GUNUNGKIDUL, (KH),– Alam Gunungkidul menyimpan kekayaan berupa batuan gamping dan batu paras yang melimpah. Potensi tersebut kemudian dikelola dan dimanfaatkan oleh penduduk untuk ditambang dan dijadikan aneka produk bernilai ekonomis.
Seperti yang dilakukan Triyanto (48), warga Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul ini. Sejak tahun 1990-an ia gigih membuat aneka produk kerajinan batu ukir.
Buah hasil karyanya lama-lama merambah kota-kota besar. Bahkan saat ini ia rutin mengirim produk ke kota Surabaya, Jakarta dan Bali. Dikirim baik ke konsumen langsung maupun ke pengepul kerajinan batu ukir.
“Seminggu sekali kirim 2 kali batu mentah ke Bali dan Surabaya. Untuk produk jadi sebulan rata-rata kirim sekali,” kata Ny Tri, istri Triyanto saat ditemui di kediamannya.
Kata dia, satu kali kirim artinya satu truk yang diantar. Dalam sekali mengirim baik produk jadi batu ukir atau batu paras mentah berupa lempengan berbagai bentuk dan ukuran diangkut menggunakan truk.
Lebih jauh disampaikan, satu truk untuk bahan batu mentah belum diukir harganya berkisar Rp. 12 jutaan. Sementara untuk produk jadi batu ukir untuk satu truk ia memperoleh uang senilai Rp. 25 jutaan.
“Ya kurang lebih pendapatan kotor sebulan rata-rata Rp. 50 jutaan,” ungkap Ny Tri. Dirinya mengaku, pasar kerajinan batu semakin laris semenjak tahun 2000-an.
Dirinya bercerita, perkembangan teknologi informasi cukup memperlancar usahanya. Selain memudahkan dalam pemasaran. Komunikasi pelayanan dengan konsumen juga semakin efektif.
“Konsumen tinggal kirim gambar yang diinginkan. Atau dia cukup pesan jenis gambarnya, lalu saya yang cari di internet,” sambung ibu dua anak ini.
Beberapa karya batu ukir yang ia bikin di rumahnya yang sekaligus menjadi showroom itu diantaranya; roster, hiasan dinding batu ukir berbagai motif, ornamen, patung, hiasan taman untuk air mancur, lampion, dan lain-lain.