivis desa. Membangun organisasi Kabomuki di Pulang Sawal, sebuah komunitas yang mengkiblatkan dirinya pada pantai dan laut. Lebih-lebih dukungan dari teman-teman aktifis komunitas dan organisasinya se-Gunungkidul membarakan semangatnya dalam menjaga lingkungan hidup. Memberdayakan masyarkat pesisir dengan ide-ide cemerlangnya. Atas usaha Pak Larman Kepala Desa Giriwesi, Indra dan teman-temannya mampu menjadi peserta Expedisi Hadayaningrat yang diadakan oleh Mentri Kelautan dan TNI AL Indonesia. Perubahan diri Indra inilah yang akhirnya membuat Yanti yakin menikah dengan Indra.

Satu demi satu masalah terurai, semua hutang lunas. Dan atas kebaikan Pak Syarif, Yanti mendapat beasiswa untuk kuliah di Akademi Kemaritiman Yogyakarta. Sedangkan Benowo, mengikuti petunjuk mimpi yang dia dapat saat menemani ayahnya tirakat di Gua Langse. Yaitu mondok di Pesantren yang didirikan oleh Alm. KH. Ahmad Asrori anak dari Alm. KH. Muhhamad Ustman di Pesanthren Kedhindhing.

Perjalanan Bu Bono dan Benowo menuju makam Kyai Ustman di Jatipurwa penuh dengan misteri. Membuat mereka terheran-heran dengan segala kejadian yang mereka temui. Bahkan perjalanan pendidikan di Pesantren Kedhindhing setelah di tinggal ibunya kembali ke kampung halaman ini menjadi cerita yang sangat menarik. Serasa dibagian inilah inti dari Novel Podhang Ngisep Sari ini. Karena tanpa pembaca sadari, pembaca bisa ikut masuk menjadi bagian dalam petualangan Benowo saat menjalani kehidupan dan laku tirakat sebagai santri. Perjalanan ziarah demi ziarah, belajar dari satu tempat ke tempat lain. Bertemu dengan para kyai-kyai hebat negri ini. Dan selalu saja ada ajaran-ajaran keislaman yang membumi. Pada bagian perjalanan Benowo bertualang dan menjalankan laku santri ini. Pembaca bisa seolah-olah ikut dalam pengajian-pengajian indah. Penulis yang kelahiran Sokoliman, Bejiharjo, Karangmojo Gunungkidul ini memang rajin mengikuti pengajian dan kajian-kajian islami dan menjadi santri dibeberapa pesantren, layak jika fasih sekali dalam menyampaikan silsilah dan sejarah keislaman di Jawa lengkap dengan biografi para kyainya.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar